5

1184 Kata
Mataku baru akan terpejam saat terdengar keras dering HP. Aku sedikit mengangkat tubuh lalu menjulurkan tangan melewati wajah Mas Danu yang terlelap, meraih benda yang menampilkan sebuah nama di layarnya yang terang. 'Sayangku. Dengan d**a bergemuruh, aku mengangkatnya. "Halo?" Tut. Tut. Tuuut. Dimatikan. Layar kembali pada posisi semula, foto Mas Danu yang tengah tersenyum bersama ibunya. Digelayuti rasa penasaran, akhirnya kuusap aplikasi WA. Perasaan sakit yang tak asing langsung melesat cepat menusuk d**a saat membaca sebuah pesan. Kugigit bibir kuat sambil mencengkeram HP. (Baik. Tapi hanya untuk kali ini ya Kak) Langsung kuscrol pesan-pesan sebelumnya yang sukses membuat mata memanas dibakar perasaan cemburu. (Aku lihat statusmu di sss, Sya, kamu menginap di resort. Kita berakhir tanpa kejelasan. Aku ingin kita bertemu.) Kamu sudah punya istri, Kak. Aku juga sudah memutuskan bersama Mas Ali. Kami hidup bahagia.) (Hanya kali ini saja. Setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi) Aku menyusut air mata. Apa cintamu pada perempuan itu begitu besar, Mas? (Mas Ali pasti tak mengijinkan.) (Pergi tanpa sepengetahuannya, Sya.) (Bagaimana dengan istrimu, Kak? Dia pasti sakit hati kalau tau suaminya menemui perempuan lain.) (Aku juga akan pergi diam-diam.) (Sya ...) (Perlu kamu tahu, Sya. Aku sudah mencoba menuruti saranmu agar aku memperlakukan istriku dengan baik. Aku juga mencoba melupakanmu. Aku akan melupakanmu, Sya. Menuruti kemauanmu agar melupakanmu dan mencintainya. Tapi aku ingin kita bertemu untuk yang terakhir kalinya. Yang terakhir, Sya. Janji.) (Akan kupikirkan, Kak. Tapi aku gak ingin membohongi Mas Ali seperti dulu lagi. Aku akan mencoba ijin padanya.) (Jangan, Sya. Aku ingin kita bertemu tanpa pasangan kita ketahui. Kumohon, Sya. Ini untuk yang terakhir.) Aku menyusut air mata di pipi, lalu memandang Mas Danu yang terlelap dengan perasaan berkecamuk. Tangan Mas Danu yang melingkari tubuhku perlahan kuangkat, memindahkannya ke sisi tubuhnya. Jadi, ia menjadi tiba-tiba penuh perhatian karena permintaan perempuan yang dicintainya? Apa sebegitu berartinya perempuan itu? Cepat kuletakkan HP ke posisi semula saat Mas Danu menggeliat lalu membuka matanya sedikit. Ia menarik tubuhku mendekat lalu kembali mendekap erat sambil kembali memejamkan mata. Air mata semakin mengucur deras dari kedua mataku, tapi aku terus menahannya agar tak terisak. Alih-alih menyentak tubuhnya menjauh, aku malah memejamkan mata. Lihat besok apa ia benar-benar menemui perempuan itu atau tidak. Siapa yang lebih dipilihnya, sang istri, atau perempuan itu. *** "Mas ... sudah siang. Kamu janji akan mengajakku keliling Jakarta," ucapku sambil menyisir rambut yang masih basah. Kami kembali tidur setelah melaksanakan salat subuh lalu tahu-tahu sudah membaur menjadi satu. Entah siapa yang lebih dulu memulai. Yang jelas, aku merasa senang sampai ingin menangis karena ia tak menyebut nama perempuan itu dan berharap ia melupakan janji temunya. "Mas." Aku mendekat. Ia tidur membungkus seluruh tubuh dengan selimut. Mungkin, ia terganggu karena sebelum mandi tadi, aku sempat berkali-kali menyuruhnya bangun. "Mas, bangun." Aku menyingkap selimut di bagian kepala. Jantungku mengentak keras. Ia tidak ada. Yang kusangka adalah Mas Danu, ternyata hanya dua bantal guling yang ditumpuk. Keterlaluan kamu, Mas! Aku hampir menjatuhkan tubuh di kasur saat tatapan berpijak pada HP Mas Danu. Apa ia lupa membawanya? Segera meraihnya lalu membuka pesan WA. (Aku sudah tiba di pantai seperti yang kamu minta, Kak.) Lekas kupakai baju dan jilbab lalu keluar dari resor, tatapan menyapu sekeliling yang ramai. Di mana? Aku menatap ke sana kemari dengan jantung berdegup kencang serta benak berkecamuk. Kira-kira, apa yang akan kukatan nanti pada perempuan itu? Sekian lama mencari, tubuh Mas Danu tak juga terlihat. Apa mereka bertemu di pantai lalu pergi dari sana untuk mengobrol? Aku menjatuhkan diri dengan lemas. Tak menghiraukan kedua lutut yang berdenyut sakit karena membentur bebatuan. Aku duduk mencangkung menghadap pantai dengan tatapan menerawang. Tangan bergerak pelan menyentuh galeri, melihat-lihat foto Mas Danu dan ibunya. d**a bergemuruh saat menatap foto seorang gadis mungil bermata bulat yang sepertinya diambil dari kejauhan. Tampak depan, samping, juga belakang. Ada yang wajahnya terlihat jelas, ada pula yang blurb. Aku menahan napas saat layar HP menampilkan foto Mas Danu dan gadis itu, tersenyum lebar di pantai pasir putih. Tangan Mas Danu melingkari bahu sang gadis. Persis, seperti yang Mas Danu lakukan padaku kemarin. Aku mulai tersengal, sakit sekali mengetahui fakta Mas Danu bersikap baik padaku karena untuk mengenang kekasihnya. Meski beda tempat, tetapi, sama-sama di pantai. Sungguh kejam sekali kamu, Mas. Kejam. "Li ...." Cepat kuseka mata dengan punggung tangan. "Aku mencarimu ke mana-mana. Aku habis beli kerang, bela-belain keluar dari Ancol untuk membuatmu senang. Ayo, kembali ke kamar." Bahuku di sentuh dari belakang. Saat ia menggapai tanganku lalu sedikit menariknya, langsung kusentak kuat. Aku berbalik menghadapnya yang terlihat terkejut lalu mendorong tubuhnya sambil menangis. Ia terjerembab, tatapannya terlihat bingung. "Keterlaluan kamu, Mas!" Ia bangkit berdiri. "Keterlaluan kenapa? Oh, iya, aku minta maaf karena menutupi bantal dengan selimut. Tapi aku bermaksud baik. Aku ingin membelikanmu kerang." Aku menyentak napas, menatapnya penuh kebencian. Apa dikiranya aku bocah ingusan yang akan percaya begitu saja setelah dibelikan yang diingini? Aku punya hati. Juga perasaan. Pernikahan macam apa ini? Mana ada seorang suami melakukan sesuatu kepada istrinya karena permintaan dari gadis lain? Aku tak ubahnya anak kucing kecil yang kehujanan di jalanan. Allah, kenapa nasibku seperti ini? "Aku minta maaf. Tidak akan kuulangi lagi. Ayo kita pulang, kita kan akan jalan-jalan keliling Jakarta." "Aku tak ingin lagi. Kenapa tak kamu ajak Syafitrimu itu keliling Jakarta. Bagaimana pertemuannya? Asik?" tanyaku berusaha santai tak peduli jantung terus mengentak kuat. Mas Danu terdiam cukup lama. Dadaku terasa panas bergemuruh. Mata lagi-lagi memproduksi bulir bening yang kemudian melebar lalu menganak sungai di pipi. Pasti, mataku sudah merah dan membengkak. Kuperhatikan air muka Mas Danu yang mendadak berubah. Mulutnya terkatup. Tatapannya terus tertumbuk ke wajahku. "Mulai sekarang, kamu nggak perlu berusaha baik padaku lagi. Itu sangat membebaniku, Mas. Aku paling tak suka dikasihani." "Aku ...." Aku menyentuh d**a. "Di sini ... terasa sakit, Mas." "Aku tidak menemuinya." Kulempar HP-nya yang segera ditangkapnya dengan cepat. Tangannya tampak menyentuh sesuatu lalu ia menggeleng. "Tapi aku tidak menemuinya." "Jangan munafik, Mas! Katakan iya jika iya! Dia begitu berarti bagimu kan, Mas? Sampai-sampai, kamu menuruti kemauannya agar menjadi suami yang baik bagiku. Dia perempuan hebat, ya? Hebat sekali. Tapi sayangnya membuat hatiku sakit." "Li ...." Aku kembali menyentuh dadaku. "Di sini ... sangat sakit, Mas. Saat kamu menyebutnya di malam pertama kita. Sakit, tapi aku menahannya dan berharap suatu saat semua akan berlalu. Tapi ternyata aku tak sanggup. Kamu jahat! Jahaat!" "Aku ...." "Apa?! Mau mengelak? Aku membaca pesan kalian semuanya! Kenapa kamu jahat padaku? Kenapa?!" jeritku. Tatapan heran orang-orang sama sekali tak kupedulikan. "Berikan aku waktu menjelaskan!" Aku mendorongnya menjauh. "Apa? Mau mengelak? Meniduri istrimu tapi membayangkan perempuan lain! Sama saja kamu berzina, Mas! Jahat!" "Aku ...." "Apa? Apa? Mau mengelak?!" teriakku tak kalah keras. Beberapa pengunjung menatap kemari. Terserah saja jika mereka mau berpersepsi yang bukan-bukan. Perasaan terbebani yang sejak kemarin mengimpit d**a ini harus segera dihempaskan. Mungkin dengan begitu, aku akan merasa lebih baik. "Aku tidak menem--" "Bohong!" sambarku. Mas Danu menjabak rambutnya, terlihat begitu frustrasi. Aku mendorongnya sekuat tenaga sampai ia terjatuh lalu berlari pergi. Ia sama sekali tak mengejar. Aku sangat kecewa. Pasti, gadis itu lebih penting. Aku berlari menjauh sambil sesekali menyusut air mata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN