21 | Kejar-Kejaran Ala India

3031 Kata
Sebuah mobil Ferarri sport, milik sang THE BOS--Karrel Davian Andara, melaju angkuh, memasuki gerbang megah bertuliskan SMA Cendrawasih dengan kecepatan cukup tinggi. Membelah lautan manusia yang berjalan di sekitar sana, memaksanya untuk minggir alias menepi. Hal itu sontak membuat seluruh siswi menjerit kegirangan. Namun, tak sedikit juga dari kaum siswa yang iri melihat ke arah mobil mewah itu. Terlebih pada pemiliknya, yang di segani banyak orang, mulai dari murid Cendrawasih sendiri, maupun Dharma Wijaya, Sevit dan beberapa deret sekolah swasta elite lainnya. Nilai minus yang patut kalian tau, nakal dan suka menindas. Namun, banyak siswi di SMA ini yang tidak terlalu memperdulikan poin minus tersebut. Karena bagi mereka ketampanan Karrel lebih segalanya dari apapun. Lihat saja, saat cowok itu keluar dari dalam mobil, dengan kaca mata hitam bertengger di hidung tegasnya, sudah berhasil menghipnotis banyak siswi. Setelah berhasil keluar, tiga cowok yang tidak kalah tampan lainnya, ikut menyusul keluar. Mulai dari Vian, Tilo, dan juga Azka. Yah, ke-empatnya datang dengan satu mobil yang sama. "Beneran mau lo lepas si Denta?" seru Azka entah ke berapa kalinya. Cowok itu bahkan mengulang-ulang pertanyaan yang sama dari tadi pagi. "Hm...kenapa?" tanya Karrel dengan suara dingin, "Nggak usah nyari-nyari kesempatan lo buat deketin dia. Denta udah ada monyetnya," katanya tegas. "Apa sih nyet, nanya doang," balasnya membela diri dengan judes. Tilo menghela nafasnya, "Gue nggak yakin, lo mau move on dari Denta. Lo aja udah cinta mati sama dia," celoteh cowok itu dengan gaya sok tau. "Ini juga lagi nyoba," balasnya ngotot. "Bilangnya coba mulu dari kemarin. Kapan move on-nya?" Vian mencibir. Karrel jadi menoleh galak pada cowok itu, "Gue baru ngomong mau move on dari Denta tadi ya njing," kata Karrel dengan raut wajah sangar, membuat Vian mengkerut, meringis takut. "Dah lah, emang bagus lo move on beneran dari Denta. Dia kayaknya juga udah bahagia sekarang," celoteh Azka sambil melihat ponselnya. "Hmm??" Karrel menoleh. "Nih, pagi-pagi udah bikin snapgram pacaran sama Gasta," kata Azka yang menunjukkan video dengan durasi sekitar sepuluh detik. Karrel mencibir. Tidak minat untuk melihatnya. Yang ada, dia makin sakit hati nantinya. "Mana coba, gue pengen lihat," kata Vian langsung kepo, di ikuti Tilo. Azka langsung memberikan ponsel nya. Dan benar saja, di dalam video ada Denta lagi merekam Gasta yang tengah menyetir motor. Latar waktunya, udah jelas barusan. Sementara latar tempatnya, pastinya di jalan raya. Di sana ada Denta yang ngakak, sambil menabok helm Gasta, entah karena apa. Di situ juga tertulis caption : KANG OJEK TAMPANKU♥ Mendengar suara cekikikan Denta, dan sahutan suara bass cowok, jelas itu adalah Gasta, membuat Karrel reflek menoleh. Mendecih seketika itu juga. "WAAAHH ROMANTIS SEKALI," kata Vian sengaja di nyaringkan. "Indah sekali ya Yan, kisah cinta mereka. Aku iri," kata Tilo sengaja. BRAK Ke-tiga temannya reflek mengumpat, saat Karrel dengan sengaja menutup pintu mobilnya yang belum sempat di tutup tadi, dengan keras-keras. Sukses mengejutkan mereka. Tapi Karrel malah belagak sok cuek, dengan merunduk pada ponselnya. "Makanya Rel...kalau masih cinta, di tikung lah. Dasar b**o. Mana pakek acara ngalah gitu sat. Gue sih malu ya, jadi anak buah lo," kata Vian malah mengomel-ngomel. "Bacot," kata Karrel judes. Azka merapatkan bibir, mendesah berat, dan diam saja. Tidak berani berkomentar banyak. "Rel, mereka tuh baru pacaran. Belum juga kawin. Kalau nge-gas cewek tuh yang sekalian." Tilo menimpali. Vian mengangguk setuju, "NGENG- NGENG-NGENG gitu loh," katanya sok mengajari. "Lagian ini, bukannya di gas beneran, malah ngalah gitu. Sok baik lo," kata Tilo mengumpati. Karrel melirik. Masih diam. "Biarin lah Til. Yang galau kan dia juga, ngapain kita repot?" kata Vian menepuk-nepuk bahu Tilo. "Siapa yang galau njir? Gue biasa aja kali," kata Karrel membela diri. "Halah." Vian dan Tilo jengah berjamaah. "Nggak usah jadi setan lo berdua! Gue udah ikhlas," kata Karrel tersenyum songong, di balas decihan mereka. Karrel merengut. "Lagian, pacaran hasil nikung nggak bakalan awet. Contohnya, Shasa sama Azka," lanjutnya yang menyindir Azka pernah menyelingkuhi Denta dulu. "Ck, gue diem dari tadi ya njing," kata Azka jadi langsung emosi. "Kalaupun Karrel galauin Denta nantinya, si Denta nggak salah juga sih. Orang dari awal yang ganjen si Karrel. Udah tau cewek orang, malah di sepik," kata Tilo membuat Karrel mengumpat. "Bacot lo! Diem nggak!?" kata Karrel langsung melotot galak. Tilo meloncat kecil, dan menarik diri mundur--menciut takut. Azka yang di sebelah kanan Tilo, langsung menaboknya, menyuruh cowok itu diam. "Dia lagi patah hati, nggak usah cari gara-gara kenapa sih?" seru Azka jadi mengomeli. "Iya sih, dia kan baru di hempas sama Denta semalem. Di suruh pergi," sahut Vian mengangguki. Karrel melotot, "Gue yang bilang mau pergi dan lepasin dia. Bukan dia yang hempas gue," kata Karrel dengan gaya yang songong. Tidak terima di katai di hempas oleh Denta, padahal dia yang berniat untuk mundur tanpa diminta. "Dah lah, iyain aja," kata Tilo berbisik pada ke-dua temannya. "Hooh. Iyain aja biar bahagia," seru Vian membalas dengan julid. "YA EMANG HARUS DI IYAIN," protes Karrel langsung nge-gas. Ke-tiga temannya tersentak. "Lo kira, gue nggak bisa capek apa, ngejar-ngejar cewek yang bukan buat gue?" katanya yang kini jadi serius. Nafas Karrel terengah, mencoba untuk menguasai diri, "Nggak ada yang sok baik di sini. Denta emang dari awal buat Gasta. Kalian bener, gue aja yang nggak tau diri dari awal." Azka meneguk ludahnya, menatap iba temannya itu. Sementara Vian dan Tilo jadi saling senggol, menyalahkan satu sama lain. Karena mereka tidak menyangka, kalau Karrel mengambil hati ucapan mereka barusan. Mereka tidak sadar saja, kalau hati Karrel lagi sensitif untuk hari ini. "Terus, lo mau-nya gimana sekarang?" tanya Azka hati-hati. Karrel melengos keras. "Nggak ada." "Yakin emangnya, lo bisa hidup tanpa Denta?" tanya Vian. "Cot! Nggak usah ngomong lo," sahut Karrel langsung galak, membuat Vian merapatkan bibir, dan diam kini. Azka mendengus, "Lo bisa kok, hidup tanpa bayang-bayang Denta lagi. Gue yakin Rel...bakalan ada cewek yang bisa robohin dinding batu yang ada di dalam diri lo," celoteh Azka bijak. Vian dan Tilo kompak bersorak kagum oleh kata-katanya. "Gue percaya kok." Karrel menghela nafasnya panjang, "Udah ada yang bilang gitu ke gue," lanjutnya tenang. "Kesalahan gue dari awal, gue yang terlalu buru-buru jatuh cinta sama dia. Sampek gue lupa, kalau dia lagi nggak sendirian sekarang," katanya dengan wajah sudah lelah. Karrel melengos panjang. "Ck, udahlah! Bahas ini mulu, bikin gue haus," serunya yang kemudian melenggang pergi lebih dulu. Meninggalkan ke-tiga sahabatnya yang kini saling lempar pandang satu sama lain. Yang kemudian jadi saling tonjok, seolah menyalahkan. "LO SIH YAN, MANCING-MANCING GUE MULU. SI BOS MARAH KAN JADINYA," omel Tilo ngotot. "DIH, GUE KATANYA? YA ELO DARI TADI NYEROCOS MULU, PAKEK ACARA NGATAIN KARREL GANJEN SEGALA," protes Vian tak mau kalah. "UDAH DIEM!!" sentak Azka. "ITU DIA NGAMUKNYA KALAU DIEM, GUE MALAH NGERI ANJENG," pekik Vian makin jadi panik. "MAKANYA, KALAU NGOMONG TUH DI FILTER DULU LAH b*****t. MAU TANGGUNG JAWAB LO, KALAU DIA MECAT KITA JADI ANAK BUAH?" Tilo bergerak maju, mendorong Vian. Azka bergerak ke tengah keduanya hendak memisahkan. "UDAH NJING, UDAH! MALU WOY, MALU! DI PARKIRAN!!" "GARA-GARA AZKA NIH, BAHAS SI DENTA MULU, JADI KETERUSAN KAN." Vian malah menyalahkan. "KOK GUE, ELO BERDUA NGAPAIN MANAS-MANASIN DIA??" Azka jadi malah ikutan ribut. "DIEM LO ANJENG." "KARREL TUH NGAMUKNYA PASTI NONJOK. TAPI TADI ENGGAK. GUE YAKIN, KITA UDAH KELEWATAN SAMA DIA." Tilo ngomong lagi. "YA ELO MINTA MAAF SONO!" "DIH, KOK GUE? ELO JUGA SAMA." "ELO LEBIH BANYAK NGATAIN DIA TADI. GUE MAH NYAHUTIN DOANG." "BACOT! DIEM NGGAK!?" Di samping itu, Karrel masih terus berjalan, hendak menuju lobby utama sekolah. Namun bola matanya tanpa sengaja bergerak ke arah gerbang depan, dan menemukan sosok cantik Retha terlihat menuruni motor ninja warna merah milik seorang pemuda. Setelah turun, ekspresi bahagia sudah kentara sekali kelihatan dari wajah anggunnya. Retha melambai riang pada cowok yang juga melambaikan tangan ke arah Retha. Kini, keduanya malah saling bergaya seakan lagi bermain tembak-tembakan dengan ceria. "Fak!" umpat Karrel. "Kenapa sih gue?" kata Karrel yang jadi meruntuk kini, mengapa harus merasakan panas di dadanya melihat keduanya tertawa bahagia begitu. "AGHHRRR b*****t!!" Vian, Tilo dan Azka yang berlari ke arah cowok itu reflek terlompat kaget dan langsung mundur takut-takut. "Lo aja sono yang minta maaf. Gue nggak berani," kata Tilo panik. "Lo kira elo doang, gue juga sat." *** Azka mengangkat sebelah alisnya tinggi, sambil menyender pada kepala kursi yang di dudukinya. Ada Tilo dan Vian di sebelahnya. Ke-tiga cowok itu tengah melihat Karrel yang terus menunduk sambil men-drible bola basket di dalam kelas, dengan posisi duduk. Hal itu sukses membuat yang lain jadi terganggu. Meski begitu, suara Tarisa, Savita dan Acheris yang lagi bernyanyi, tentunya lebih menganggu. Saat ini kelas kosong. Sehingga tidak heran, mengapa kelas 11 IPS 2 jadi seramai ini. Sesekali, Karrel akan melemparkan kasar bola basket di tangannya ke arah tembok kelas. Dan siswa yang tidak sengaja terkena lemparan, tak berani berkomentar banyak, selain mengambil bola itu, dan memberikannya pada Karrel dengan kalem, untuk di mainkan. Mereka semua tau betul, kalau suasana hati cowok itu sedang tidak baik. Bahkan Azka, Tilo dan Vian, ke-tiganya kompak menegur Sherin, Acheris, atau siapapun cewek yang akan menegur Karrel. Ini Karrel Davian Andara. Bosgeng yang tidak pandang bulu, untuk memberi perhitungan pada orang yang berani mengusiknya, terlebih kalau suasana hatinya sedang tak baik begini. Karrel--cowok itu mengumpat kasar dengan nafas terengah-engah. Tidak tau, mengapa kondisi hatinya, merasa tak enak begini. Rasanya, dia ingin sekali menonjok siapapun sekarang, tapi tidak ada yang mencari ribut dengannya. "Ah anjing. Nggak bisa nih gue," kata Karrel setengah menggumam. Azka mengkerut diam. Pun dengan Tilo dan Vian, tak berani bertanya. Mereka mengira, bahwa Karrel masih ngambek pada mereka, karena kejadian tadi pagi. "Mau ngapain lo?" tanya Azka pada Billy dan Agam yang baru datang memasuki kelas mereka. "Nyikat WC. Udah tau mau ngapelin kelas lo, pakek nanya," sewot Billy. "Rel, si Fah---" "Ssstt, jangan ke situ b**o!" kata Vian langsung menarik Agam untuk pergi, saat cowok itu hendak menghampiri Karrel yang lagi duduk sambil main bola basket dengan wajah keruh. "Apa sih, gue mau laporan. Kalau si Fahri nantangin lagi," kata Agam jadi menyahut pelan. "Ck, elo mau mati hah? Entaran aja bahas itu. Noh si bos lagi ngamuk," kata Tilo menunjuk-nunjuk takut. Agam menoleh, "Hah?" "Kenapa emangnya?" tanya Billy langsung kepo. "Dia sama Denta udahan," kata Azka memberi laporan, berbisik heboh. "Widih, jadian aja belom, udah putus aja ya? Ckckck..." kata Agam tak habis pikir sama percintaan bos-nya itu. Karrel melirik saja, enggan peduli. *** "RETHA!!?????" Retha reflek berhenti, menoleh ke belakang, dan melebarkan mata saat melihat Karrel melangkah ke arahnya. Tak ingin perasaannya pada cowok itu semakin jauh, Retha dengan cepat melangkah kembali, membuat Karrel melebarkan mata dan langsung berlari menyusulnya. "Rethaaa!!??" Retha pura-pura tuli. "Ck ah," Karrel mendecak, semakin mempercepat larinya, "Gue tau, lo denger panggilan gue," serunya jadi nyaring, kesal juga. "Rethaaaa...berhenti dulu!" ucapnya dengan suara lembut, menarik tangan Retha memaksanya berhenti. Retha menarik nafasnya panjang. Jadi sangat malu, kalau ingat percakapan dia dan Zheta di chat tadi. "Kenapa?" kata Retha berbalik dan maju. Menaikkan dagu, membuat Karrel mendelik spontan. "Kenapa nggak berhenti pas gue panggil lo tadi?" semprotnya galak. "Gue ada ulangan habis ini, entaran aja kalau ada perlu," kata Retha jadi singkat, membuat garis wajah Karrel jadi mengendor. Cewek itu berbalik, melangkah pergi. Karrel tak tinggal diam, dan segera menyusulnya. "Nggak usah bohong. Jayden di kelas gue tadi. Ngapelin Iris," ucap Karrel, membuat Retha diam-diam ngumpat. "Ya udah iya. APA??" Karrel reflek mundur, saat cewek itu tiba-tiba menyemprotnya. Retha mendecak, "Buruan deh!" kata sok galak. Cewek itu makin memeluk tumpukan buku di dekapannya. Diam-diam menguatkan diri, agar tidak kelihatan kalau naksir Karrel. "Pagi tadi...lo berangkat sama siapa?" tanya Karrel dengan gaya sok tenang. Retha menaikkan sebelah alisnya tinggi, ".....oh, sama Akhtar," balasnya dengan santai. Oh, tadi tuh Akhtar. Diam-diam, Karrel ngedumel di dalam hatinya. "Akhtar?" "Hm, iya. Kenapa?" Karrel melengos pelan, "Balik nanti, sama gue aja!" tegas cowok itu, seolah tak mau di bantah. "Ha? Kenapa harus sama elo?" tanya Retha bingung. "Karena gue mau," balasnya tanpa beban. "Kenapa lo mau?" tanya Retha sewot. "Pengen aja," balasnya. "Kenapa lo pengen?" "Ya...nggak tau." Retha mendelik, "Nggak jelas lo," kata cewek itu dan berjalan pergi. Apaan sih, kenapa dia nggak jawab, karena gue suka sama lo, makanya ngajak balik bareng. "Rethaaaaa..." Karrel kembali berlari menyusul cewek itu di belakang. Retha diam- diam mendengus, karena cowok itu terus mengganggunya. YA KALAU SERING DEKET GINI KAN, HATINYA RETHA YANG REPOT!!! "Lo denger kan, gue ngajak lo balik bareng. Jadi...kasih tau Akhtar, nggak usah jemput lo nanti," kata Karrel sok tegas, dengan wajah dingin. "Dih, kok lo nyuruh-nyuruh gitu?" Retha mendelik protes, jadi sewot. "Kenapa? Nggak suka?" "Ya nggak lah. Gila kali lo," semprot Retha ngotot, "Ck, lo mau modusin gue ya?" tanyanya jadi melotot. Karrel termundur, mendelik kaget. Tak menyangka, mendengar jawaban se-blak-blakan ini dari Retha. Sumpah ya, pengen gue cekik aja rasanya, dumel Karrel. "Dih," cibir Karrel. "Ya elo dari tadi, kayak cowok yang mau pedekate-in cewek gitu," kata Retha membalas tak mau kalah. Lalu melengos sebal, "Dah-dah, awas lo! Gue mau ke kelas!" usirnya. "Jadi, lo nggak mau balik sama gue?" "Enggak," kata Retha sambil berjalan, dan sempat menoleh kecil. "Padahal, gue ada niatan ngajak lo nonton cover dance KPOP, di mall deketnya SMA Ghaveria," serunya. Retha melirik. Diam-diam tergiur oleh tawaran Karrel. Tapi untuk menguatkan hati, dia harus menolaknya. "Males. Lagi banyak tugas," serunya. Karrel mengumpat, segera berlari, untuk menyamakan langkahnya dengan Retha. "Lo kenapa sih?" tanya Karrel dengan suara lelah, "Ngambek ya sama gue? Cih, pacaran aja belom, udah sok ngambek kayak gitu," cibir Karrel. "Cot lo. Diem nggak?" umpat Retha, mengangkat tangan, berniat untuk menabok Karrel. "Nggak mau," balas Karrel. "Dah ah, sana-sana pergi! Ngapain sih ngikutin gue mulu?" usirnya galak. Karrel diam-diam mendengus miris, KENAPA SIH, DIA DI TOLAK MULU SAMA CEWEK??? DIA GANTENG PADAHAL. "Ck, balik sama gue makanya," kata Karrel lebih ngotot. "Mau lo apa sih?" "Elo." "Mulut lo nggak usah sampah," kata Retha melotot. Agak panik, ketika beberapa adik kelas melewati keduanya mumpeng. Mereka melirik, sambil berbisik-bisik heboh membicarakan keduanya. Apa lagi, samar-samar mendengar ucapan si ganteng Karrel, yang memaksa Retha pulang bersamanya. "Sampah apanya sih? Apanya yang salah coba?" kata Karrel sewot. Retha mendelik sinis. "Gampang banget lo, lagi naksir Denta tapi yang lo modusin malah cewek lain," katanya balas sewot. Karrel menggerutu, "Apanya? Gue udah nggak sama Denta kok," balas Karrel dengan enteng. "Oh...pantes. Siluman buayanya udah keluar lagi," kata Retha mengangguk sok mengerti. Cowok di depannya jadi melotot dengan sebal, "Siapa yang buaya? Elo tuh yang fuckgirl," katanya sinis. "Dih, bodo." Walau sebenarnya bingung, kenapa Karrel bisa ngatain dia fuckgirl?? Pacaran aja cuma sekali, itupun pas SMP. Sudah terlalu lama sendiri. SUDAH TERLALU LAMA AKU ASIK SENDIRI. Retha menggerutu, kenapa tiba-tiba malah nyanyi begitu? "Awasin tangannya! Gue mau ke kelas," kata Retha menepis tangan Karrel yang entah sejak kapan sudah memegang lengannya. "Tha, bentar dong!" seru Karrel, lari lagi menyusul. "Apa sih? Jangan ganggu gue mulu deh!! Cari yang lain aja sana buat lo modusin, jangan gue!!" kata Retha menyentak dengan sewotan. "Gue maunya elo," kata Karrel enteng tanpa beban. "Cari korban pelampiasan yang lain aja sana! Lo salah kalau milih gue jadi orang itu," serunya membuat Karrel diam-diam mengangkat alis. "Gue nggak kepikiran sampek sana sih," balasnya dengan tenang. Retha mendengus sinis. Dasar cowok biadab. "Gue bukan degem-degem imut yang gampang lo kibulin ya Rel! Jangan mentang-mentang lo ganteng deh." "Barusan, lo bilang gue ganteng?" Retha mengumpat tanpa suara, saat melihat wajah tengil Karrel. "Pergi sana!" usirnya. Karrel melengos. "Gue mau bilang sih sama lo, gue udah lepasin Denta semalem. Gue cuma berharap, yang lo omongin waktu itu bener." "Soal?" Retha mengangkat alisnya. "Yang lo bilang bakalan ada cinta baik yang berpihak ke gue." Karrel mendesah samar, "Gue cuma mau, lo tanggung jawab sama yang lo omongin waktu gitu. Gue bakal malu banget sama Denta, karena gue udah percaya diri banget semalem, dengan bilang, kalau suatu hari nanti, bakal ada yang nangis kalau gue luka, dan bakal ada yang takut kalau gue pergi." Retha tersentak. Tertegun begitu saja. Tak menyangka kalau cowok ini benar-benar melakukan apa yang dia katakan hari itu. "Lo...ngomong gitu ke Denta?" Karrel mengangguk, "Iya. Sesuai kan sama suruhan lo?" Retha mendelik, "Apa sih, gue nggak nyuruh lo ngomong gitu. Gue cuma sadarin lo aja waktu itu." "Sama aja," balas Karrel sarkas. Retha mencuatkan bibir kecil. "Jadi...lo mau balik bareng gue kan?" tanya Karrel. Retha memutar bola matanya jengah, menatap Karrel sengak. "Nggak." "Kok gitu?" "Mager." "Gue mau traktir lo makan sih. Eh Tha, katanya ada restoran Korea yang baru buka kan ya di deket SMA Dharma??" Mata Retha berbinar, "Eh iya. Lo baru tau ya???" "Iya. Lo udah ke sana?" Karrel diam-diam tersenyum miring, karena Retha gampang di pancing. "Udah. Kemarin sama Akhtar." Senyum Karrel luntur seketika. "Ck...males ah," kata Karrel gondok, kini jadi berbalik pergi dengan bibir manyun yang kesal. Retha mengerutkan kening. Tidak mengerti sama sekali. "REL!!!????" Hening. Hanya punggung Karrel yang dia lihat, tapi cowok itu mendadak jadi tuli begini. "Jadi nggak nanti ke restoran Korea?" "NGGAK!!!" Retha mendelik, "Ya udah sih. B AJA KALI," katanya berbalik pergi. Karrel di sana langsung berhenti. Merengut, dan naik pitam begitu saja, saat Retha berjalan pergi, tak sama sekali berniat membujuknya. "Gitu doang? Nggak ada niat bujuk gue gitu? Sialan...." gerutunya. Tak lama jadi berteriak... "NANTI TUNGGU DI KELAS YA THA! JANGAN KEMANA-MANA!!!" Retha yang berjalan agak jauh, jadi menoleh lagi. "Dih, tadi katanya nggak jadi??" "Sekarang jadi lagi," balas Karrel. "Oke, sampai ketemu nanti!! Eh, tapi bayarin elo ya..." "Iya." "Oke deh, gue ke kelas duluan. Dahhh Karreeel!!!!!!!!" Retha melambaikan sebelah tangannya dengan riang. Duh, lucunya. Karrel jadi ikut melambaikan tangannya tak kalah riang pada Retha yang di balas juluran lidah oleh cewek itu seolah tengah meledek, membuat Karrel jadi terkekeh kecil, dan berbalik. Melihat Karrel berbalik, membuat Retha jadi berbalik ke arah yang berlawanan dengan pemuda itu. Punggung mereka saling bertemu, dengan jarak yang cukup jauh. Karrel diam-diam menggigit bibirnya, melirik ke belakang dengan pipi yang merona bodoh tanpa bisa di tahan. Mencoba untuk melangkah stay cool menuju kelasnya. Sementara Retha, cewek itu sibuk meruntuki debaran jantungnya yang benar-benar menggila sekarang. Keduanya tidak ada yang saling menyadari, bahwa ada senyum malu- malu yang terbit dari bibir mereka berdua, secara bersamaan. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN