05 | Bertemu Lagi

2068 Kata
Retha melangkah di koridor lantai dua sendirian. Tadinya, dia memang berniat menuju gerbang depan seusai rapat, tapi mendadak dia berbalik lagi ke kelas karena kaos olahraganya ketinggalan, sekalian nge-charger ponselnya yang sempat mati tadi di dalam kelas. Kali ini, cewek berpipi bulat itu mendongak, menatap langit mendung. Angin berhembus kencang seakan memberi pertanda akan turunnya hujan, membuatnya tanpa sadar mendecak sambil memasukkan tangan kirinya ke saku jaketnya—merasa kedinginan. Sementara tangan kanannya, sibuk merapikan poni ratanya yang agak semrawut, terkena hembusan angin. Lalu, dia melirik ke bawah. Lebih tepatnya koridor lantai satu yang sudah sepi. Tidak aneh lagi sebenarnya, mengingat sekarang, jam tangannya sudah menunjuk ke angka enam sore, kurang lima belas menit. Dan dia, mungkin satu-satunya siswi yang paling rajin di sekolah, karena hampir malam begini, masih berada di sekolah. Retha kemudian merogoh ponselnya dari dalam saku jaketnya. Berniat menghubungi temannya atau mungkin sopirnya yang barangkali sudah ada di rumah. Tapi, tidak mungkin juga sih, mengingat mama dan papanya sering pulang larut malam. Sedangkan Arthaka Naoki Masayoshi—kakak laki-lakinya yang berselisih tiga tahun darinya, tentu tidak bisa menjemput. Karena sejak kemarin lusa, cowok itu tidak ada di rumah, karena ada acara kampus di kota Malang. Gadis itu mendengus, berniat menghubungi Acheris temannya dari 11 IPS 2—yang rumahnya memang paling dekat dengan sekolah, namun justru tersentak ketika hujan tiba-tiba saja hujan turun dengan deras tanpa gerimis, membuat gadis yang baru akan menuruni tangga menuju lantai satu, tanpa sadar menarik ke-dua sudut bibirnya ke bawah dengan lesuh. Retha mengembungkan pipinya, merasa sudah badmood tidak karuan. Dia memilih untuk duduk di salah satu anak tangga. Tidak sama sekali memperdulikan rasa takut akibat sekolah sudah sepi. Retha : Iyiiisss : ((( Acheris : OY OY WUSSUP??? Retha : Lo dimana? Acheris : Di rumah Savita, sama Tarisa juga. Retha : Lah?? : ((( Acheris : Kenapa? : ((( Retha : Ngapain ke rumah Savita? Acheris : Ngerjain tugas dari pak Mandarko. Retha : Aelah. Ya udah deh. Acheris : Dih, gak jelas lo. Ngapa nyet, chat princess?? Retha : Idih. Mual gue Acheris : Ihh, suka gitu ah sama teman satu kandang : ))) Retha : EW JIJIQ Acheris : Hehehe, jadi malu. Retha : Sedih gue punya temen semuanya tempe : ((( Acheris : Bukan aku kan? Tapi Savita? :)) Retha : Serah. Acheris : Ada apa? Lo ada perlu sama gue? Oh, atau mau nanyain gosip baru di Cendra? Belum ada Tha. Terakhir berita si Vero sama Billy yang katanya homoan. Tapi Cuma HOAX ternyata :( Retha : Ya elo, anaknya bu Anggia di gosipin. Karma tau rasa!! Retha : Btw, lo masih lama di rumah Vita? Jemput gue dong! Acheris : Lah, dimana? Tumben Tha? Biasanya sama sopir mulu? Retha : Di sekolah : ( Acheris : WANJERRRR!! JAM SEGINI DAN LO MASIH DI SEKOLAH??? Retha : B AJA KALI. NGAPA LO YANG AKTIF??? Acheris : Gue masih lama elah. Ini aja baru nyampe. Lo sih, nggak dari tadi ngomongnya. Acheris : Btw, udah sepi banget emang? Suruh siapa gitu kek, nganterin. Retha : Udah sepi. Mana ujan juga :"")) Acheris : Gue chat Bobby ya, biar jemput elo. Acheris : EH THA!! Gue dapet info nih dari Savita, katanya si Karrel masih di sekolah. Azka yang bilang. Anaknya lagi chattan soalnya. Retha : Anjir :"""")))) Acheris : Minta anterin Karrel aja. Rumah lo kan searah sama dia. Retha : NGGAK MAU Acheris : Ihh, gapapa kali. Sekalian PDKT. Kali aja jodoh lo berdua. Retha mengumpat sebal, sambil menghela nafasnya panjang karena Acheris bisa-bisanya menyuruh dia menebeng Karrel, padahal meraka saja tidak akrab. Dia kemudian menaruh kembali ponselnya di dalam saku, untuk menghemat baterai. Sepertinya, dia memang harus menunggu hujan reda, supaya bisa memesan ojek online. Karena hujan-hujan begini, mana ada yang mau terima orderan. Gadis itu terlihat mendecak kecil sambil menopang dagu dengan tangan yang menumpu di atas lutut. Entah kenapa, tiba-tiba jadi kepikiran si premannya Cendrawasih itu. Lumayan, sih. Tapi sayangnya, cowok itu punya tingkat percaya diri yang tinggi, dan smooth sekali. Seperti punya titisan buaya di dalam tubuhnya alias playboy. Walau kata Rika, cowok itu malah jadi sadboy sekarang gara-gara nyepik queen bee-nya SMA Dharma Wijaya, padahal cewek itu sudah punya pawang. Sudah pasti dia di tolak mentah-mentah. Mana kata Rika, cewek yang namanya Denta itu galak banget, dan di gadang-gadang sebagai macannya Dharma Wijaya. Itu info di dapat Rika dari Vian—teman Karrel. Tapi, sekalipun begitu, Karrel tak mau menyerah. Retha jadi melengos, "Itu sih, emang dasar si Karrel-nya aja yang nggak tau diri. Udah tau Denta itu galak banget kayak macan, masih aja di gangguin," katanya jadi ngomel-ngomel. Lalu terdengar suara bersin seseorang dari bawah tangga, membuat Retha tersentak. Gadis cantik berponi rata itu mengeryit. Sedikit melongokkan kepalanya ke kanan untuk melihat ke bawah. Dan tak lama, Retha jadi melebarkan mata melihat bayangan seseorang di sana. Cewek itu jadi bergidik, entah mengapa tiba-tiba merinding, kepikiran mbak Mawar, hantu pohon beringin belakang sekolah. Masih dengan raut wajah yang memucat, mulut ternganga dan tubuh yang sudah bergetar tidak karuan karena ketakutan, Retha mulai berdiri dari duduknya. Tangannya bergerak mencengkram pinggiran tangga yang terbuat dari besi, lalu melongokkan setengah tubuhnya sampai membuat perutnya bersentuhan dengan besi, supaya bisa melihat ke bawah. Namun, bayangan tentang wajah seram mbak Mawar seketika ambyar, ketika dia justru melihat asap samar. KEMENYAN??? Dengan hati-hati, dia mengintip. Membuat cowok yang sedang berjongkok sendirian sambil menikmati rokok dan bermain ponsel, langsung mendongak kaget. "WOAAAAAAAAAAA SETAAANNN!!!" Karrel menjerit spontan. Dia hampir saja pingsan, ketika melihat cewek berambut panjang tau-tau sudah ada di atasnya, tapi wajahnya tidak terlalu kelihatan karena minimnya cahaya. "HEH KENAPA???" teriak Retha ikutan histeris juga, sambil menoleh kanan kiri. Kali aja Karrel melihat hantu di belakangnya, "MANA SETANNYAAAAA??" Keduanya sama-sama terkejut. Melebarkan mata satu sama lain saat tatapan mereka bertemu. Karrel spontan saja mendelik, saat sadar gadis itu adalah Retha, "Ck, elo setannya!” amuknya sambil melotot, melihat Retha yang tanpa dosa malah celingukan melihat ke belakang, mencari sesuatu. "Ehh? Gue?" Retha mendelik, dengan wajah cengo, yang kemudian tersadar di katai setan oleh Karrel. Cewek itu langsung memasang raut wajah sangar, "Sembarangan banget lo ya, ngatain gue setan," omelnya sambil melotot kecil, yang kemudian menuruni tangga menghampiri Karrel. "Ngapain lo masih di sini?" tanya Karrel jutek, sambil menghisap kembali rokoknya. " Berandal sih berandal Rel, tapi tau tempat juga. Masa rokok di sekolah?” katanya mengomeli. Karrel melengos, "Ini udah mau malem kali. Nggak bakalan ada yang lihat," balasnya membantah. "Gue buktinya lihat lo nyebat sekarang," sahutnya tak mau kalah. "Selain elo," balas Karrel sambil menonyor pelan jidat Retha, membuat cewek itu mendecak. Retha menepis tangan Karrel dari jidatnya, "Paan, sih?” dengusnya malas. “Lucu lo!” cibir Karrel. Retha mengangkat alis, “Cowok aneh.” "Kenapa lihatin terus? Naksir? Lo bukan tipe gue," sahut Karrel tanpa dosa. "Lo juga bukan tipe gue. Lagian tipe lo kan yang galak-galak gemes. Ya kan?" seru Retha seakan mengingatkan Karrel pada Denta—cewek yang lagi di incarnya. Cowok itu menoleh, lalu mengangkat sebelah alisnya tinggi, "Siapa anjir?" "Denta kan? Primadonanya Dharma Wijaya?" serunya dengan tenang. "Lo kenal Denta??" Karrel melebarkan matanya kaget. Retha menggeleng, "Enggak sih. Tapi Rika yang cerita kemarin," sahutnya. "Ck, emang ember tuh anak," dumelnya penuh dendam. Retha jadi menoleh sepenuhnya pada Karrel, "Eh, bukannya lo udah tau ya, kalau Denta pacarnya Gasta? Dia tuh bosgeng-nya Dharma kan ya??" katanya mulai bergosip. Karrel mengumpat kasar, “Nggak usah di ingetin juga!” "Denta tuh, pinter juga sih," gumam Retha membuat Karrel menoleh. "Hah, apanya?" Karrel mengeryit. "Ya iya pinter, dia nolak lo, karena dia tuh tau, jadi pacar lo adalah tugas yang sangat berbahaya," balas Retha, membuat Karrel jadi ngumpat. "Lo kira gue bandar n*****a, sampe jadi cewek gue aja bahaya?" semprot cowok itu. "Santai euy, santai! Nge-gas mulu deh heran," kata Retha mencibir. "Lo punya masalah hidup apa sih? Kayak dendam gitu sama gue?" kata Karrel jadi memprotes. "Gue santai kali," balas Retha tidak terlalu peduli. Sementara Karrel jadi memicingkan mata melihat Retha, membuat cewek itu menoleh, mengerjap-ngerjap pelan begitu saja. “Kenapa?” “Elo naksir gue, ya?” tuduh Karrel. "Nggak usah halu lo!!" katanya jadi emosi begitu saja, “Mending gue naksir Gasta.” Karrel mendengus, “Gue lebih ganteng, daripada Gasta," balasnya percaya diri. Retha menoleh sinis, yang kemudian ikutan merekah juga, mengingat wajah seseorang. "Iya sih, emang ganteng banget," pekik Retha jadi riang, membuat Karrel mendelik. Retha segera menoleh, "Bukan buat elo, tapi Gasta," katanya menjelaskan. Karrel mendecih, "Dah, sana lo! Ngapain masih di sini? Bikin gue makin stres aja," katanya sambil mengibaskan tangan, membuat Retha jadi menahan kesal. Cewek itu memanyunkan bibir, memeluk lututnya dengan wajah sok kalem. "Lo sendiri, nggak balik? Udah agak reda nih hujannya?" tanya Retha. Karrel mengangguk yang kemudian berdiri, "Nih, mau balik. Duluan ya!" katanya kemudian melangkah. Hal itu membuat Retha ternganga, dan segera berlari menyusul cowok itu. "REL, BENTAR DEH!!" "Apaan?" Cowok itu menoleh, dan jadi berhenti. Sambil melepas jaketnya, untuk melindungi kepalanya nanti saat melewati lapangan, menuju lobby utama. "Lo langsung balik ke rumah?" tanya Retha yang sudah berdiri di depan cowok itu. "Iya." Retha memajukan bibirnya agak gugup, "Rumah lo tuh, masih satu perumahan sama Rika, di perumahan Griya Permata kan ya?" tanyanya lagi. "Hm, kenapa?" Retha tersenyum lebar, "Lewat perumahan Griya Asri dong??" "Iya." "Rumah gue, di sana tuh. Griya Asri blok G," katanya sambil nyengir. Walau dalam hati sudah berteriak penuh harap, 'YA ALLAH, DIA NGGAK PEKOK, KAN?’ "Terus?" tanya Karrel jutek. Retha menipiskan bibirnya dengan sebal, tapi berusaha untuk tetap tersenyum, "Nggak papa sih," pekiknya sambil tertawa palsu. Yang kemudian melengos keras dengan sebal, "Udahlah, gue balik sendiri aja," katanya bersungut, sambil melangkah cepat di koridor meninggalkan Karrel yang kini justru sibuk menahan tawa. Apalagi, melihat Retha terlihat kesal sambil menghentak-hentakkan kakinya di koridor, seolah dendam tak karuan, membuat Karrel jadi langsung berlari menyusulnya. "HEH, CEWEK JEPANG!!!" "APA???" "Buset, gallak!!" ceplos Karrel yang melihat Retha menoleh sengit. "Apaan sih?" tanya Retha langsung jutek lagi, kembali berjalan. "Iya-iya gue tebengin," kata Karrel yang langsung peka, membuat Retha langsung merekah begitu saja. "Sini!!" kata cowok itu dengan tangan kiri memegang jaket hitam di atas kepalanya, dan satu tangan kanan terulur ke arah Retha, membuat cewek itu bingung. "Apa? Minta duit bensin?" tanya Retha sambil mengeluarkan uang dari dalam saku seragamnya. "Ck, enggak b**o! Lo kira gue miskin apa?" tanyanya melotot, "Gandengan sini!" lanjutnya gemas, menarik Retha untuk mendekat. "Hah??" "Lo mau kehujanan emangnya? Masih gerimis ini," kata Karrel seolah bisa membaca wajah kebingungan Retha. "Ah? Oh." Retha mengulum bibir, berdehem kecil mencoba menguasai diri dan ekspresi wajah. "Cepetan, keburu deres lagi!" pekik Karrel sewotan, membuat Retha jadi merapat pada cowok itu. Di payungi jaket cowok itu, keduanya berlari kecil, menyusuri gerimis melewati lapangan outdoor. Tapi tetesan air makin ramai, membuat keduanya jadi semakin mempercepat lari, dengan tangan kanan Retha ikutan memegangi jaket hitam cowok itu--membentangkan, sementara tangan kirinya di genggam tangan kanan Karrel. "Sekolahnya, udah sepi banget ya kayaknya. Gerbang di kunci nggak ya?" tanya Karrel sambil menoleh. Retha tersentak. Mendongak sedikit menatap Karrel, membuat wajah keduanya jadi berjarak dekat sekali. "Heh, ngapa lo?" "Eh, hah?" "Lo bengong?" "Ah, enggak kok," balas Retha cepat. "Mikir jorok ya lo?" tebak Karrel menduga-duga, sambil menoleh sinis pada cewek di sebelahnya. "Apa sih, enggak!!" semburnya. "Selow aja kali," balas Karrel melotot. "Ya elo ngatain gue gitu," balas Retha tak mau kalah. Cewek itu memanyunkan bibir, memandangi Karrel dari samping yang kini malah terkekeh pelan. Cih, murah tertawa sekali cowok ini. Karrel jadi menoleh lagi, balas menatap cewek itu dengan alis terangkat tinggi. "Jangan naksir! Hati gue udah ada yang punya," kata Karrel membuat Retha mengeluarkan lidahnya enek. "Denta cemburu nggak ya, kalau gue mayungin cewek lain???" gumamnya dengan wajah drama. Retha jadi gatal ingin menjambak rambutnya. "Ya ngapain dia cemburu, kalau udah ada yang mayungin dia? Malah enak loh dia, dapet gratis peluk dari Gasta," seru Retha santai, membuat Karrel makin mendecak tak suka. "Lo tuh temen gue, dukung gue dikit kek!" katanya memprotes keras. "Dih, sejak kapan kita temenan?" tanya Retha. "Anjing," umpat Karrel, menoleh galak pada Retha, "Pulang jalan kaki aja sana, nggak usah nebeng gue!!" kata cowok itu sambil menghentikan langkah, membuat Retha mendelik. "Tega lo sama gue??" "Dih, bodo!" Hal itu membuat keduanya saling berpandangan di tengah hujan yang masih menjatuhi langit Ibu Kota. Menemani dua orang yang saling melayangkan tatapan sinis seolah ingin menerkam satu sama lain. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN