Aqnes mengerang begitu merasakan kepalanya begitu sakit seperti di pukuli, cewek itu bangun dari tidurnya sambil memegang kepalanya yang masih berdenyut sakit. Namun Aqnes memaksa untuk bangkit, dengan terhuyung-huyung Aqnes berjalan menuju kamar mandi. Kepalanya benar-benar sakit, perutnya bergejolak hebat. Aqnes yang tidak tahan lagi seketika memuntahkan yang mengganjal di dalam perutnya.
Sial
Baru kali ini ia mabuk dan sakit kepala seperti ini, sebelumnya dia tidak pernah sampai muntah separah ini. Dia benar-benar lupa kemarin malam meminum apa, karena minuman yang selalu di pesannya tidak akan menimbulkan kekacauan.
Aqnes muntah dengan begitu hebatnya, ia mengerang begitu perutnya masih merasa mual, ia benar-benar lelah. Tiba-tiba saja lehernya ada yang memijat, ia tidak tahu itu tangan siapa namun bisa jadi ibunya. Dia tidak siap untuk diceramahi sekarang dengan keadaan dirinya yang kacau, dia perlu waktu. Tapi tangan yang berada di lehernya terasa kasar, apa mungkin ibunya selama ini bekerja berat sehingga tangannya menjadi keras. Tapi itu tidak mungkin, ibunya selalu mementingkan penampilannya dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Setelah perutnya sudah baikkan, Aqnes mendesah lega. Tangan yang memijit lehernya sudah tidak ada, di gantikan dengan handuk kecil yang mengusapi wajah dan keningnya. Aqnes tiba-tiba tersadar akan sesuatu yang aneh dengan kamar mandinya. Ia seperti tidak mengenali kamar mandi ini, belum sempat ia berbicara. Tubuhnya tiba-tiba di paksa berjalan kearah tempat tidur, dan lagi-lagi ia merasakan kebingungan dengan tempat tidurnya berwarna hitam. Apa jangan-jangan ia masih mimpi? Tapi tidak mungkin ia bisa merasakan mual yang separah itu.
Tunggu, ini bukan kamarnya. Ia ingat betul kamarnya seperti apa, kamar ini begitu maskulin. Tidak mungkin dalam sehari ibunya mengganti semua yang berada di kamarnya. Lalu kalau ini bukan kamarnya, lantas ini kamar siapa.
"Ekhem, pembantu gue udah siapin sup buat lo makan. Mending sekarang kita turun buat sarapan sebelum supnya dingin."
Suara itu, ia seperti mengenalinya. Aqnes seketika berbalik matanya melotot begitu melihat seringai Kelvin. Cowok itu tersenyum geli melihat keterkejutan di wajah Aqnes, pandangan matanya kini menatap tubuh Aqnes dari atas hingga ke bawah. Kelvin kemudian bersiul melihat pakaian Aqnes yang begitu seksi menurutnya.
"Ngapain lo di sini!" Bentak Aqnes begitu melihat Kelvin yang memandangi tubuhnya.
"Ini kamar gue, wajar dong gue di sini." Balasnya sambil menyeringai, pandangan matanya tetap terfokus kepada paha Aqnes. Well cewek itu hanya mengenakan kausnya, tolong garis bawahi.
"Elo jangan ngarang, mana mungkin ini kamar lo." Kali ini Kelvin tersenyum, senyum yang menggelikan di mata Aqnes.
"Kalo lo nggak percaya, lo bisa cek semua isi kamar gue." Aqnes terdiam kemudian matanya meneliti setiap inci ruangan kamar tersebut. Dan benar saja, ini bukan kamarnya. Pantas saja ia begitu asing dengan barang-barang yang berada di sini.
"Terus kenapa gue bisa ada di sini. Elo culik gue?" Tanyanya dengan mata memicing, Kelvin seketika tergelak mendengar tuduhan Aqnes.
"Ck, gue bukan culik lo. Gue cuman nolongin elo."
"Nolongin gue tapi malah bawa ke sini. Kalau bukan culik apa namanya!" Keukeuh Aqnes, Kelvin menggelengkan kepalanya begitu mengetahui cewek di depannya itu begitu keras kepala.
"Terserah, ayo turun. Sebelum gue ngelakuin permainan seperti kemarin."
"Permainan? Maksud lo?" Kelvin mendengus tidak sabar, cowok itu menarik tangan Aqnes agar mengikutinya berjalan. Aqnes mau tak mau mengikuti langkah Kelvin, ia harus mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya tadi malam.
Kelvin mendudukannya di kursi makan, Aqnes mendengus melihat juniornya itu begitu bossy.
"Makan dulu soupnya, habis itu elo boleh makan makanan yang lain." Ujar Kelvin sambil melirik makanan yang tersaji di atas meja.
Aqnes tidak membalas ucapan Kelvin, cewek itu memakan soupnya dengan perlahan. Ia harus menyesuaikan lidahnya, bisa saja kan Kelvin menaruh sesuatu pada soupnya? Seperti obat tidur, atau obat perangsang misalnya. Maka dari itulah ia harus mencobanya, lebih baik mencegah dari pada mengobati bukan?
Aqnes diam-diam melirik Kelvin yang sedang memperhatikannya dari tadi, cowok itu bukannya memakan sarapannya malah terus-terusan memandangnya. Pandangan Kelvin begitu berbeda, seperti pandangan err entahlah.
"Ngapain sih, lo. Ngeliatin gue mulu." Sembur Aqnes yang risi dipandangi seperti itu.
"Gue lagi pikir, ukuran d**a lo berapa yah?" Jawaban polos Kelvin membuat Aqnes menyemburkan minumannya, cewek itu seketika tersedak lalu terbatuk-batuk sambil memegangi dadanya. Matanya melotot tajam begitu melihat Kelvin yang berada di sebrang meja sedang menertawakannya.
"Dasar sinting!"
"Habis gue heran, baju gue yang di pake sama lo nggak mengurangi ke seksian tubuh lo." Balasnya lagi dengan seringainya, Aqnes memandang tubuhnya yang berbalut kaus kebesaran milik Kelvin tanpa celana yang menutupi paha putihnya. Meskipun dirinya hanya memakai dalaman saja di balik kaus yang dipakainya. Kaus berwarna hitam itu begitu kebesaran ditubuh putihnya, sehingga hanya bisa menutupi setengah pahanya saja. Pantas saja harum kaus yang dipakainya itu begitu berbeda dengan harum parfume miliknya.
Kenapa ia tidak menyadarinya.
"Terus siapa yang gantiin baju ke badan gue?" Tanya Aqnes dingin, namun berbeda dengan hatinya, ia merasa waswas.
"Gue." Mata Aqnes sukses melotot, wajahnya seketika memerah, ia benar-benar ingin menghilang dan tidak ingin bertemu dengan Kelvin. Cowok itu pasti memanfaatkan keadaanya, jangan-jangan cowok itu tadi malam menyentuhnya. Tapi itu tidak mungkin, buktinya ia tidak merasakan sakit atau pun pegal-pegal pada badannya.
"Elo kalau mabuk, makin seksi yah, Ness. Tanpa gue suruh buka baju pun, elo buka baju sendiri," Aqnes tidak menjawab perkataan Kelvin, dia malah semakin menundukkan wajahnya pada meja. Dia benar-benar malu, wajahnya dipastikan sudah seperti kepiting rebus.
"Habis gitu elo nggak sebaran lagi, baju gue aja elo yang bukain." Kali ini Aqnes mengangkat wajahnya memandang Kelvin dengan tatapan membunuh.
"Bohong! Elo pasti bohong, gue nggak mungkin ngebuka baju lo dengan paksa!"
Kelvin menyeringai melihat Aqnes yang seperti ingin memakannya.
"Gue nggak bohong Aqnes sayang, apa elo perlu bukti?" Tanpa membalas perkataan Aqnes, kelvin membuka kausnya dari atas, Aqnes seketika menahan napasnya begitu melihat tubuh Kelvin yang err begitu seksi dan itu tentu saja menyegarkan matanya.
Apa gue udah pernah bilang? Kalau gue pecinta perut sixpack atau eighpack? Dan Kelvin termasuk kategori sickpack.
Matanya seketika menutup begitu melihat beberapa tanda merah keunguan yang berada di tulang selangka, dan d**a bidang Kelvin bahkan tanda itu ada dipinggang Kelvin ketika cowok itu berdiri.
Gezz
Dia sudah sinting sepertinya menandai tubuh cowok itu, sakit kepala yang dirasanya tadi sudah menghilang kini kembali terasa. Benar-benar sial, ia ingin menangis rasanya. Kelvin yang berdiri di seberang meja semakin menyeringai melihat Aqnes seperti ingin menangis.
"Tenang aja, elo nggak perlu khawatir. Gue juga kasih tanda begini di tubuh lo, jadi kita impas." Balasnya sambil memandang tubuhnya yang dipenuhi beberapa tanda kepemilikan oleh Aqnes. Belum sempat rasa kagetnya kini ia kembali kaget akan ucapan Kelvin.
"Ma... maksud lo?" Kelvin bukannya menjawab malah menyeringai.
Cukup
Dia ingin segera pergi dari sini dan tidak ingin bertemu lagi dengan cowok di depannya itu. Kalau bisa ia minta orang tuanya untuk pindah sekolah dan membawa kedua sahabatnya itu juga pindah. Dengan sisa-sisa keberanian yang dimilikinya, Aqnes memandang Kelvin dengan nelangsa.
"Elo bercanda kan? Elo nggak mungkin sentuh tubuh gue!"
"Lo pikir, berduaan di dalam kamar dengan keadaan mabuk, dengan elo yang selalu nyosor bibir gue terus. Menurut lo gue nggak sentuh lo? Dalam keadaan elo setengah telanjang?" Tanya Kelvin dengan mengangkat alisnya tinggi.
Double sial...
Aqnes sudah tidak tahanlagi, ia ingin segera kembali ke rumahnya, tanpa ingin membahas lebih lanjut tentang kejadian semalam. Aqnes segera bangkit berdiri tanpa permisi cewek itu berlari menuju rumahnya, meninggalkan Kelvin yang terdiam namun tertawa seketika menyadari tindakan konyol Aqnes.
***
Aqnes baru saja selesai mandi, cewek itu mengenakan pakaian casual dengan atasan berwarna pink dan bawahan berwarna biru. Juniornya itu benar-benar sinting telah menandainya di bagian perut dan tulang selangka di bagian kanan, rasanya kepalanya ingin meledak begitu menyadari ia telah tidur dengan Kelvin. Tapi hatinya masih merasakan perasaan yang mengganjal, kenapa tubuhnya biasa-biasa saja tidak sensitif ataupun nyeri. Cowok itu pasti telah menipunya, tapi tanda ditubuhnya mengatakan yang sebenaranya. Ah, dia menjadi nelangsa.
Aqnes membuka tirai rumahnya, matanya seketika membelalak begitu melihat Kelvin yang sudah segar, sepertinya cowok itu baru selesai mandi.
Sial..
Bayangan perut Kelvin yang menggoda tangannya untuk di sentuh begitu menari-nari di kepalanya. Cowok itu berjalan menuju rumahnya membuat Aqnes seketika panik, tanpa membuang waktu lagi ia berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya. Ia tidak ingin melihat Kelvin lagi, ia belum siap bertemu cowok itu. Bukan berarti ia akan diam saja, tidak membalas perbuatan cowok itu, ia akan membalasnya pasti tapi tidak sekarang. Dan sekarang yang dia harus pikirkan adalah menghindari Kelvin baik di sekolah maupun di rumah.
-
-
-
-
Tobecontinue