Bu Dian dan Nadin masuk ke dalam mall sembari bergandeng tangan. Nadin, melihat ke kanan dan ke kiri, untuk mencari sesuatu yang hendak di berikan ke Candra.
"Sayang, beli apa, Nak?" tanya Bu Dian.
"Bingung, Ma. Kasih apa ya, Ma buat Candra?" tanya Nadin, meminta pendapat ke mamanya.
Bu Dian juga tampak bingung, sebab selama ini beliau tak pernah merasakan memiliki anak perempuan.
"Biasanya kalian suka apa? Mama juga jadi ikut bingung, Nak," ujar Bu Dian.
Nadin dengan ucapan ragu mengataka, "Ehm, kalau boneka boleh, nggak? Nanti, Mama boleh kok kurangi uang jajannya, buat ganti uang beli bonek ini, Ma."
Tiba-tiba Pak Aska yang sudah berada di belakangnya menjawab, "Apa sih, Nadin? Kamu pilih saja yang ingin kamu beli, kami nggak akan merasa keberatan, kok."
"Benarkah, Pa?" tanya Nadin dengan wajah yang terlihat sinar kebahagiaan dari sana.
Nadin pun kegirangan dan sampai berjalan sendiri ke arah toko mainan yang tak jauh dari pandangannya, sehingga melupakan papa dan mamanya yang masih tertinggal di belakang.
"Kenapa ya, Pa. Jadi ikut bahagia kala melihat Nadin seperti itu. Sayangnya dulu, kita hanya sebentar merasakan kebahagian membesarkan malaikat surga kita, Pa," ujar Bu Dian dengan perasaan bahagia dan sedih bercampur jadi satu.
"Sudahlah, Ma. Biarkan Ricky tenang di sana, kita sekarang rawat Nadin dengan sebaik-baiknya, Ma," ujar Pak Aska.
Bu Dian pun tersenyum ke arah Pak Aska dan begitu pula sebaliknya. Mereka melangkah berdua sembari bergandeng tangan, yang seolah-olah seperti remaja mabuk kasmaran.
Sedangkan Nadin saat ini sedang sibuk memilih boneka yang ada di hadapannya saat ini.
"Wah, bagus-bagus semua. Aku beli apa, ya?" celetuk Nadin.
Pak Aska dan Bu Dian saat ini sudah berada di dekat Nadin. Mereka berdua juga mencoba membantunya untuk memilih boneka yang kira-kira bagus untuk anak cewek seusia dia.
"Bagus, nih. Warnanya pink," ujar Pak Aska, tangannya terlihat membawa boneka kelinci yang ukurannya nggak begitu besar dan berwarna merah muda.
Nadin pun melihat ke arahnya. Lalu berkata, "Bagus, Pa."
Terlihat Nadin menyingkap di bagian harganya, lalu di wajahnya seketika berubah murung. Kemudian dia berkata, "Yang lain saja, Pa. Mahal, hehehe."
Bu Dian yang berada di sampingnya, malah mengelus kepalanya sembari berkata, "Ambil saja, Sayang. Mama dan Papa nggak pernah merasaka keberatan, kok. Nanti, setelah beli ini, kita beli jajanan untun anak-anak yang di sana."
"Baik, Ma. Makasih Pa, Ma. Kalian beruda begitu baik terhadapku, semoga suatu saat nanti aku bisa membalas kebaikan kalian dan sanggup membahagiakan kalian berdua." Nadin bergegas memeluk mamanya.
Setelah itu, mereka berjalan menuju perlengkapan makanan dan jajanan. Nadin di sini hanya mengikuti kedua orang tuanya, dia tak mengambil satu barang apapun. Tetapi, Bu Dian dan Pak Aska, malah terlihat bingung sebab anaknya tak ada keinginan sama sekali.
"Nadin mau apa, sayang? Ambil saja, nanti bisa di makan bareng sama temanmu," ujar Bu Dian.
"Enggak, Ma. Bonekanya tadi sudah mahal, sudah lebih dari cukup, kok," jawab Nadin.
"Sayang, bonekanya kan milik Candra. Kamu sama sekali belum beli apa-apa, loh," ujar Bu Dian.
"Iya, Nadin. Ambil yang kamu ingin beli. Ingat, kamu sekarang anak Papa dan Mama, memang sepantasnya kami membelikan apa yang sudah menjadi hak kamu," sahut Pak Aska.
Nadin masih terlihat ragu, sebab dia takut merasa merepotkan kedua orang tua angakatnya itu.
"Tapi, Ma, Pa," jawab Nadin dengan ragu.
"Ayo, sayang. Nanti keburu malam loh," ujar Bu Dian.
"Disamakan dengan yang lain aja, Ma," Jawab Nadin.
Bu Dian lama-lama merasa kagum dengan kebaikan anaknya itu. Dia walaupun sudah menjadi anak orang kaya, tak sedikit pun memperlihatkan rasa sombongnya. Dalam hati Bu Dian berkata, 'Kamu anak yang baik, Nak. Semoga kami berdua yang menjadi orang tuamu, tak salah memilihmu untuk menjadi anak kami.'
Mereka pun memutuskan membeli segala makanan yang dikira membuat mereka senang dan tercukupi gizinya. Setelah semua dirasa cukup, bergegas membayar dan segera berangkat ke panti asuhan.
***
Sesampainya di sana, saat mobil memasuki area perkarangan panti asuhan terlihat beberapa anak keluar melihat kedatangan mereka. Seperti halnya dulu kala Nadin masih di sana, saat melihat mobil parkir di area panti pasti suka melihatnya.
"Teman-temanmu menyambut kedatanganmu, Nadin," ujar Bu Dian.
"Iya, Ma. Ayo, aku bantu bawa barangnya tadi," ujar Nadin sembari melangkah keluar mobil.
Saat Nadin keluar, teman-teman yang melihatnya sontak berteriak memanggil namanya.
"Nadin," teriak beberapa temannya.
Nadin menoleh dan menjawab, "Halo, teman-teman. Sini-sini, aku bawa sesuatu buat kalian."
Teman-temannya pun menghampiri dan mereka semua terlihat bahagia kala melihat Pak Aska membukakan bagasi mobil bersisi makanan yang sudah dibeli tadi.
"Makanan?" tanya salah satu teman Nadin.
"Iya, ambil yuk. Kita makan bareng-bareng, aku kangen kalian semua," ujar Nadin.
"Sama, Nad. Sepi dan sibuk, saat nggak ada kamu. Gimana kabar kamu? Sampai lupa mau bertanya." Mereka mengobrol sembari menenteng barang belanjaan menuju ke dalam panti.
Saat itu juga, Nadin terlihat sedang mencari sesuatu. Pandangannya berkeliling ke setiap titik yang dapat dijangkaunya. Bu panti pun menghampiri mereka.
"Nadin, Ya Allah, Nak. Ibu kangen banget," ujar ibu panti saat melihat Nadin dan beliau segera memeluknya.
Setelah ibu panti melepas pelukannya, Nadin segera mencium tangannya. Tetapi, mata Nadin masih mencoba mencari sesuatu. Sedari tadi anak-anak, satu-persatu mulai berdatangan menghampiri namun tak terlihat Candra di sana.
Nadin pun segera duduk dan membuka makanan yang tadi di bawanya. Hampir seluruh anak yang berada di sini sudah keluar, namun Candra masih belum nampak batang hidungnya.
"Putra!" panggil Nadin.
Putra yang berada tak jauh dari tempatnya duduk pun segera menghampiri.
"Iya, Nad. Ada yang bisa dibantu?" tanya Putra.
"Perasaan dari tadi, aku nggak melihat Candra, ya? Apa dia masih marah denganku?" ujar Nadin.
"Nadin, si Candra juga sudah memiliki keluarga baru. Dia nggak marah kok dengan kamu, semoga dia juga merasakan kebahagiaan juga sepertimu," sahut ibu panti.
"Amin," jawab Nadin.
Sembari membantu memberikan makanan, tampat terlihat di raut wajah Nadin tampak gelisah dan memikirkan sesuatu. Dia takut semakin takut kehilangan sahabatnya, dia jyga merasa bingung. Seharusnya dia merasa bahagia kala mendengar Candra memiliki keluarga, tetapi sayangnya dia malah takut semakin jauh dengannya.
"Nadin, kenapa? Kok kelihatannya sedih?" tanya putra, yangs sedari tadi masih berada di sampingnya.
"Aku tuh, kangen sama Candra. Padahal, aku ke sini sudah membawakan sesuatu untuknya. Bisa nggak sih, kira-kira aku tahu alamanya?" ujar Nadin dengan berbisik ke Putra.
"Kamu tahu sendiri, sama ibu panti dilarang menanyakan itu. Takutnya mengganggu privasi orang, sebab nggak semua orang bisa bersikap baik kalau kedatangan tamu. Tahukan, ibu panti orangnya amanah banget," tegur Putra.
Nadin, bertahun-tahun di sana pun sebenarnya sudah begitu hafal dengan peraturan seperti itu. Dari dulu memang dilarang untuk menanyakan alamat yang baru anak-anak yang sudah diadopsi. Tujuan ibh panti juga menjaga kita, agar tidak di rendahka oleh keluarga baru anak yang diadopsi.
***
Dulu pernah, ada satu kejadian di mana ada anak yang diadopsi memiliki keluarga kaya seperti Nadin. Namun, kalau sikap ramah jauh dari keluarga Nadin, jika berbicara dengan anak-anak di panti. Bukan orang tua angkatnya yang seperti itu, melainkan keluarga dari pihak orang tua angkatnya
Salah satu anak ada yang menanyakan alamat baru anak yang diadopsi. Dan ibu panti pun memberikan, sebab tidak ingin memutuskan tali silahturahmu itu. Namun sayang, saat bertamu di keluarha baru anak itu, malah di caci maki sama keluarganya.
Di bilang, anak panti ingin numpang kekayaan mereka. Anak panti tak tahu sopan santun, semua cacian yang merendahkan dikeluarkan. Semenjak dari kejadian itu, ibu panti menutup rapat-rapat alamat baru anak yang diadopsi. Memang tujuannya menjaga harga diri dan perasaan mereka.
Bersambung ....