Kelana 8

1032 Kata
Setelah shalat dzuhur, Kelana hendak masuk ke lift, namun langkahnya terhenti ketika Panji datang dan menghampirinya. Kelana menautkan alis dan melihat Panji yang saat ini mengelus leher belakangnya dan memberikan minum kepada Kelana. “Ini apa?” “Aku tadi ke café beli segelas kopi, dan aku beli minuman dingin ini untuk kamu,” jawab Panji tersenyum. “Gak usah. Kasih ke yang lain aja,” jawab Kelana. Tak lama kemudian, Tora dan Iza datang. Tora langsung merangkul Panji. Tora melihat ditangan Panji ada dua gelas minuman, ia pun menyambar mengambil satu dan meminumnya. Panji membulatkan mata dan seperti ingin memukuli kepala Tora, karena Tora sudah mengambil minuman yang ia beli untuk Kelana. Dua manusia ini memang tidak mengerti. Seharusnya mereka jangan datang dulu, dan membiarkan Kelana dan Panji naik duluan, namun keinginannya tak seperti yang terjadi dan semua ini karena Tora dan Iza. Keempatnya lalu masuk ke lift, di lift ada beberapa wanita yang kini menatap Panji. “Panji, kamu ada waktu gak malam ini?” tanya salah satu wanita yang bekerja didivisi berbeda. “Hem? Oh tidak ada,” jawab Panji menoleh sesaat melihat Kelana yang berdiri diujung sementara ditengah mereka ada Tora. “Panji sibuk. Kalian sama gua aja,” kata Tora. “Ih apaan sih, kami maunya sama Panji. Bukan sama kamu.” “Terus kalian mau maksa Panji gitu? Gak akan mau dia,” geleng Tora membuat semuanya menoleh melihat Panji yang kini menyesap minumannya. “Panji, bisa gak? Aku akan memberikan sesuatu untuk kamu.” “Tidak perlu. Saya sibuk,” jawab Panji. “Astaga. Kenapa kamu menolakku? Biasanya juga tidak,” kata gadis itu. Kelana pura-pura cuek, meskipun telinganya mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan. “Aku sudah berubah, jadi kalian cari saja pria lain,” jawab Panji. “Emang kita ngapain? Kan hanya jalan dan makan malam.” “Udah ya. Udah.” Panji berusaha menghentikan perkataan semua orang, karena ini melibatkan keinginannya untuk mendekati Kelana. Ia belum mendapatkan hati Kelana, jadi ia harus berusaha mendapatkannya dan mengabaikan bisikan gadis-gadis lain. Tak lama kemudian lift terbuka, Kelana dan Iza keluar lebih dulu, lalu disusul oleh Panji dan Tora, sementara tiga gadis lainnya masih harus naik ke lantai atas, dimana ruangan divisi mereka. Ketika Kelana dan Iza sudah masuk ke ruang divisi mereka. Tora yang hendak melangkah, dicegah oleh Panji yang saat ini menatapnya kesal. “Ada apa sih, Nji?” tanya Tora. “Lo tanya ada apa? Gila loh ya,” geleng Panji. “Emang gua kenapa? Gila? Gua? Masa sih gua gila.” “Minuman yang lo embat tadi itu minuman yang gua beli buat Kelana. Lo malah main nyosor aja. b*****t banget sih lo,” geleng Panji. Tora membulatkan mata dan tertawa kecil mendengar perkataan temannya. “Wah. Gua minta maaf, Bro. Terus kenapa lo gak tahan gua? Kan lo bisa ambil sebelum gua minum.” “Gimana gua mau ambil kembali, gak ada yang tahu kan kalau gua lagi deketin Kelana. Apalagi Iza. Jadi, jangan katakan apa pun pada orang. Dan, gua mau ambil tadi, tapi lo udah nyosor duluan. Emang gak peka lo.” Panji menggelengkan kepala. “Iya iya. Gua minta maaf. Gua ganti deh entar.” “Udah lo ambil aja. Emang lo gak ada peka-pekanya jadi temen.” Panji melangkah dan meninggalkan Tora yang saat ini masih berdiri didekat lift. “ “Lah ngambek. Gua minta maaf, Bro,” teriak Tora. Panji lalu duduk dikursi kerjanya dan menoleh sesaat melihat Kelana yang saat ini sudah sibuk dengan semua pekerjaannya. Kelana adalah wanita yang berbeda. Kelana tidak memoles wajahnya. Bahkan apa adanya, hanya mengenakan lipmatte tipis yang warna senada dengan bibir. “Lana, aku minta maaf,” lirih Iza. “Maaf untuk apa, Iza?” “Aku lupa beliin makanan, soalnya Tora gangguin mulu,” geleng Iza menatap Kelana dengan wajah berbinar karena tak enak. “Udah gak usah. Aku udah makan kok,” jawab Kelana. “Eing. Kamu makan apa?” tanya Iza. “Kamu tadi kan dari musholah. Kamu makan dimana?” Kelana sesaat melihat Panji dan menggelengkan kepala. “Adalah. Jadi, tidak perlu dibahas.” “Maafkan aku ya, Besti.” “Udah ahh. Kamu kerja lagi aja,” geleng Kelana. “Gimana kalau hari ini kamu ke rumahku?” tanya Iza. “Aku ganti dengan nyiapin kamu makan malam.” “Ah kamu kayak apa aja. Gak perlu lah. Kan udah aku bilang kalau gak apa-apa. Lagian aku gak bisa kemana-mana sepulang kerja karena tugasku banyak.” Kelana menggelengkan kepala. “Jadi, gak bisa nih?” “Iya.” “Aku izinin ke Bang Malik deh.” “Udah gak usah. Tugasku beneran banyak, mana banyak hafalan.” “Ya ampun. Bestiku ini kasihan banget. Jaman sekarang harus hafal hadist.” Iza menggelengkan kepala. Mereka semua kembali fokus bekerja. Kelana sesaat menoleh melihat Panji yang saat ini tengah serius kerja. Sepulang Kelana kantor, bukan senang-senang ataupun berbaring diatas ranjangnya, melainkan harus melakukan tugas yang diberikan Malik kepadanya, semua ini demi dirinya, itulah yang selalu Malik katakan. Karena ia tidak mau adiknya hidup tanpa agama seperti kebanyakan orang. Malik mendidik Kelana harus menjadi muslimah yang baik yang harus mendengarkan katanya demi kebaikannya juga. Setiap kali Kelana diajak oleh Iza berpergian bersama sepulang kantor, Kelana pasti akan menolaknya karena ia masih ada tugas yang harus diselesaikan. Kelana tidak pernha menganggap semua itu beban. Ia menyukai semuanya apa yang dikatakan abangnya selalu didengarkan. Panji bangkit dari duduknya dan menaruh dokumen diatas meja kerja Kelana. “Ini tolong dikerjakan, ya. Deadline sampai jam 6 sore.” Kelana mengangguk. “Baiklah.” “Nanti kalau ada yang susah dikerjakan atau tidak dipahami bisa bertanya padaku,” kata Panji. Kelana mengangguk lagi dan menerima dokumen itu. “Hanya yang aku tandain, bukan yang lainnya,” sambung Panji. Kelana mengangguk lagi. Panji lalu kembali ke meja kerjanya dan menggelengkan kepala. “Gak lama lehernya patah karena terlalu mengangguk,” gumam Panji. “Ngomong apa kek.” “Apa sih lo, kayaknya kesal banget,” geleng Tora. “Udah gak usah ikut campur, ini bukan urusan lo.” Panji kesal sekali karena Kelana tidak memberikannya waktu untuk berdua. Tapi hal itu tidak membuat Panji menyerah, ia akan mendapatkan Kelana bagaimanapun caranya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN