Aqnes menempelkan plester bergambar hati pada lututnya yang berdarah, gara-gara juniornya yang nyolot tadi ia harus mampir dulu ke ruang PMR. Tapi tidak apa, ia jadi bisa bolos jam pertama pelajaran Kimia. Lagi pula ia malas harus mendengarkan ucapan dingin guru killer itu. Andai saja Gadis atau Andara mau menemaninya di UKS, mungkin ia tidak akan kesepian di sini.
Apa ia chat Aidan saja ya, kan lumayan dia jadi bisa menghilangkan rasa bosannya. Dengan senyum terbit di bibir seksinya, Aqnes mewujudkan ucapannya.
Hai kak, lagi apa nih?
Ia tersenyum begitu pesannya telah terkirim, sekarang tinggal menunggu balasan dari Aidan. Semoga saja cowok itu tidak sibuk, jadi cowok itu bisa membalas pesannya. Namun ternyata sampai sepuluh menit lamanya ia menunggu, Aidan tidak membalas pesannya, membuat Aqnes kecewa dibuatnya.
Cewek itu melirik jam dinding yang menggantung di dekat pintu, pelajaran Kimia tinggal dua puluh menit lagi. Mau tak mau ia harus masuk sekarang. Kalau tidak, Adrian akan mengomelinya habis-habisan. Bener-bener nyebelin tuh guru, Aqnes menggerutu dalam hati. Ia lalu turun dari ranjang dan merapikan seragamnya yang sedikit kusut. Setelah penampilannya sedikit oke, ia lalu berjalan keluar sambil membuka ponselnya, mengecek kalau-kalau Aidan sudah membalas pesan yang ia kirim tadi.
Aqnes yang asyik dengan ponselnya tidak menyadari kalau di depannya itu ada seseorang yang berjalan ke arahnya dengan menenteng minuman. Tanpa bisa dihindari lagi--- karena cowok itu juga tidak memperhatikan jalannya--- keduamya bertabrakan dengan keras sehingga minuman yang di bawa cowok itujatuh dan membasahi seragam mereka berdua.
Aqnes langsung memekik kaget, begitupun juga cowok yang telah ditabraknya yang ternyata juniornya yang songong. Kelvin!
"Elo!" Kelvin menggeram kesal. Wajahnya bahkan sudah memerah menahan marah.
Ekspresi kaget Aqnes langsung berubah menjadi kesal. “Elo lagi, elo lagi! Mata lo di taro di mana sih?! Liat? Seragam gue basah!”
"Eh, kok elo nyolot sih. Harusnya gue yang nanya kayak gitu. Makanya kalo jalan mata tuh ke depan, bukan pelototin hp mulu!" Serunya kesal.
"Lo tuh yang nyolot, masih junior juga." Kelvin yang enggan untuk ribut dengan cewek di hadapannya itu kemudian pergi begitu saja meninggalkan Aqnes yang memandangnya tidak percaya. Dengan mengentak-entakkan kakinya kesal, Aqnes kembali melanjutkan langkahnya sambil merutuki cowok itu karena membasahi seragamnya.
***
Perkataan Adrian tentang kelas tiga yang akan berganti jam sekolah yang asalnya pagi menjadi siang hari membuat mereka semua protes. Bagaimana mungkin mereka belajar di siang hari, untuk berangkat saja mereka malas apa lagi ini untuk belajar. Lagi pula, kenapa harus anak kelas tiga yang mengalah, bukan para juniornya saja. Dan kepala sekolahnya itu aneh-aneh saja, kenapa harus memakai ruangan kelas tiga untuk kepentingan pribadi mereka. Benar-benar mereka tidak mengerti.
"Nggak bisa gitu dong, Pak. Kita udah terbiasa bangun pagi, Pak. Masa sekarang harus bangun siang. Nggak asyik ah, Pak." Sahut Niko keras, agar di dengar oleh teman-teman sekelasnya.
"Kamu ini, sekolah pagi aja masih kesiangan. Sekarang malah protes nggak mau sekolah siang.Seharusnya itu keuntungan buat kalian yang sering kesiangan." Desis Adrian dingin sambil memandang Andara cs.
"Sudah lah, tidak usah banyak protes. Sekolah saja yang benar." Sahut Adrian lagi sebelum pamit meninggalkan kelas Andara.
Setelah Adrian pergi dari kelasnya, kini mereka semua heboh dengan komentar-komentar tentang jadwal sekolahnya.
"Jadi gimana nih, gue males sekolah siang." Sahut Sam yang diangguki ketiga temannya.
"Demo aja, gimana?" Seru Andara tiba-tiba. Kini mereka semua memandang Andara dengan pandangan bingung. Pasalnya Sam cs kini mengerumuni bangku Andara, Aqnes pun ikut-ikutan.
"Maksud lo, Ann? Demo-demo yang bawa spanduk gitu?" Balas Niko yang langsung saja dapat gelengan dari Andara.
"Terus demonya gimana dong?" Tanya Aqnes bingung.
"Sini gue bisikin." Sahut Andara dengan senyum penuh arti.
"Wah gilak, ide lo Ann." Seru Aqnes setelah mendengar ide dari sahabatnya itu.
"Jadi, besok nih kita lakuinnya?" Tanya Niko memandang teman-temannya.
"Tapi elo setuju kan?" Tanya Aqnes memastikan, ia tidak mau kalau cuman sahabat-sahabatnya saja yang ikut berpartisipasi. Ia ingin seluruh teman-teman kelas tiga juga mengikuti aksinya.
"Setuju lah, kalau gitu. Gue kasih tahu teman-teman gue di kelas lain soal ini." Ujar Sam yang di angguki teman-temannya yang lain.
"Gue jadi nggak sabar." Seru Aqnes menyeringai, membayangkan apa yang akan terjadi besok pagi. Sam cs kemudian kembali menuju bangkunya masing-masing, karena Bu Tiwi telah berada di kelas. Sisa hari itu di penuhi oleh komentar-komentar mengenai rencana yang akan di lakukan saat demo besok hari.
***
Sesuai dengan ide Andara kemarin, kini mereka semua sudah berkumpul di depan kelas. Tidak seperti biasanya, karena mereka semua selalu diam di dalam kelas menunggu guru yang akan mengajar. Tapi tidak dengan hari ini, baik kelas Aqnes maupun kelas 3 lainnya berdiam di luar kelas sambil mengobrol.
"Tinggal lima menit lagi." Seru Sam begitu melihat jam di pergelangan tangannya.
"Mau sekarang aja?" Tanya Aqnes yang bosan. Cewek itu benar-benar bosan bukan main, hampir satu jam mereka semua menunggu di luar kelas masing-masing. Tidak melakukan apa-apa.
"Tunggu, bentar lagi kok." Balas Andara. Cewek itu kemudian tersenyum miring melihat Kiandra yang sedang berjalan ke arahnya. Andara kemudian memandang semua teman-temannya lalu mengedipkan sebelah matanya. Mereka semua seketika mengerti arti kedipan Andara. Begitu Kiandra akan memasuki kelas, seketika mereka semua berdiri kemudian berjalan sambil mengucapkan salam. Mata Kiandra membelalak begitu melihat murid-muridnya pergi begitu saja meninggalkannya. Kiandra lalu berjalan memasuki kelas. Wanita itu mengembuskan napasnya berat begitu melihat murid yang tersisa di dalam kelas hanya lima orang. Benar-benar sulit di percaya, tanpa membuang waktu Kiandra kembali ke luar kelas untuk menghentikan murid-muridnya.
Namun sepertinya percuma jika dirinya berteriak menyuruh anak didiknya itu untuk kembali ke kelas. Karena yang di dapatinya, murid-muridnya itu bersikap cuek bahkan tidak peduli, kalau pita suaranya yang katanya merdu itu bakalan pecah. Karena aksi teriak-teriaknya itu tidak mendapat respon apa pun dari semua muridnya. Dengan dongkol, Kiandra kembali ke kelas Aqnes untuk mengajar. Meskipun muridnya kini hanya berjumlah lima orang dari tiga puluh orang per kelasnya.
Hampir seminggu sudah Aqnes beserta teman-teman kelas 3 lainnya mogok untuk sekolah. Well, jadi yang di maksud demo di sekolah itu yah, seperti ini. Andara mengusulkan untuk setiap hari datang ke sekolah satu jam sebelum bel sekolah berbunyi. Dan ketika guru akan masuk untuk mengajar, mereka semua pamit untuk pulang. Dan untungnya saja, Pak Adrian, guru killenya itu sedang mengikuti seminar. Mereka tidak bisa membayangkan jika Adrian mengajar, maka bisa habis sudah mereka di marahi Adrian. Dan untungnya juga, kepala sekolahnya juga sedang dinas ke luar kota. Maka dari itu lah mereka yang mengikuti kegilaan Andara cs merasa tenang-tenang saja.
Dan tepat hari ini adalah pelajaran Adrian. Mereka berpikir kalau Adrian tidak akan masuk, tapi ternyata dugaan mereka salah. Pria dingin itu berjalan ke arah mereka dengan wajah yang begitu kaku. Membuat Aqnes dan teman-teman sekelasnya menelan ludahnya dengan berat.
"Kenapa kalian masih saja diam di luar? Ayo cepat masuk." Seru Adrian tegas. Aqnes lalu melirik Andara, sahabatnya itu malah senyum-senyum tidak jelas memandang Adrian. Dengan keras Aqnes mencubit tangan sahabatnya itu, membuat cewek itu tersadar.
"Eh, Bapak. Saya pikir Bapak belum pulang." Tanya Andara dengan senyum menggoda, membuat Aqnes yang berada di sampingnya serasa ingin menjedotkan kepala Andara pada dinding di samping kelasnya.
"Masuk Andara, kita akan mengadakan kuis."
"Hah." Seru teman-teman sekelas Aqnes.
"Yang bener aja, Pak. Kenapa dadakan?" Seru Aqnes mewakili teman-temannya yang lain, mereka benar-benar tidak terima tentang keputusan sepihak Adrian.
"Ck, kalian ini. Suka-suka saya lah, saya gurunya di sini, bukan kalian." Desisnya dingin kemudian masuk ke dalam kelas. Aqnes menelan ludahnya berat. Sial, perkataan gurunya itu benar-benar menyebalkan. Ia semakin tidak menyukai guru killer tersebut.
"Gimana nih?” Tanya Aqnes memandang Andara dan teman sekelasnya.
"Masuk lah." Desis Andara
"Kok masuk sih. Jangan gara-gara tuh guru nongol lu mau masuk kelas, Ann." Desis Aqnes sebal. Temannya itu mendecak, lalu memutar badannya jadi menghadap ke arahnya.
"Elo nggak denger apa, Pak Adrian ngadain kuis. Gue sih nggak masalah kalau kita bolos lagi kayak kemarin, otak gue di atas rata-rata kalian, tapi lo pikir dong Ness, kalau lo pada bolos lagi, taruhannya tuh nilai lo semua." Perkataan Andara yang sombong dan sinis itu membuat teman-temannya akhirnya menyetujui perkataannya. Termasuk Aqnes sendiri yang memang lemah dalam pelajaran Kimia. Meskipun sebal dengan ucapan Andara, tapi ucapan Andara memang ada benarnya juga. Mau tidak mau mereka semua kembali ke kelas dengan wajah ditekuk.
Adrian yang melihat murid-muridnya itu masuk ke dalam kelas dengan wajah bete, hanya bisa memandangnya datar.
"Saya tahu tentang kelakuan kalian selama seminggu ini, saya tunggu sepulang sekolah dalang dari masalah ini." Sahut Adrian dengan mata yang memandang Andara intes, pria itu lalu membagikan selebaran kertas yang berisi soal-soal Kimia. Membuat teman-teman Andara mengeluh.
***
"Oii, rok lo tuh." Seru Kelvin begitu melewati Aqnes sambil menunjuk rok bagian belakangnya. Pasalnya kini mereka sedang berada di kantin, Aqnes kebetulan sedang memesan soto ayam saat Kelvin berjalan melewatinya. Cewek itu seketika menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat roknya yang ternyata tidak apa-apa. Aqnes memandang Kelvin dengan tatapan kesal karena telah mengerjainya.
"Sial, lo sengaja ngerjain gue!” Kelvin yang mendengar nada kesal dari ucapan Aqnes, membuat cowok itu malah menyeringai.
"Emang gue bilang apa? Gue cuman bilang rok elo doang kan? Bukan berarti rok elo ada apa-apanya." Sahutnya santai masih dengan seringainya. Ingin sekali Aqnes meninju cowok di hadapannya itu, namun sebelum ia melakukan aksinya, Adrian tengah berjalan ke arahnya memandangnya dengan tatapan datar.
Awas lo, yah." Desis Aqnes pelan namun masih bisa di dengar oleh Kelvin. Cowok itu mengangguk, menjawab tantangan Aqnes sambil terus menampilkan seringainya.
***