Bab 10. Dokter, Sepertinya Gejalanya Sama

1041 Kata
. . . . "Infark miokardial nama lain dari serangan jantung dan itu membutuhkan diagnosis medis." Lelaki itu menerangkan panjang lebar, Aisyah hanya bisa terpana dengan memegangi dadanya yang berulah. Ya, di dalam sana entah ada konser Gun & roses atau Metalica, yang Aisyah tau jantungnya berisik sekali. Aisyah sampai takut kalau debaran di dadanya bisa terdengar oleh dokter tampan di depannya itu. "—Gejala berupa rasa sesak atau nyeri di d**a, leher, punggung, atau lengan, serta kelelahan, limbung, detak jantung abnormal, dan kecemasan. Wanita lebih cenderung memiliki gejala atipikal dibandingkan pria." Dokter masih terus saja menjabarkan apa yang sebenarnya dialami oleh Aisyah. Aisyah terus mencerna apa saja yang dikatakan dokter tampan di depannya itu. Dia mencoba meneliti gejala-gejala yang dikatakan dokter itu. Apa dirinya mengalaminya? Jantungnya berdetak abnormal, apa benar dia menderita infark miokardinal? Tapi itu hanya terjadi kalau dirinya berada dekat dengan dokter di dapannya itu. "—penderita mungkin mengalami: Area nyeri pada d**a, daerah antara tulang belikat, lengan, lengan kiri, perut bagian atas atau rahang—" lelaki itu terdiam sejenak seakan mengukur reaksi Aisyah. Aisyah menatapnya penuh perhatian. Sesekali wanita itu meraba dadanya. Dokter muda itu tersenyum melihat betapa polosnya wanita yang kini berada di depannya. "Apa kau merasakannya?" tanyanya lagi dengan wajah serius. Jantung Aisyah kian berontak. "Cuma bagian d**a," kata Aisyah ambil menunjuk bagian dadanya. Dokter muda itu mengikuti arah telunjuk Aisyah. Jantungnya ikut berdebar, ada dorongan untuk menyentuh arah yang ditunjuk wanita yang sudah mengguncangkan dunianya sejak pertama kali bertemu. Ternyata apa yang dirasakan Aisyah dokter itu juga merasakannya. "Benarkah?" Aisyah hanya bisa mengangguk menjawab pertanyaan pak dokter. Bibirnya seakan kaku. Lidahnya kelu. Dia juga tak tahu harus bagaimana. Tubuhnya mendadak lemas. Dia takut jika dirinya menderita penyakit jantung. Apa karena keseringan makan hati sejak punya madu hingga menyebabkan jantungnya bermasalah? Entahlah, Aisyah juga tidak mengerti. "Apa aku terkena serangan jantung?" tanya Aisyah. "Apa di sana juga sakit saat istirahat? Atau hanya pada kondisi tertentu?" tanya dokter kembali. Dia menunjuk ke arah d**a Aisyah kembali. Dan jantungnya ikut berdebar kencang. "Tidak, jantungku hanya berdetak abnormal saat saya bertemu dokter," jawab Aisyah lirih. Wajahnya sudah memerah. Menunduk. Entahlah Aisyah seperti anak remaja yang baru merasakan cinta pada lawan jenisnya. Padahal dahulu saat bertemu dengan mas Ahmad nggak gini-gini amat, pikit Aisyah mengingat mantan suaminya. Dan itu sukses membuatnya muram kembali. Sang dokter tersenyum menyeringai dalam hati. Bagus my lady, batinnya. Dia yakin dengan kata-kata jujur dan polos dari wanita yang sudah membuatnya tidak nyenyak todir sejak mereka pertama kali bertemu. "Kau harus datang ke poly-ku biar aku bisa langsung memeriksamu dengan teliti," jawab sang dokter sambil memberikan kartu namanya. "Dokter Hans," lirih Aisyah membaca kartu nama tersebut. "Memang gejalanya secara umum bagaimana sih dok?" tanya Aisyah dengan serius. Siapa juga yang tidak takut kala di prediksi mengalami beberapa gejala heart attact. Di dunia, heart attact merupakan salah satu penyakit yang ditakuti. "Gejalanya secara umum, jantung berdetak cepat atau nama kerennya palpitasi, kegelisahan, merasa akan terkena musibah, napas pendek, rasa tidak nyaman pada bahu atau tekanan d**a," terang dokter yang ternyata bernama Hans itu. "Apa ada obatnya?" tanya Aisyah lagi. Wajahnya sudah seputih kapas. Dia sebatang kara kini, kalau sampai terjadi hal buruk padanya bagaimana? "Tentu, harus sering menemuiku," jawab dokter Hans dengan wajah super serius. Kedua pasang netra bertemu saling menyelami. Getar halus menggetarkan keduanya. Bagaimana aku bisa sering menemuimu, jika tiap bertemu denganmu jantungku berulah, batin Aisyah penuh perdebatan. "Benarkah? Tapi jantung saya abnormalnya cuma pas di dekat dokter. Saya takut kalau keseringan ketemu sama dokter, bukannya sembuh malah akan memperparah sakit saya," bantah Aisyah. Dokter Hans merasa bahagia akan kepolosan wanita yang mulai mengusik hidupnya itu. "Masak?" tanya dokter Hans dengan seringai jahilnya. Namun di mata Aisyah tetap mempesona. Aisyah hanya mengangguk, dia tak kuasa terlalu lama memandang wajah tampan di depannya. Harus segera dihentikan. "Emmm... Maaf Dok, saya harus segera ke tempat Umi," ucap Aisyah sopan. Dia tak mau terlalu lama merasakan debaran di dadanya. Dia tahu penyebabnya karena berdekatan dengan dokter itu. Semoga dengan tidak bertemu penyakitnya perlahan sembuh. "Ayo saya antar, sudah waktunya visit juga," jawab dokter Hans sambil mempersilahkan Aisyah berjalan lebih dulu. Mereka berjalan beriringan, tak jarang para perawat atau rekan sejawat dokter Hans menyapa bahkan ada yang usil menggodanya. "Cie, dokter. Akhirnya punya gandengan juga," goda seorang lelaki yang Aisyah taksir seorang dokter juga karena lelaki itu juga memakai jas putih dengan stetoskop di saku bajunya. "Lagi Pe-De-Ka-Te dok, doain ya," jawab dokter Hans tenang, Aisyah menoleh tak percaya. Pasti dokter di sampingnya itu hanya bercanda kan? Namun Aisyah tak mendapati ekspresi bercanda. Lelaki itu menunjukkan keseriusannya. Benarkah? Jantung Aisyah kian berdebar kencang. Segera dialihkan pandangannya ke lain tempat. Tak mau kian membuat debar di dadanya kian berulah. "Dokter pinter pilih calon bini, semoga dilancarkan ya. Saya doakan yang terbaik buat dokter," sahut dokter rekan dokter Hans. “Amin.” Kedua jemari tangan Aisyah saling berkaitan tanda salah tingkah. Bagaimana ini? Hatinya entahlah serasa nano-nano antara senang dan bimbang. Jujur, Aisyah merasa senang saat mendengar dokter Hans mengatakan ingin PDKT dengannya. Namun juga bimbang, lelaki ini selalu memanggilnya gadis. Dia pasti berpikir kalau dirinya masih single. Apa reaksi lelaki tampan itu saat tahu statusnya yang hampir menyandang status sebagai janda. Entahlah statusnya kini Janda kalau dalam hukum agama islam. Tapi secara hukum negara, dia masih sah istri dari mas Ahmad. Harus siapa yang mengurus perceraian mereka sebenarnya? Saat mereka sudah berada di depan kamar rawat Umi, Aisyah ingin mengatakam keruwetan yang tak sengaja dia lakukan. "Dok, saya ingin bicara," lirih suara Aisyah saat ingin mengatakan statusnya yang sebenarnya. "Katakan saja," jawab sang dokter lembut. "Saya menjenguk umi mantan suami saya." Hanya itu yang mampu terucap dari bibirnya yang bergetar karena ada kekhawatiran lelaki di depannya akan membencinya. Sungguh Aisyah tak akan sanggup kehilangan senyuman lelaki yang entah sejak kapan mulai mengisi kepalanya dengan senyuman dan tatapan matanya yang teduh. Dokter Hans menatap Aisyah tak percaya, dan Aisyah menanggapinya berbeda. Bodoh! Rutuknya dalam hati. Tanpa manunggu reaksi dokter Hans berikutnya, Aisyah bergegas memasuki ruangan Umi. Kegalauannya sontak berubah menjadi ketakutan saat melihat apa yang terpampang nyata di depannya. "Umiii!!!" lolongnya. Aisyah segera menghambur ke tempat Umi berbaring, dengan sekuat tenaga Aisyah merampas bantal yang dipake untuk menutupi muka Umi. "Jangan ikut campur!!!" bentak orang itu. >>BERSAMBUNG>>
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN