“Ibu tidak bawa motor?” tanya Athaya saat di meja makan. Saat itu masih ada Endah yang menaruh air putih.
“Bawa Pak. Tadi saya dari sekolah pakai motor, tapi di jalan bannya meledak, bukan bocor. Sehingga biar nggak kesiangan saya tinggal di bengkel terdekat, lalu saya ke sini naik ojek online. Nanti pulang dari sini saya ambil,” jelas Aprilia.
“Kalau begitu biar saya antar Ibu ke bengkel itu. Sekalian saya kembali ke kantor,” tawar Athaya.
“Tak perlu Pak. Tidak apa-apa saya naik ojek online saja dari sini,” tolak Aprilia.
“Tidak apa-apa Bu. Kan sekalian lewat. Saya juga mau kembali ke kantor. Karena saya pulang makan siang hanya untuk melihat Çakti saja,” jawab Athaya.
“Baiklah kalau tidak merepotkan Bapak.” Sehabis itu mereka tak banyak bicara.
“Terima kasih ya Bu sudah menengok. Insya Allah besok Çakti sudah bisa sekolah kok Bu. tadi nyonya sudah telepon dokter Zaenal ketika saya lapor bahwa suhu tubuh Çakti sudah mulai turun. Walaupun masih susah makan tapi boleh sekolah agar dia semangat. Nanti makan di sekolah lebih bisa masuk daripada makan sendirian di rumah,” kata Endah.
“Wah baguslah kalau dia bisa sekolah besok. Biar dia semakin senang,” kata Aprilia saat pamit.
Athaya sudah menunggu Aprilia dekat mobil saja. Tak juga dia bukakan pintu.
Aprilia dan Athaya pandai bersandiwara di depan Endah seakan tak terjadi apa pun antara mereka barusan.
“Kita mau ke mana Pak?” tanya Aprilia saat dia sudah di mobil.
“Jangan panggil Pak begitu dong. Kayaknya aku tua banget buat kamu.” protes Athaya. Dia memegang tangan kanan Aprilia dan berkali-kali mengecup punggung tangan Aprilia.
“Aku suka harummu, aku suka dengan lembutmu ini,” kata Athaya.
“Bapak bisa saja deh,” balas Aprilia sambil menatap lelaki tampan yang tadi telah membuatnya melayang karena mendapat ci-uman bertubi.
“Sudah dibilang jangan panggil Pak!” kata Athata sambil mengusap bibir Aprilia denga jemarinya. Dia masukan telunjuknya ke mulut Aprilia dan dia mainkan lidah gadis itu.
“Eh iya, panggil apa dong maunya? Aku kaku enggak tahu harus panggil apa,” Aprilia memegang tangan kiri Athaya yang menggoda bibir dan lidahnya.
“Mas saja. Aku lebih suka dipanggil Mas,” jawab Athaya. Zahra tak pernah memanggilnya mas, dulu saat pacaran Zahra memanggilnya abang. Panggilan untuk lelaki muslim Ambon pada umumnya.
“Baiklah Mas. Aku akan gunakan panggilan itu,” ucap Aprilia,
“Loh Mas, kok ke sini?”
“Sudahlah ikut saja. Aku sudah nggak tahan. Aku ingin puas menciummu,” kata Athaya.
“Tapi …,” jawab Aprilia ragu.
“Enggak apa-apa. Yang penting kita bisa berpelukan dan berciuman bebas tidak seperti di rumahku,” jawab Athaya. Dia masuk ke sebuah hotel kecil yang sedikit tersembunyi.
Begitu pintu kamar ditutup Athaya langsung memeluk Aprilia. Dengan tak sabar dia kembali menciumi gadis tersebut. Aprilia yang sudah pandai langsung membalas perlakuan Athaya.
Athaya melucuti hijab yang digunakan oleh Aprilia. Dia buang sembarangan di belakang pintu, langsung menyerang leher Aprilia tanpa ragu.
Aprilia merasakan sensasi yang baru sekarang dia rasakan sakit tapi enak saat Athaya menghisap kuat lehernya dia mendesah tak henti-henti.
“Mas … Aduh Mas,” de-sah Aprilia.
Sambil menciumi leher Aprilia, Athaya menggendong gadis tersebut seperti beruang. Athaya menggendong gadis tersebut di depan dadanya, lalu dia bawa ke pembaringan. Di sana dia menyerang Aprilia habis-habisan.
Bagian daada Aprilia pun habis, banyak merah yang dia buat. Athaya tak takut karena sebanyak apa pun merah yang dia buat di leher Aprilia, tak akan terlihat oleh siapa pun sebab gadis itu berhijab. Terlebih di bagian dadanya.
Athaya sangat kuat menghisap pabrik ASI milik Aprilia yang sejak tadi menggelinjang tak tentu arah. Gadis tersebut tak kuat menahan godaan yang baru kali ini dirasakan.
“Jangan Mas. Jangan itu. kita belum boleh,” kata Aprilia saat Athaya ingin membuka membuka segitiga bagian bawah.
“Tapi aku sudah nggak kuat, aku kepengen,” kata Athaya merengek.
“Tapi aku nggak mau. Itu tidak akan aku berikan pada sembarang orang,” ucap Aprilia.
“Apa buatmu aku enggak special? Aku orang sembarangan?” pepet Athaya.
“Nggak Mas. Pokoknya aku nggak mau,” tolak Aprilia.
Athaya berupaya sabar, dipertemuan pertama dia sudah bisa melucuti hampir semua pakaian gadis ini saja sudah prestasi tersendiri. Dulu Zahra sudah hampir menikah saja berciuman bibir bisa dihitung jari. Zahra walau pakaiannya sampai saat itu tak tertutup, lebih bisa menjaga harga dirinya.
“Baik kalau seperti itu, Mas akan menunggu dengan sabar sampai kamu mau memberikan pada Mas secara suka rela,” bujuk Athaya.
“Kita coba jalan yang lain ya?” Athaya pun membuka ponselnya. Dia perlihatkan cara membuat dia puas.
Awalnya Aprilia tentu ragu melihat tayangan di ponsel tersebut. Walau dia sering lihat tapi untuk melakukannya tentu agak ragu.
“Cepat manisku. Kamu pasti bisa kok,” rayu Athaya.
“Ini kayak kamu makan es krim,” akhirnya Aprilia pun mencoba apa yang dia lihat di ponsel Athaya.
Athaya meremas rambut Aprilia, gadis tersebut hanya tinggal memakai pakaian dalam bagian bawah saja. bagian atas sudah sejak tadi dilucuti oleh Athaya. Sedang sejak tadi Athaya sudah naked.
“Aah, kamu bukan hanya guru yang pandai, tapi kamu juga murid yang cepat belajar,” puji Athaya terengah-engah saat itu dia baru saja melepaskan pelurunya hasil karya Aprilia.
Aprilia langsung jatuh berbaring dia lemas setelah melakukan hal tersebut.
Mereka tertidur sebentar, lalu ketika bangun Athaya kembali melakukan serangan. Kali ini tidak dengan cara es krim tapi dia meminta Aprilia merapatkan pahanya untuk dia jepitkan senapannya di sana. Tentu saja Aprilia merasa geli sendiri ada sesuatu yang masuk keluar di pahanya. Tapi itu menurut Aprilia, itu lebih baik daripada dimasukkan ke bagian intim dirinya. Setidaknya dia masih virgin saat ini. Walau sekarang dia memang juga ingin merasakan apa yang dia bayangakan saat melihat sosok Athaya sedang memompa tubuhnya.
Setelah Athaya berhasil melakukan pelepasan yang kedua, mereka pun bersiap untuk check out dari hotel itu.
Dari hotel Athaya mengantar Aprilia ke bengkel tempat dia menaruh motornya tadi dan lelaki itu tidak turun. Dia langsung berangkat ke kantornya walau hanya tinggal satu jam lagi jam kerjanya. Setidaknya dia tidak banyak bolos, karena tadi dia izin istirahat makan siang untuk menengok anaknya yang sedang sakit.
Esoknya Athaya menunggu Aprilia di depan sekolah, di seberang jalan sesuai dengan waktu jam istirahat makan siangnya.
Kali ini saat makan siang Athaya sengaja menyewa ruang VIP di restoran, sehingga tak perlu menyewa kamar. Mereka tidak melakukan penyatuan seperti yang Athaya harapkan, jadi percuma menyewa kamar hotel. Di ruang ini lebih leluasa untuk hanya cium dan saling raba.
Walaupun saling meraba, tetap saja Athaya memberikan es krim untuk Aprilia sehingga dia mengalami satu kali pelepasan di ruang makan tersebut.
Mereka melakukan tanpa takut karena ruang VIP bila tidak dipanggil pelayan tidak akan masuk.
Sehabis makan siang, dari resto tersebut Athaya keluar sendirian. Dia tidak keluar bareng dengan Aprilia. Gadis tersebut keluar belakangan 30 menit sesudah Athaya kembali ke kantor.
“Loh Mami kok pulang cepat Mi?” kata Athaya kaget, malam hari kedua Zahra sudah tiba di rumah. Seharusnya baru besok dia tiba dari Bali.
“Ya Mami nggak ikut acara ramah tamah karena kepikiran sama Çakti,” jawab Zahra.
Dari bandara Zahra memang tidak minta dijemput oleh Athaya. Dia meminta jemput sopir Çakti, jadi saat Athaya tiba di rumah Zahra sudah ada lebih dulu. Tadi Çakti dan Endah juga ikut menjemput ke bandara.