22 | Tragedi Malam Itu

2766 Kata
Keramaian club malam ini, sudah tak asing lagi di mata seorang Karrel. Musik menghentak nyaring, mengajak setiap orang yang ada di sana untuk menggoyangkan tubuh mereka. Bau alkohol dan nikotin sudah menyekat di setiap penjuru ruangan. Karrel menyandarkan tubuhnya pada sofa panjang--sambil menghisap sebatang rokok yang tinggal tersisa setengah. Tempat yang dia tempati terkesan lebih gelap, sementara pada lantai dansa sedikit lebih terang. Sesekali, Karrel terlihat mengangkat tangannya, tersenyum ramah pada beberapa pengunjung yang menyapa dia tak kalah ramah. Nyaris satu sampai dua kali dalam sepekan, dia akan datang kemari, bersama ke-lima anggota geng-nya, Levian. Sehingga tak aneh lagi, jika banyak yang mengenalnya. Karrel melepaskan rokok yang menyelip di ujung bibir. Tangannya kini sibuk menuang bir dari botol ke dalam gelas kaca, lalu meneguknya. "Nggak minum lo?" tanya Karrel pada Agam, sambil menggeser botol bir. Agam yang tadinya tengah asik joget di tempat--menikmati musik rap yang di bawakan DJ sexy jadi menoleh dan mencibir seketika. "Sorry brader, gue nggak minum," tolaknya dengan wajah songong. "Subhanallah," kata Karrel sok kagum berlebihan, sambil memegang sebelah dadanya--menirukan gaya Agam yang suka sekali bersikap sok alim. Agam lantas mengumpat, merasa kalau Karrel hanya meledeknya. Tapi tak peduli, dan kembali joget gila dari tempatnya duduk sekarang. "Coba dikit aja. Enak nih," kata Karrel dengan nada membujuk. Agam menoleh lagi. Memicingkan mata saat mengendus bau-bau bisikan setan nyata. "Apa?" tanya Karrel menaikkan dagu, saat melihat ekspresi Agam yang seolah ingin menantangnya. "Cih," Agam mendecih saja, "Lagian, apa enaknya sih? Pahit gitu njir." "Yang anggur enak kok Gam. Manis," kata Azka menyahut tanpa dosa. "Aku sih tetap NO," balasnya sambil tersenyum miring, "Kata mami gue, alkohol tuh nggak baik nyet buat kesehatan. Gue masih pengen sehat." "Halah," Karrel menanggapi jengah. "Udah lah Rel, minuman dia jas jus sama nutrisari, lo tawarin bir. Mana mau dia?" Acheris yang lagi duduk di samping Azka langsung menyelatuk. Malam ini, Karrel memang mengajak Savita, Tarisa dan juga Acheris untuk ikut bergabung bersama anak Levian, merayakan hari ulang tahunnya yang ke 17 tahun. Yah, tanggal 4 Desember memang hari kelahirannya. Tarisa dan Savita sedang di lantai dansa. Joget dengan sangat heboh, bersama Billy dan Vian. "Kayak lo nggak aja," kata Agam menyahut sarkas, melirik minuman jeruk di gelas depan Acheris. Acheris lantas nyengir. "Sok alim lo Gam. Alkohol kagak, rokok kagak, tawuran kagak," celoteh Tilo mencibir sewot. "Ya ketimbang elo pada, mabok mulu njir. Rusak otak lo entar," balas Agam tak terima. Azka mendelik, pun dengan Karrel dan Acheris. "Dah-dah, pulang sono! Lo mah nggak cocok ada di sini," kata Karrel sambil menuang bir ke dalam gelas lagi. Dia memang yang paling kuat minum di antara mereka semua. "Ya udah sini, biar nyoba gue. Pengen tau rasanya kayak apa," kata Agam yang akhirnya penasaran juga. "Nggak-nggak!!! Entar lo teler, gue sama anak-anak juga yang repot." Karrel langsung menahan, dan mengambil botol bir yang di pegang oleh Agam. Lagipula, dia hanya bercanda tadi. Di antara mereka, Agam yang tak pernah neko-neko. Azka mungkin cool dan lumayan pendiam, tapi masih mau menyentuh alkohol dan rokok. Beda sama Agam, yang cerewet tapi alim. Sementara itu, Agam mencuatkan bibirnya kecil. Kini hanya menonton saja, saat Karrel, Azka dan juga Tilo yang sudah minum bir dengan tenang, seakan cairan gelap itu adalah Pop ice yang di jual di kantin. "Ckck, baru dua gelas udah teler aja lo Til," cibir Azka pada cowok yang kini sudah menempelkan kepala di meja. Mulai mengigau tidak jelas. "Nggak usah deket-deket sama gue njing!" kata Karrel mendorong Tilo agar menjauh darinya, "Awas ya lo kalau muntahin gue lagi!" ancamnya karena trauma pernah di muntahin. "Iye-iye," balas Tilo menyahut pelan, menggumam-gumam tak jelas sambil bergerak-gerak kecil, efek mabok. "Mending, lo turun deh Gam!" suruh Acheris tak tahan juga, "Sono, bareng sama Savita sama lainnya. Risih gue lihat lo joget di sini," umpatnya sebal. "Mager. Rame banget di sana," balas Agam dengan tampang tak peduli. "Eh, si Rika nggak lo ajak Rel?" tanya Azka tiba-tiba. Karrel jadi menoleh, "Nggak lah. Yang ada di gebukin om Hengki gue. Lagian tuh anak emang liar, tapi bukan anak malem kok," balasnya dengan tenang. Azka manggut-manggut jadi paham. Kembali melihat ke arah lantai dansa. Mengangkat sebelah alisnya tinggi, melihat sosok Savita, dengan kaos hitam dan hot pants, berjoget riang bersama Tarisa, Billy dan Vian. "Lo nggak ada bawa jaket?" tanya Azka pada Acheris. "Kagak. Noh si Karrel bawa," balas cewek itu sambil makan kacang. "Rel, pinjem!" serunya. Karrel menoleh, "Gue pakek sendiri," balasnya tak peduli. Azka langsung mendecak. "Kenapa sih?" tanya Acheris bingung. "Tuh, nggak lo lihat, celananya Savita pendek banget gitu," kata cowok itu langsung memprotes. "Namanya juga hot pants njir," balas Karrel langsung sewot. Azka melirik sebal, "Ya tapi ini di club Rel. Noh-noh, cowok-cowok jadi pada mumpeng lihatin dia," katanya sambil menunjuk-nunjuk Savita yang lagi di dekati cowok-cowok. "Celananya Tarisa juga pendek kok perasaan," oceh Acheris yang melihat. Azka mendelik, baru tau. "Ck, samperin lah. Entar kanapa-napa tuh dua cewek," kata Azka jadi panik, melihat Tarisa dan Savita sudah joget gila bersama cowok-cowok lain juga. Kedua cewek itu tak henti-hentinya bernyanyi sambil berjoget rusuh. Menghentakkan tubuh langsing mereka, menikmati lagu. Sementara Acheris, dia tetap di sini, karena di larang Karrel untuk turun. Dia tidak mau ambil resiko, kalau Jayden ngamuk-ngamuk ke dia, gara-gara tau ceweknya ke club terus joget-joget gila sama cowok lain. Karrel mengerutkan kening, "Santai aja sih nyet. Ada Vian sama Billy tuh yang jagain," balasnya bodo amat. Acheris mengangguk setuju, "Lagian, kenapa lo yang repot dah?" tanyanya. "Namanya juga temen kelas Ris. Harus di jagain," balas Azka membela diri. "Halah taek. Bilang aja lo demen sama Savita," cibir cewek itu. Azka mengumpat, sementara Karrel hanya tersenyum miring saja, sambil menghisap rokok yang di selipkan di ujung bibir. "Rokok gue mana dah?" tanya Tilo dengan mata merem melek, sambil meraba-raba meja. "Rokok lo yang mana?" tanya Karrel menoleh tenang, "Yang ini?" tanyanya sambil mengangkat bungkus rokok bermerek Djarum Super. "Bukan itu....." rengek Tilo. Azka yang tak sengaja menoleh jadi melotot kini, "Ini punya gue ya Rel," pekik Azka langsung merampasnya. "Terus yang mana njing? Rokok lo merek apa? Surya?" tanya Karrel pada Tilo yang masih meraba-raba meja, dengan tak sabaran. Tilo mendecak, "Bukan g****k. Lo kira gue Vian apa, rokoknya rokok Surya? Yang Marlboro njing, merek marlboro. Ada lihat nggak sih?" pekik Tilo langsung sewot. Karrel mendelik, melotot sepenuhnya karena cowok itu berani nyolot sama dia. Lupa apa gimana ya, kalau dia itu bosgeng-nya di sini??? "Lo nyolot ke gue barusan??" pekik Karrel langsung naik pitam. Azka mendelik, "Woi-woi sabar Rel, sabar!! Lagi mabok dia," kata Azka menarik Karrel mundur, saat cowok itu berniat membogem Tilo. "Dia berani ke gue Ka barusan," pekik cowok itu tak terima. Tilo yang sebenarnya setengah sadar, jadi mendelik saat bos-nya ngamuk tiba-tiba karenanya. Tapi dia pura- pura teler saja, biar kelihatan kalem. Tentu saja tak mau cari masalah. Dia bahkan meruntuk, kenapa tadi bisa senyolot itu. "Ris-Ris, pisahin njir! Duduk di tengah sono!! Bahaya nih, kalau Karrel udah ngamuk begini," suruh Azka. Acheris lantas buru-buru duduk di antara Tilo dan Karrel--bermaksud untuk memisahkan keduanya. Dengan helaan napas kesal, Karrel melihat Tilo lagi, "Awas lo ya besok pas udah sadar!" katanya langsung menunjuk-nunjuk sewot. Tilo diam-diam meneguk ludah. Kini malah pura-pura tidur, biar Karrel tak ngamuk lagi. "Cih si anying," gerutu Karrel kesal. Karrel kembali duduk dengan tenang. Merapatkan bibir melihat Tilo yang sudah tidur. Cowok itu mencibir tak peduli banyak. Dan kini merogoh ponselnya, ingin melihat notifikasi apa yang masuk dan belum di cek-nya sejak tadi. Alisnya terangkat sebelah, melihat balasan chat dari Denta. Denta : Gue baru tau loh, kalau hari ulang tahun kita selisih cuma sehari, wkwk. Ultah gue sih, setengah jam lagi. Denta : Happy birthday Karrel. Sorry telat ngucapin. Lo nggak bilang sih :( Denta : Kadonya nyusul ya! HEHEH. Pokoknya, gue bakalan kasih lo kado istimewa. Kado yang nggak bakalan bisa lo lupain seumur hidup lo : ) Sudut bibir Karrel tertarik ke atas, membentuk senyum kecil. Karrel : Thanks. Gue tunggu deh kadonya, wkwkwk. Yang mahal ya! Namun, senyum Karrel jadi luntur, saat melihat-lihat notifikasi masuk lainnya, tak ada satupun datangnya dari Retha. Padahal, Karrel sudah ngode, dengan bikin instastory, yang berkaitan sama hari ulang tahunnya. Tapi sama sekali tak ada ucapan dari cewek itu. SIALAN!! Dia lebih kesal lagi, saat tau bahwa Retha sudah melihat instastory-nya setengah jam yang lalu. "Tuh cewek ngeselin banget," katanya dengan penuh dendam, "Awas aja lo, gue bikin cinta mati ke gue, baru tau rasa. Jangan nyesel aja lah pokoknya," gerutunya ngomel-ngomel. Sampai tak lama, tangan cowok itu tergerak membuka menu i********:. Ingin mencari akun cewek itu. Tidak sulit, karena saat mengetik username Aretha Kazumi, cowok itu langsung berhasil menemukannya. Keberuntungannya malam ini, akun Retha tidak di private. Sehingga dia mudah untuk stalking, tanpa harus repot follow dulu. Alisnya terangkat sebelah, saat Karrel melihat postingan terakhir Retha. Caption-nya lucu. Lihat orang pinter di katain sotoy. Lihat orang cantik di katain oplas. Lihat orang kaya di katai pesugihan. Orang kalau dengkinya udah masuk rongga pernapasan emang susah. #fansgilaakhtar Karrel tentu saja tak bisa menahan diri untuk tidak terkekeh kecil. Hal itu membuat Azka diam-diam mendelik, melihat raut wajah ceria bos-nya itu. "Lihatin apa lo?" tanyanya jadi maju mendekat. "Kepo," kata Karrel judes. Azka mendelik. "Hus-hus, jauh-jauh sana!" usirnya galak, kini jadi tersenyum lagi melihat ponselnya. Azka seketika merinding. "Oh, dia lagi di serang sama fans-nya Akhtar ceritanya?" gumam Karrel, entah bertanya pada siapa. Karrel melihat foto yang di posting oleh cewek itu, setelah dia membaca caption dan beberapa komentar. Cewek itu foto dengan menggunakan seragam. Lokasi fotonya juga di kelas. "Lucu banget," katanya, sambil terkekeh pelan. Yang kemudian tersentak, saat sadar dengan kalimatnya tadi. "WOI-WOI, ADUH SANTAI DONG SANTAI. HADOOHH!!!" pekik Savita panik, ketika Billy yang tadinya joget sambil minum bir, tiba-tiba teler dan heboh setengah mati di sana. "TAR, PEGANGIN DONG ANJER. LO JANGAN DI--ANJENG, GUE DI TABOK DONG PE'A," teriak Vian saat terkena tabokan keras tangan Billy yang lagi mengigau hebat. "DAH GUE KATA KAN, NGGAK USAH GAYA-GAYAAN LO, JOGET SAMBIL MIMIK-MIMIK," seru Tarisa sewot, sambil menonyor kepala Billy. Kini menarik paksa Billy agar keluar dari kerumunan. "ADOOHH, PERUT GUE SAKIT. GUE KEBELET!! TOILET MANA TOILET??" teriak Billy rusuh. "APASIH ANJING, APA?" pekik Savita langsung sewot. "BILLY, YA AMPUN. JANGAN MUNTAH DI SINI SETAANNNN!!" rengek Tarisa, tapi terlambat, Billy sudah muntah, dan dia kebagian mijitin tengkuknya. "Bawa ke sana aja lah, biar dia duduk bentar," kata Savita memerintah. "Ada Karrel anjeng," kata Vian yang memang sangat hormat sama bosnya itu. Paling tau kalau Karrel emosian. Bisa bahaya kalau Billy mabuk di dekat dia. Pasti di bogem nanti. "AAAAAAA TIDAAAAKKKK. KAKIKU DI INJAAAAKKKK," pekik Billy lebay. "Apa sih anjing, bacot banget," gerutu Karrel yang kini mendongak. Azka dan Acheris pun juga melihat ke arah empat temannya yang sudah heboh itu. Ada Vian yang mengusiri orang-orang agar minggir. Savita yang meringis mohon maaf, akibat ulah teman-temannya. Ada pula Tarisa sudah memegang tubuh Billy yang kini sempoyongan. Berusaha untuk menariknya paksa keluar. "Sekali aja nggak bikin gue malu, bisulan kali ya?" gerutu Karrel. Lalu menoleh pada Azka. "Samperin Ka!" suruh Karrel dengan suara serak, membuat Azka menoleh dan langsung berdiri. Karrel berniat untuk berdiri juga, tapi tiba-tiba ponselnya berdenting. Kini melebarkan mata saat melihat chat masuk datangnya dari sang mama. Mami : Pulang kak! Mami : Papi pulang dari Korea lebih cepet. Tadi pak Tejo udah berangkat ke Bandara buat jemput. "Ah elah," gerutunya sebal, langsung bangkit kemudian. "Lah, mau kemana lo Rel?" tanya Acheris bingung. "Balik," balasnya singkat. "Dih, sok alim. Biasanya juga subuh baru balik," cibirnya. "Bokap gue balik dari Korea. Sama nyokap di suruh balik gue," balasnya meraih kunci motor dan segera pergi. "Eh, ini elo kan yang bayar??" pekik Acheris dengan suara agak meninggi. "Iya," balas Karrel tanpa menoleh. "Karrel kok balik?" tanya Savita yang baru datang. "Om Barga balik dari Korea. Dia di suruh pulang sama nyokapnya," kata Acheris membuat Savita ber-oh ria. Sementara itu, di luar club, Karrel langsung tancap gas, keluar dari area itu, ingin pulang ke rumah. Tentu saja tak mau kalau papinya sampai rumah lebih dulu. Dia tak ingin, kalau sampai ketauan pulang malam lagi. Sebulan lalu, dia sudah habis di gebukin papanya, gara- gara ketauan tawuran. Semua fasilitas di cabut begitu saja. Dia bilang, janji tidak akan berulah lagi. Tapi itu berlaku kalau papinya lagi di rumah. Sementara Barga saja, lebih sering ke luar kota atau keluar negeri, sehingga mudah bagi Karrel untuk melanggar peraturan itu. Chinta--maminya?? Beliau adalah ibu idaman, yang bisa mengerti anak. Paling enak kalau di ajak kerja sama. Sampai tiba di jalan raya--area dekat SMA Dharma Wijaya, Karrel langsung menghentikan laju motornya, ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Dia menghentikan motornya, tepat di depan Gotta Go Caffe. Salah satu caffe yang cukup populer di kalangan remaja. Sering kali di pakai Karrel dan anak Levian lainnya untuk nongkrong. Yah, walaupun resikonya harus bertemu siswa-siswi Dharma Wijaya, yang tempat tongkrongannya juga ada di sana, karena dekat sekolah mereka. "Iya Mi, ini juga lagi jalan kok, mau langsung pulang," sahut Karrel. "Beneran udah di jalan kak? Udah sampek daerah mana?" "Deketnya Dharma Wijaya." "Ya udah kalau gitu. Mami takutnya kamu masih main. Kan bahaya kalau papimu tau." "Aku lanjut mau jalan lagi." "Oh iya. Hati-hati! Jangan ngebut loh kak!!" Pesan Chinta. Ucapan Chinta tak terlalu di dengar oleh Karrel, ketika cowok itu melihat sosok gadis mengenakan gaun keluar dari dalam Gotta Go Caffe. "Denta!!" teriak Karrel, saat pemuda itu sadar, ada sosok Denta yang keluar dari dalam kafe. Tapi gadis itu tidak sama sekali menoleh. "Halo, kak!!! Halo!!!" "Loh, lagi sama Denta ya??" Suara Chinta masih terdengar, tapi Karrel tak menghiraukan. Pemuda itu masih berada di atas jok motornya, memperhatikan Denta yang berdiri tak jauh dari tempatnya sekarang. Berlari menghampiri city car kuning lemon miliknya. Karrel semakin terkejut, saat dirinya sadar gadis itu menangis terisak dan melajukan mobilnya meninggalkan area depan kafe secepat mungkin. "DENTA!!" teriak Karrel, ketika Denta sudah menjalankan mobilnya. Tidak ingin berlama-lama, Karrel langsung menutup telponnya, segera menarik gasnya menyusul gadis itu. Pemuda itu tau, Denta sedang tidak baik-baik saja. "Lo ngapain dia lagi, Gas?" gumam Karrel mengerang frustasi. Raut wajah Karrel semakin terlihat kalut, saat pemuda itu melihat, Denta melajukan mobil nya dengan kecepatan di atas rata-rata. Semakin kencang, Denta menancap kan gasnya, semakin membuat raut wajah Karrel khawatir. Walau jalanan Jakarta cukup sepi malam ini, hanya beberapa kendaraan yang terlihat di sekitar, mengingat ini sudah jam dua belas malam. Kosong dan lancar. Karrel fokus melajukan motornya. Mengikuti mobil cewek itu. Sampai tidak lama, matanya langsung terbelalak, melihat sebuah truk besar melaju cepat dari arah berlawanan dengan mobil Denta. "DENTA, AWAAAAASSSS!!!!" Waktu seolah bergerak melambat. Mata Karrel menyipit, saat melihat dua lampu mobil menyorot terang ke arahnya, yang hampir sampai ke perempatan jalan besar itu. Tidak--bukan ke arahnya, melainkan menyorot ke arah mobil Denta. BRAAKKKKK Tabrakan pun tak terhindarkan. Truk itu berhasil menabrak citycar Denta. Karrel spontan mengerem motornya, sehingga terdengar bunyi decitan yang nyaring. Cowok itu turun dari motornya, merosot jatuh ke aspal begitu saja, melihat mobil Denta sudah remuk di bagian depan, bersamaan dengan truk yang menabraknya. Mata Karrel memerah. Merasa ini masih sebuah mimpi, dimana dia melihat mobil Denta bertabrakan dengan truk, tepat di depan matanya. "DENTAAAA!!!" teriaknya, dan sekuat tenaga berlari ke arah cewek itu. Membuka pintu mobil gadis itu, dan segera mengeluarkan Denta yang sudah tak sadarkan diri dengan darah mengalir deras dari kepalanya. Tubuh cewek itu juga terhimpit oleh badan mobil, namun Karrel bersusah payah untuk tetap mengeluarkannya. Air mata cowok itu mengalir deras di pipi, saat berhasil membawa tubuh Denta keluar. Beberapa orang mulai datang, dan berkerumun di sana. Tak ada yang bisa Karrel lakukan, selain langsung duduk di tepi aspal, dan meletakkan kepala Denta di atas pangkuannya. "Bangun Nta...lo nggak selemah itu anjir," ucap Karrel sambil menepuk- nepuk pipi gadis itu. "Denta, please!!! Jangan keterlaluan kalau bercanda!!" lirihnya masih setia untuk membangunkan. "Lo cuma pingsan kan Nta? Iya kan? Jawab gue dong!!" pekik Karrel kini terisak pelan, merasa sesak. Apalagi saat mengecek denyut nadi cewek itu. "DENTAAAAAA!!!! Gue harus apa sekarang Nta? Lo nggak bisa pergi gitu aja," isaknya hebat. Di saat keputusasaan, Karrel masih menggeleng hebat. Yakin seratus persen, bahwa Denta masih bisa di selamatkan. "PANGGILIN AMBULAN CEPET!!" teriaknya histeris. Kini kembali merunduk. Menatap Denta yang wajahnya sudah penuh dengan darah. Tangan cowok itu bergetar memegang pipi gadis itu, dengan isakan hebat. "Jadi ini kado istimewa yang lo bilang Nta? Kado ulang tahun, yang nggak bakal bisa gue lupain seumur hidup gue," gumamnya melirih. Mata cowok itu kemudian menajam. Dengan tangan terkepal hebat. "AGHHRRR, GASTA ANJING!!!" umpat nya, saat sadar siapa yang patut di salahkan pertama kali. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN