Bab 8 - Terancam gugur

1160 Kata
Arka dengan terpaksa menghentikan taksi dan segera membawa Amanda ke rumah sakit, karena perempuan itu pingsan. Ia juga terpaksa menitipkan motornya di salah satu warung yang berada di pinggir jalan tanpa peduli aman atau tidaknya. Yang terpenting, keselamatan Amanda. Di dalam taksi, Amanda belum juga sadarkan diri. Arka mencoba mencari keberadaan smartphone gadis itu, dan setelah menemukannya ia segera mencari kontak darurat nomor satu dan segera meneleponnya. Kontak darurat tersebut terhubung ke nomor Azriel, kakak Amanda. “Ya, kenapa Nda?” Jantung Arka berdegup kencang, ia merasa tidak sanggup memberitahu Azriel soal adiknya yang tengah tidak sadarkan diri. “Hmm…” “Ini siapa?” “Arka, kak. Amanda kecelakaan, dan kami lagi jalan ke rumah sakit sekarang.” ujar Arka dengan terpaksa. “Kecelakaan? Rumah sakit mana?” “Ngggg.. Rumah sakit Bunda Lina kak.” jawab Arka. “Oke gue otw ke sana.”   Setelah sampai di rumah sakit, Arka langsung menggendong tubuh Amanda menuju ke ruang Unit Gawat Darurat. Ia bersyukur terbiasa berolahraga dan tubuh cewek itu juga tidak berat, jadi tidak ada kendala ketika ia harus menggendong Amanda. “Kecelakaan sus,” ujar Arka ketika seorang suster menanyakan apa yang terjadi kepada Amanda. Akhirnya, Amanda ditangani oleh beberapa orang perawat dan memasuki sebuah ruangan yang tidak boleh dimasuki oleh Arka. Perasaan Arka kini tidak karuan. Ia duduk di sebuah kursi tunggu dengan jantung yang ia rasa sedang melompat-lompat saking takutnya. Yang ada di pikirannya saat ini adalah rasa kesalnya terhadap Friska. Bagaimana bisa seorang siswi SMA melakukan hal k**i seperti itu? Arka tidak bisa diam saja, ia harus membawa masalah ini ke polisi, atau minimal ke kepala sekolah dan bidang kesiswaan. Arka sungguh tidak terima. Masalah yang dihadapi Friska sungguhlah masalah yang spele dan masalah itu muncul akibat dirinya sendiri, mengapa ia harus mencelakakan orang lain? “Arka, kan? Di mana Amanda?” tanya Azriel yang baru saja datang, bahkan kedatangan kakak laki-laki Amanda saja tidak disadari oleh Arka. “Iya kak, Amanda masih diurus sama perawat di dalam.” jawab Arka, ia lalu memberikan ponsel Amanda kepada Azriel. “Gimana bisa Amanda kecelakaan? Gue udah percayain dia ke lo, seharusnya lo jaga dia baik-baik.” protes Azriel yang juga sama kalutnya dengan Arka. “Motor kami diserempet sama mobil kakak senior yang ada masalah sama Amanda, kak.” jelas Arka, “dan sebenernya masalah itu masalah sepele, makanya nanti kami mau tindak lanjuti ke kepala sekolah dan bidang kesiswaan di sekolah.” lanjutnya.  Azriel menghela napasnya, ia kini mengerti bahwa kejadian ini bukanlah salah Arka. Justru Arka lah yang membawa Amanda ke rumah sakit dan pasti sama kalutnya dengan dirinya. “Yauda, makasih lo udah bawa Amanda dan ngehubungin gue. Sekarang, lo pulang dan obtain luka-luka lo.” kata Azriel, yang menyadari bahwa Arka juga terluka. “Amanda gimana kak?” “Ada gue, lo tenang aja.” Arka akhirnya mengangguk, ia berencana pergi ke warung tadi dan segera mengambil motornya. Setidaknya, saat ini Amanda sudah aman karena Azriel menunggunya.     *     Amanda mengerjapkan matanya perlahan. Ia baru saja siuman, dan ia mendapati Azriel yang sedang duduk tepat di sebelah ranjangnya. “Arka mana, kak?” tanya Amanda yang teringat bahwa terakhir ia sedang pulang bersama Arka sebelum Friska menabraknya. “Dia kakak suruh pulang karena luka ringan,” jawab Azriel, “Kamu istirahat aja, nggak usah pikir macem-macem.” tambahnya. Amanda menghela napasnya. Kepalanya terasa sangat pusing dan luka-lukanya terasa sangat perih. Ia tidak bisa membayangkan bahwa diserempet mobil bisa mendapatkan luka segini parahnya. Lagi pula, kenapa Friska berani melakukan ini kepadanya? Karena seingatnya, Friska bukanlah salah satu anak dari orang penting di sekolahnya. Friska juga tidak begitu berprestasi, karena menurutnya cewek itu bisa menjabat sebagai sekertaris OSIS karena ia adalah pacar Atha. Ah ya, apa yang akan ia lakukan setelah ini? Bagaimana pun yang dilakukan Friska kepadanya adalah tindakan yang cukup serius. Ia tidak bisa diam saja. “Arka bilang dia akan mengadukan hal ini ke kepala sekolah dan bidang kesiswaan, jadi kamu nggak usah khawatir,” kata Azriel seakan-akan ia bisa membaca pikiran adik kesayangannya. “Jangan bilang ke Ayah sama Bunda ya, kak.” kata Amanda sambil memohon. Azriel menggeleng, “Nggak bisa, Amanda. Ini masalah serius. Coba, kamu certain masalah apa yang kamu punya dengan senior yang nabrak kamu.” “Jadi sebelum pulang aku ke toilet, dan aku denger suara aneh dari bilik. Jadi aku nguping, dan ternyata itu suara….” “Kakak tau, terus?”  “Karena kaget aku kepeleset, mereka keluar. Dan kak Friska ngancem aku biar aku nggak ngaduin hal ini ke pacarnya. Pacarnya itu ketua OSIS, kak.” “Memangnya kamu ngaduin?” Amanda menggeleng, “Kak Atha denger sendiri dan ngancem aku sama Arka kalau nggak mau cerita, bakal dikeluarin dari calon anggota OSIS.” Azriel menghela napasnya, ini bukanlah masalah pelik. Ini sungguh sepele, kenakalan di masa remaja. Tapi kenapa bisa perempuan itu berani menabrak adiknya? “Kakak harus bilang ini ke ayah sama bunda, karena ini menyangkut masalah keselamatan kamu di sekolah. Selama dia masih ada di sekolah itu, kamu nggak akan tenang.” jelas Azriel. Amanda hanya bisa menggigit bibirnya, ia tidak akan bisa mengelak lagi jika Azriel sudah berkata seperti itu. Masalah ini sepertinya akan panjang nantinya.     *     “Coba kamu ceritakan bagaimana bisa Amanda ditabrak oleh Friska, dan apa masalahnya sampai-sampai Friska berani berbuat seperti itu?” tanya Pak Khadir, guru bidang kesiswaan kepada Arka. Kini, Arka dan Atha sudah berada di ruang kepala sekolah untuk mengadukan kejadian ini. Atha sudah mendengar semua yang diceritakan Arka, dan dia merasa bersalah karena ini menyangkut dirinya. Jadi, dia ikut tanggung jawab untuk mengangkat masalah ini ke kepala sekolah langsung. “Awalnya, Amanda bilang dia denger suara tanda kutip, maaf, desahan dari bilik toilet perempuan. Dan ternyata yang keluar setelahnya adalah Friska dan seorang cowok yang Amanda tidak tahu siapa dia. Sepertinya dia senior, pak. Friska mengancam Amanda agar tidak mengadukan hal ini kepada siapa pun khususnya ke kak Atha.” cerita Arka. “Saya juga bersalah karena saya mencuri dengar dari Arka dan Amanda tentang kejadian ini dan mengancam mereka berdua harus menceritakan yang sebenarnya.” tambah Atha yang mengakui kesalahannya. “Pulangnya saya memutuskan Friska, dan ternyata setelahnya dia menyerempet motor Arka dan juga Amanda.” tambah Atha. “Saya akui, kamu di sini juga bersalah karena kamu sebagai ketua OSIS malah mengancam Arka dan juga Amanda. Tapi, yang terpenting kamu sudah mengakui kesalahan kamu. Di sini bapak dan pak kepala sekolah akan memanggil Friska dan kedua orang tuanya besok.” kata Pak Khadir. “Kami percaya pada kalian, hanya saja kami harus mendengarnya dari dua belah pihak.” kata pak kepala sekolah. Arka dan Atha mengangguk mengerti, dan mereka menyerahkan masalah ini kepada pak kepala sekolah dan pak Khadir. Setelahnya, mereka berdua keluar dari ruang kepala sekolah. “Gue mau jenguk Amanda nanti sore, dia di rumah sakit mana?” tanya Atha. “Rumah sakit Bunda Lina, kamar nomor dua puluh. jawab Arka. “Oke, thanks.” “Oh ya soal pidato calon anggota OSIS gimana kak?” tanya Arka yang tiba-tiba teringat dengan hal itu. “Kalian semua harus datang, kalau nggak ya bakal gugur.” jawab Atha.  “Tapi Amanda gimana?”  “Ketentuannya sudah seperti itu.”     *   Amanda terkejut ketika tahu bahwa Atha datang menjenguknya. Sementara orang yang sejak tadi ia tunggu untuk datang, yaitu Arka, justru tidak datang. “Sori ya, gara-gara gue lo jadi kayak gini.” kata Atha, ia duduk tepat di sebelah ranjang Amanda. “Nggg.. Iya kak, gak apa-apa.” “Gue dan Arka udah laporin ini ke kepsek dan Pak Khadir, dan kita menyerahkan semuanya kepada mereka. Jadi lo cuma harus mikirin gimana caranya lo dateng saat pidato dan promosi lo nanti.” jelas Atha. “Kalau aku gak dateng gimana kak?” “Terpaksa harus gugur.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN