(PART 16) Pagi yang cerah, aku terbangun kesiangan, dengan kepala sedikit pusing. Semalam aku tidak bisa tidur nyenyak, hampir sepanjang malam Anggita menggerutu, lagi-lagi mengomel panjang-pendek menganggap aku penghianat. Dia menganggap kehamilan Isrina adalah sebuah kesalahan terbesar diriku. "Bagaimana mungkin kamu bisa menyentuh perempuan yang bahkan memakai pewarna bibirpun tidak becus." Anggita mendengus kesal. Membuatku menggaruk kepala. "Dia Istriku Gita, tak ada yang salah jika aku menyentuhnya," Jawabku berharap Anggita mengerti. "Kamu bilang tidak mencintainya." Kali ini aku yang mendengus kesal. Lagi dan lagi kalimat kekanak-kanakan itu terucap dari bibir Anggita. "Mencintai atau tidak kami suami istri yang syah. Kami bebas melakukan apapun yang boleh kami lakukan."