"P—pak?" Akhirnya aku membuka suara setelah terdiam beberapa menit. "Bapak... masih sehat, 'kan?" tanyaku berhati-hati. "Bapak nggak ada penyakit kejiwaan, 'kan?" tanyaku melanjutkan. "Saya sehat sesehat-sehatnya, Alisha. Sangat sehat malah," jawab Pak Dewa. Oh baguslah, kalau memang pria itu baik-baik saja. Tapi kenapa tadi ia mengajakku untuk menikah kalau memang kejiwaannya sangat sehat seperti ucapannya? Untung saja jantungku nggak pindah ke perut karena kalimat absurd-nya tadi. "Kamu yang buat saya gila," gumam Pak Dewa tiba-tiba dengan volume suara kecil seperti lirihan balita, tapi aku masih bisa mendengarnya dengan jelas karena nggak ada suara apapun di dalam mobil ini, bahkan radio juga nggak diputar. "Apa? Coba Bapak tolong ulangi sekali lagi yang baru Bapak bilang tadi," pin