Aku bangkit dari sujud panjangku, aku merasa hanya doa yang dibutuhkan saat ini agar d**a yang rasanya mau meledak sedikit ringan. Mama memang keras kepala, berulangkali aku menjelaskan keinginan untuk mangkir dan membatalkan sidang ikrar talak selalu ditolaknya mentah-mentah. Seperti siang tadi bukannya menerima malah marah-marah dan ujungnya sesak nafas yang bikin aku kaget luar biasa. Aku pasrah saat aku merasa, tidak punya pilihan lagi. Perceraianku dengan Isrina hanya tinggal menunggu waktu. Aku tidak tahu apakah akan ada keajaiban atau tidak. Atau seperti kata Isrina, perkawinan ini hanya menjadi bagian dari cerita masa lalu yang harus dilupakan. Entahlah. **** Aku mengedarkan pandangan dengan nanar seakan ingin menyaksikan setiap sudut ruangan pengadilan perceraian terakhirku.