Jason dan Herman kini berada di lorong hotel, sedikit jauh dari ballroom acara ulang tahun pernikahan Pak Baron dengan Bu Silia. Jason dan Herman kini tengah menemui dua orang pria, yang kini menggunakan pakaian serba hitam serta topi hitam untuk menyempurnakan penyamaran mereka.
Kedua orang itu adalah orang handal, dalam bidang kejahatan mereka selama ini. Makanya Jason, dengan Herman begitu yakin kalau kedua orang itu pasti bisa melaksanakan tugas yang ia berikan.
"Bagaimana, apa kalian berdua sudah siap melakukan apa yang kami perintahkan tadi?" tanya Herman seraya memandang kedua orang di depannya.
"Tentu saja kami telah siap, saat semua orang sedang menikmati pesta. Maka kami akan memulai rencana kami, dengan menyabotase mobil Pak Baron dan Pak Daniel. Seperti yang Anda perintahkan pada kami, Pak," sahut salah satu orang suruhan Herman, dan Jason.
"Bagus, aku ingin kamu melakukannya sekarang. Karena mumpung saat ini banyak kesempatan, di mana orang-orang di dalam ballroom tengah menikmati pesta dansa," perintah Herman.
"Baik, kalau begitu kami permisi. Percayakan semua pada kami, karena tidak lama lagi kedua pria yang Anda sebut tadi pasti mati di tangan kami," ucap orang suruhan Herman percaya diri.
"Aku mempercayai kalian, sekarang cepatlah kalian pergi. Jangan lupa laporkan semuanya padaku, aku ingin mendengar kabar kalau mereka mati malam ini," perintah Herman, dan juga Jason.
"Baik, Anda tenang saja. Tolong yakin pada kami, kalau kami pasti bisa membunuh mereka, dengan seolah-olah terjadi kecelakaan," terang orang suruhan Herman dengan kata-kata meyakinkan.
Jason, dan Herman saling berpandangan. Kemudian tersenyum arti, ya, keduanya begitu senang. Karena tidak lama lagi, impian mereka menguasai harta dari saudara mereka sendiri, akan tercapai.
***
Situasi parkiran begitu sepi, karena semua pemilik mobil yang kini tengah terparkir rapi di parkiran sedang menikmati pesta dansa mereka. Karena situasi sepi itu, membuat kedua orang suruhan Herman dan Jason memulai rencana jahat mereka.
Satu orang bertugas mengawasi situasi, dan satu orang lainnya mulai melakukan aksinya dengan memasuki mobil Pak Baron terlebih dahulu. Kemudian berpindah ke mobil Pak Daniel, yang kebetulan parkir tidak jauh dari mobil Pak Baron.
Hanya membutuhkan waktu lima belas menit, orang suruhan Herman dan Jason telah berhasil memotong rem mobil. Mereka yakin, saat supir telah melakukan mobil dalam beberapa menit, mobil akan mulai kehilangan kendali dalam mengendalikan atau saat mengerem mobil. Mengingat rem mobil telah di putus tadi.
"Hai ... ayo kita pergi sekarang, sebelum ada orang yang melihat kita," ajak salah satu orang suruhan Herman dan Jason, yang telah berhasil memutus rem mobil.
Rekannya seolah tidak percaya, apakah temannya itu telah berhasil melakukannya tugasnya dengan baik atau tidak.
"Tentu saja aku sudah berhasil memotong rem mobil mereka, kita hanya perlu melihat mereka mati dari jauh. Kemudian kita bisa melaporkan semua pada Pak Herman, dan Pak Jason."
"Bagus, sekarang kita pergi."
Kedua orang suruhan Herman dan Jason dengan tergesa meninggalkan area parkiran, tapi sebelum itu keduanya memastikan tidak ada kamera CCTV yang akan membuat rencana keduanya diketahui orang lain. Apalagi pihak polisi, jadi mereka berdua benar-benar melakukan tugasnya dengan sangat hati-hati.
"Tunggu! Kita pastikan dulu apakah ada CCTV di sini, kalau kita masuk dalam CCTV itu. Pasti kita akan cepat di tangkap polisi, jadi kita berdua harus berpencar dan melihat apa di setiap sudut parkiran ini terpasang CCTV." Salah satu orang suruhan Herman dan Jason, menahan rekannya saat dia ingin berlari.
Rekannya itu membenarkan, kalau ada CCTV keduanya masuk dalam CCTV itu maka pasti keduanya akan cepat tertangkap.
"Kamu benar, ayo, sekarang kita berpencar."
Tanpa banyak kata lagi, kedua orang handal dalam kejahatan itu melakukan tugasnya dengan sempurna. Apalagi kesempatan yang keduanya dapat, begitu banyak.
Ya, ketika semua orang menikmati acara pesta dan dansa. Tanpa di sadari, jika ada seseorang berniat jahat. Meskipun terdapat beberapa scurity hotel, tapi dengan kecerdikan mereka miliki. Akhirnya kedua orang suruhan Herman, dan Jason berhasil memutus rem mobil dari kedua pengusaha sukses di Jakarta.
***
Malam semakin larut, waktu kini menunjukkan pukul 20.30 malam. Terlihat supir yang diberikan amanah oleh Pak Baron, dan Bu Silia telah berhasil mengendarai mobil sampai di pelataran kediaman keluarga Admaja dalam kondisi baik.
Begitu mobil telah berhenti, Yasmin masih dalam posisi tidur. Dengan sangat hati-hati Bik Minah, keluar dari mobil seraya menggendong Yasmin.
"Sssttt ...."
Sesaat Bik Minah menenangkan dengan menepuk punggung Yasmin pelan, ketika gadis kecil itu menggeliat. Supir yang dalam posisi berdiri di samping pintu, dan kebetulan dialah yang membukakan pintu tadi menawarkan diri untuk menggendong Yasmin.
"Sini, lebih baik aku yang menggendong Non Yasmin ke kamarnya," pinta supir yang melihat Bik Minah seperti kelelahan.
"Baiklah, karena tanganku juga merasa pegal karena menahan tubuh mungil ini," gumam Bik Minah dengan tawa kecil, karena tidak ingin membangunkan Nona kecilnya.
Setelah Yasmin berpindah gendongan, tanpa supir dan Bik Minah tahu kalau kalung pemberian Damian jatuh ke tanah. Tepatnya, jatuh di atas rerumputan dekat garasi mobil.
Supir dengan perlahan membopong Yasmin masuk ke dalam rumah megah itu, dengan diikuti Bik Minah. Sesaat Bik Minah berlari terlebih dahulu, karena ia ingin membukakan pintu untuk supir keluarga Admaja.
Cekelek!
Begitu pintu terbuka, supir yang membopong Yasmin masih berjalan melewati ruang tamu dan tengah, kemudian terlihat tangga dengan ukiran emas. Supir itu melangkah selangkah, demi selangkah menaiki tangga.
Hingga sang supir, dan Bik Minah sampai di kamar bernuansa pink. Bik Minah lagi-lagi bertugas membukakan pintu, kemudian merapikan tempat tidur sebelum sang supir membaringkan Yasmin di ranjangnya.
"Hati-hati saat kamu membaringkannya, aku tidak mau Non Yasmin sampai bangun." Bik Minah mengingatkan.
Sang supir itu, hanya menganggukkan kepalanya mengerti. Lalu dengan perlahan ia membaringkan Yasmin, tidak lama di susul Bik Minah yang menyelimuti Yasmin dengan selimut tebal hingga di atas d**a Yasmin.
Setelah memastikan Nona mereka tidur dengan nyaman, supir dan Bik Minah berniat keluar kamar Yasmin. Namun, tanpa di sangka sang supir menyenggol mainan Yasmin yang berada di atas meja hingga jatuh ke lantai, dan menimbulkan bunyi cukup nyaring.
Karena bunyi suara yang cukup keras itu, tidur Yasmin menjadi terusik dan terganggu. Tidak lama gadis kecil itu akhirnya membuka matanya, dengan perlahan mata indah itu terbuka. Kemudian ia terlihat bingung, sebab ia sudah tidak berada di pesta lagi.
Prangg!
Bugh!
Bik Minah langsung memukul lengan supir, karena telah membuat kegaduhan.
"Kamu ini! Buat Non Yasmin tidurnya menjadi terganggu, lihatlah Non Yasmin jadi terbangun 'kan?'' kesal Bik Minah, setelah memukul supir yang merupakan temannya.
"Aku tidak sengaja, tiba-tiba saja mainan Non Yasmin jatuh sendiri," sanggah supir, tidak terima disalahkan.
"Memangnya mainan itu bisa jatuh sendiri, kamu ini ada-ada saja kalau tidak kamu senggol tadi." Bik Minah lagi-lagi memukul temannya itu, dan membuat sang supir langsung nyengir seraya memegangi tengkuknya yang tidak gatal.
Ketika sang supir keluarga Admaja tengah berdebat dengan Bik Minah, Yasmin mulai mencari Bu Silia.
"Ma ... Mama!" Yasmin memanggil Mamanya berulang, membuat Bik Minah dan supir menghentikan perdebatan mereka.
Begitu tersadar, kalau Nona-nya memanggil Mamanya. Bik Minah dengan terburu mendekat ke arah ranjang Yasmin, kemudian menenangkan gadis kecil itu.
"Sssttt ... Mama sama Papa masih ada di hotel, Non, tadi Non Yasmin ketiduran jadi saya membawa Non pulang terlebih dahulu," ujar Bik Minah setelah berada di hadapan Yasmin.
"Begitu, ya."
Setelah diberitahu kalau Mama dan Papanya masih berada di pesta, tiba-tiba Yasmin merasa haus. Ia pun mulai memegangi lehernya, dan area lehernya untuk memastikan kalung pemberian kakak tingkatnya itu masih berada di lehernya.
"Bik, Yasmin haus sekali. Bisa tolong ambilkan Yasmin minum," pinta Yasmin dengan nada sopan, tidak lama ia dibuat panik saat ia tidak bisa menemukan kalung pemberian Damian di lehernya.
Degh!
'Kenapa kalung pemberian Kak Will tidak ada di leherku, apa kalung itu hilang dan jatuh di pesta tadi?' monolog Yasmin, dengan berusaha menemukan kalung itu di sekitar ranjangnya.
Yasmin begitu panik, saat ia tidak bisa menemukan kalung dari Damian. Bik Minah yang baru saja kembali, dengan membawa minuman untuk Yasmin merasa heran kenapa Nona-nya terlihat bingung dan mengacak-acak selimut serta bantal yang ada di tempat tidur kini berserakan di lantai.
"Non Yasmin ... Non Yasmin, kenapa? Apa ada sesuatu yang Nona cari?" tanya Bik Minah, setelah menaruh gelas berisi air putih di atas nakas.
Mendengar suara Bik Minah, Yasmin semula fokus mencari. Langsung menghampiri Bik Minah, dan menanyakan tentang kalungnya yang hilang.
"Bibik! Apa kamu melihat kalung yang sedari sore Yasmin pakai, kalau tahu di mana kalungnya?" Bukannya menjawab pertanyaan Bik Minah, yang ada Yasmin malah memberondong pertanyaan pada pengasuhnya.
"Kalung? Saya tidak tahu, Nona," sanggah Bik Minah memang tidak tahu.
"Hiks ... kalung Yasmin hilang, bantuin mencarinya. Kalau sampai tidak ketemu, Yasmin akan sedih. Karena Yasmin tidak bisa menjaga pemberian, dan telah mengingkari janji yang telah Yasmin buat sama Kak Will," tangis Yasmin pecah, begitu mendengar pengasuhnya tidak tahu perihal kalungnya.
Bik Minah tidak faham betul seperti apa kalung yang dipakai Nona-nya tadi, akhirnya ia pun mengangguki dan berusaha mencari. Supir yang sedari tadi diam, seketika langsung turut mencari.
Sesaat supir bingung, di mana saja ia harus mencari.
"Minah, aku harus mencarinya di mana? Bukankah kita baru saja pulang dari pesta, apa kalung itu tidak jatuh di sana?" bisik supir pada Bik Minah.
"Aku juga kurang tahu, tapi untuk saat ini kita cari di area kamar dan di area rumah ini. Kita bagi tugas saja, kamu mencari di luar baik di halaman atau pun di dalam mobil. Cari, jangan sampai ada yang terlewat. Karena, kalau sampai kalung itu tidak bisa ditemukan. Maka bisa dipastikan kalau Non Yasmin pasti akan menangis sampai esok hari," pinta Bik Minah cepat, ia tidak mau Nona-nya menangis terus.
"Baik, tapi sebelum itu kamu tenangin dulu Non Yasmin. Kasihan, dia tidak berhenti menangis dari tadi," saran supir, sebelum ia meninggalkan kamar Nona-nya.
Begitu supir telah pergi, dan mulai menyisir depan kamar Yasmin sampai keluar rumah. Bik Minah, berbalik kemudian menghampiri Yasmin dan berusaha menenangkan gadis kecil itu.
"Non, jangan menangis terus. Bukankah tadi Nona ingin minum, sekarang minumlah," bujuk Bik Minah, seraya mengulurkan gelas berisi air minum pada Yasmin yang kini masih fokus mencari kalung pemberian dari Damian.
"Yasmin tidak mau, Bik. Yasmin akan minum, kalau kalung Yasmin sudah ditemukan," tolak Yasmin mentah, dengan tetap mencari kalung di kolong dan lantai yang sudah beberapa kali ia periksa tapi tetap saja kalung itu tidak ia temukan.
Merasa sedari tadi tidak bisa menemukan kalung pemberian Damian, ia pun berpikir kalau kalungnya pasti jatuh di mobil atau area sekitaran mobil. Bisa jadi juga kalung itu jatuh di sekitar mobil, atau di bagasi mobil.
'Jika di kamar tidak ada, kalung pemberian Damian pasti jatuh di mobil atau area garasi mobil. Aku harus mencarinya, jika memang di rumah tidak ada. Maka aku akan meminta bantuan pada Papa,' gumam Yasmin, setelah itu ia berlari kecil keluar kamarnya.
Tap! Tap!
Bik Minah melihat Nona-nya berlarian mulai panik, ia takut kalau Nona-nya jatuh. Jika sampai Yasmin jatuh, pasti yang disalahkan adalah dirinya.
'Gawat jika Non Yasmin berlarian seperti itu, apalagi saat menuruni tangga. Ya Allah jaga Non Yasmin, aku tidak mau terjadi hal buruk padanya,' doa Bik Minah, seraya mengikuti Yasmin dengan berlari pula.
"Non Yasmin jangan berlarian, Non, nanti Nona jatuh," teriak Bik Minah, berusaha menahan Yasmin yang akan menuruni tangga.
Benar saja, baru saja Bik Minah mengingatkan Yasmin hampir saja terpeleset. Beruntung Bik Minah sigap, dan langsung meraih tubuh mungil itu dalam dekapannya.
"Nonaa, awaass!"
Grepp!
'Terima kasih Ya Allah, Engkau masih melindungi Non Yasmin,' syukur Bik Minah dalam hati, setelah berhasil merengkuh Yasmin dalam dekapannya.
Bik Minah merasa senang, ketika Yasmin tidak apa-apa. Namun, ia telah diberikan amanah oleh Pak Baron dan Bu Silia kalau ia harus menjaga Yasmin dengan baik. Maka sebagai pengasuh, yang bertanggung jawab penuh ia pun wajib memperingatkan agar Yasmin bisa lebih berhati-hati agar tidak membahayakan Yasmin sendiri.
"Biikkk ...,'' panggil Yasmin lirih, ia merasa bersyukur karena telah diselamatkan oleh Bik Minah.
"Kenapa Non Yasmin lari-lari, kalau Nona jatuh sampai di bawah ke bawah bagaimana? Nona akan terluka, lalu bagaimana dengan Bibik? Bibik akan menjadi seseorang yang paling bersalah, karena tidak bisa menjaga Nona," tanpa sadar Bik Minah berbicara dengan nada sedikit keras, dan ini adalah kali pertama ia berbicara keras pada Yasmin.
"Ma--maaf, maafkan Yasmin Bik," sesal Yasmin dengan netra mulai berkaca-kaca.
Bik Minah merasa tidak tega, dan merasa bersalah karena berkata kasar pada Nona-nya.
"Sssttt ... tidak apa-apa, saya yang harus minta maaf karena berbicara kasar sama Nona. Saya begitu karena saya sayang sama Non Yasmin, dan tidak ingin terjadi hal buruk pada Non Yasmin. Bersyukur sekali, tadi Nona tidak jatuh. Sekarang Nona harus selalu berhati-hati, ya, dan jangan buat Bibik takut," sesal Bik Minah, tapi ia juga menasehati Yasmin agar bisa menjaga diri dan selalu berhati-hati.
"Iya, Yasmin akan berhati-hati. Bibik jangan khawatir lagi, tapi untuk saat ini Yasmin hanya mau kalung Yasmin di temukan," ujar Yasmin, seraya melepaskan rangkulan Bik Minah. Kemudian berjalan selangkah demi selangkah hingga lantai bawah.
Yasmin sedikit mempercepat langkahnya hingga keluar dari rumahnya, sampai di teras ia mengedarkan dan menajamkan matanya untuk mencari kalungnya. Hingga ia berjalan ke arah bagasi, ia terus mencari kalung itu di lantai. Ia pun melihat supir terlihat mencari sesuatu.
"Paman! Paman sedang mencari apa?" tanya Yasmin polos, tanpa ia sadari kalau supirnya itu tengah membantunya mencari kalungnya.
"Paman lagi bantuin Non Yasmin, katanya kalung Non Yasmin hilang. Jadi, saya membantu dan mencari kalung Nona di sekitaran sini. Tapi, anehnya kalung itu tidak saya temukan. Padahal saya sudah mencari di lantai dan dalam mobil, tetap saja tidak ketemu," jawab sang supir, dengan mendekati Nona-nya.
"Begitu, ya," sedih Yasmin, ketika kalungnya tidak bisa di temukan.
Bik Minah dan supir yang melihat Yasmin sedih, dan air matanya tiba-tiba menetes merasa tidak tega. Tapi, kedua orang dewasa itu hanya terdiam tidak tahu harus berbuat apa.
"Di mana kalung itu, ya, Yasmin yakin saat Yasmin akan tertidur tadi. Yasmin masih mengenakan kalung itu, karena Yasmin sempat memeganginya," gumam Yasmin sedih, ia pun meraba area lehernya seraya mengingat saat ia belum tidur. Tepatnya ia di dalam pesta tadi.
Yasmin menangis, lalu ia berjongkok dengan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia merasa gagal, karena tidak bisa menepati janjinya pada kakak tingkatnya.
"Hiks, Kak Will. Maafkan Yasmin, karena tidak bisa menepati janji Yasmin akan menjaga kalung pemberian Kakak. Kalung itu hilang, maafkan Yasmin," tangis Yasmin pecah, ia terus saja terisak menyesali akan keteledorannya.
Ketika Yasmin membuka mata, tanpa ia duga ia melihat pantulan benda perak. Ia seketika berdiri, dan melihat benda apa itu. Dalam hati, ia berharap itu adalah kalungnya yang hilang.
'Benda apa itu, semoga saja itu kalung dari Kak Will,' doa Yasmin dalam hati, seraya mendekati benda yang berada di lantai tidak jauh dari mobil tadi dipakai ke pesta.
Degh!
"Wah, akhirnya aku bisa menemukanmu. Ya, akhirnya aku bisa menemukan kalung pemberian Kak Will," bahagia Yasmin, seraya menggenggam kalung dari Damian dengan mengunakan kedua tangannya dalam dekapannya.
Bik Minah, dan supir yang melihat kebahagiaan dari wajah Nona-nya merasa senang. Akhirnya kalung yang sedari tadi membuat Nona-nya sedih, kini telah ditemukan.
"Aku senang sekali melihat senyuman Non Yasmin, rasanya damai gitu. Aku tidak mau lagi, melihat Non Yasmin sedih apalagi menangisi sebuah barang," gumam Bik Minah, tanpa melepaskan pandangannya dari Nona-nya.
"Aku juga merasa lega, dengan ditemukan kalung itu kita tidak perlu dimarahi Tuan dan Nyonya," senang supir di samping Bik Minah.
Yasmin benar-benar bahagia, ia pun memakai kalung itu kembali di lehernya. Ia pun berjanji, saat ia mau melakukan apapun akan selalu memastikan kalungnya berada di lehernya.
'Aku tidak mau kehilangan kalung ini lagi, maka setiap saat, ketika semua yang kulakukan. Aku akan memastikan kalung ini selalu berada di leherku, apa pun terjadi,' batin Yasmin dengan janjinya.
Saat kalimat janji itu diucapkan dalam hati yang paling dalam, seseorang yang kebetulan berada di lain tempat entah mengapa merasakan sesuatu dalam hatinya.
Ya, dialah Damian. Seorang remaja pria, yang tidak pernah merasakan getaran cinta pada gadis sebayanya. Malah tertarik dengan gadis belia, dan menurutnya terlalu kecil karena gadis itu masih sekolah kelas 3 SD.
Sikap Damian yang dingin pada teman wanita di sekolahnya, tempatnya menimba ilmu di SMP. Membuat ia disegani, dan bahkan dijadikan idola di sekolah. Hanya saja, perasaan dalam hati Damian sama sekali tidak pernah berdebar ketika ia melihat gadis-gadis cantik sebayanya. Hatinya malah berdebar, sekaligus tertarik pada gadis kecil yang berpenyakitan seperti Yasmin.