Mereka berdua berjalan hingga sampai di satu ruangan, yang mana di sana terdapat banyak anak-anak yang sedang saling menyantap makanan.
"Kantinnya besar, ya? Di sekolahku dulu, belinya hanya di warung-warung kecil di luar area sekolahan gitu. Di sini terlihat nyaman dan bersih, seperti restoran ya," ujar Nadin tampak kagum.
Lily pun menatapnya dengan wajah terperangah.
"Masa, sih? Boleh keluar area sekolah?" tanya Lily.
"Boleh, memang di sekolahku yang dulu yang jualkan di depan rumahnya sendiri-sendiri dan mereka buka warung kecil gitu," jawab Nadin.
***
Di lain tempat, Candra yang sedang membeli jajan di warung langganannya malah menjelek-jelekkan Nadin.
"Tahu nggak, sih. Nadin, pasti sekarang sombong mentang-mentang jadi anaknya orang kaya. Hem, padahal dia itu cari muka saja," ujar Candra menjelek-jelekan Nadin di depan teman-temannya.
Putra yang berada di warung sama dengan Candra, seketika merasa tidak terima dengan perkataan temannya itu.
"Candra, jadi orang jangan suka jelek-jelekkin orang. Lebih baik diam, toh baru hari ini dia pindah lebih jauh dari kita," tegur Putra.
Candra malah melipat tabgannya di atas d**a, sembari menyunggingkan sedikit senyumnya. Putra yang melihat perlakuan Candra, dia memutuskan pergi dari sana.
***
Padahal setiap tingkah laku Nadin, selalu teringat dengan Candra. Namun, malah sebaliknya Candra menjelek-jelekan sahabatnya itu di depan teman-temannya yang lain.
Walaupun Nadin, yang saat ini sudah memiliki teman baru, tetapi tak pernah sedikit pun dia melupakan sahabatnya dari kecil itu.
Lily dan Nadin pun memutuskan membeli makanan yang sama. Nadin, yang biasanya membaws uang saku untuk membeli satu bungkus es dsn roti, sekarang memiliki uang yang banyak sehingga dia bingung untuk membeli apa. Tetapi, karena dia dari dulu anak yang baik, jadi dia memutuskan untuk memesan satu bungkus es teh manis dan satu mangkok mie kuah.
Sembari menunggu makanan, Nadin dan Lily pun saling bertukar pertanyaan.
"Lily, dari dulu duduk sendiri?" tanya Nadin.
Lily malah menggelengkan kepala, tak pertanyaan Nadin jawabannya tidak
"Lalu, kenapa sekarang duduk sendiri?" tanya Nadin tampak penasara.
"Aku sebelumnya duduk dengan Alma. Tetapi, karena dua minggu lalu dia meninggal, sehingga aku saat ini harus duduk sendiri," jawab Lily terlihat menahan air matanya agar tidak terjatuh.
Nadin, yang mendengar jawaban Lily, seketima merasa penasaran penyebab kematian Alma itu.
"Meninggal? Karena apa?" tanya Nadin, tampak penasaran.
Lily pun bergegas bercerita, jika Alma dulunya anak yang baik dan berprestasi di sekolah ini. Tapi sayang, ternyata yang maha kuasa lebih sayang ke Alma, sehigga dia tutup usia saat seperti ini.
"Ya Allah, semoga kita selalu diberi kesehatan. Pasti sedih banget," jawab Nadin.
"Kamu sebelumnya punya teman dekat nggak?" tanya Lily.
"Punya, kok. Dia anak yang baik, jadi kangen!" jawab Nadin dengan begitu lirih
Setelah, itu ia segera melanjutkan ucapannya. Nadin hingga saat ini, dia saat mengagung-agungkan nama Candra, namun malah sebaliknya Candra tak pernah menghargai Nadin karena rasa irinya.
***
Hari itu, sekolah Nadin alami seperti biasa. Hanya waktu dan tempat yang mungkin membedakannya. Semua berlalu seperti biasa, hingga tak terasa satu bulan akhirnya Nadin bersama di rumah keluarga Pak Aska. Kedua orang tuannya, hanya selalu berpesan agar selama ini jangan pernah merasa sombong dan riya.
Kala itu, dia ada di rumah, jam menunjukkan pukul 17:00 WIB.
"Nadin," panggil Bu Dian saat Nadin sedang membaca buku di ruang tengah rymah Pak Aska.
"Iya, Ma," jawab Nadin sembari meletakkan bukunya.
"Ayo, bersiap-siap. Kita main di panti asuhan, ya," ajak Bu Dian.
Terlihat wajah Nadin seketika terlihat sangat bahagia, sebab apa yang dia inginkan akan tercapai. Dia selama ini merindukan sahabat yang ia sayangi.
"Iya, Ma. Aku ganti baju dulu," jawab Nadin.
Bu Dian pun merasa bahagia, saar melihat Nadin tersenyum seperti itu. Dalam hatinya berkata, 'Maaf ya, sayang. Jika Papa dan Mama nggak bisa mendekatkan kamu bersama temanmu seperti dulu. Dia terlihat sifatnya jauh berbeda denganmu, walaupun Mama baru pertama bertatap muka dengannya saat datang mengadopsi kamu.'
"Ma," panggil Pak Aska kepada istrinya.
Bu Dian pun menoleh sembari menjawab, "Iya, Pa."
Pak Aska duduk di samping Bu Dian, sembari mencium keningnya.
"Nadin, ke mana? Masih ganti baju?" tanya Pak Aska.
"Iya, Pa. Terlihat dari wajahnya dia begitu bahagia. Kadang merasa nggak tega saat harus memisahkan dia dengan sahabatnya itu, Pa.
"Tapi mau gimana lagi, Ma. Terlihat sendiri waktu kita datang untuk adopsi Nadin, Ma. Dia aja berani mencuri dengar perkataan orang lain, bahkan saat ketahuan aja dia malah memfitnah temannya sendiri. Papa takut anak yang seperti itu," jawab Pak Azka.
Tak berselang lama, Nadin pun turun dari lantai kamarnya, kembali menghampiri Bu Dian yang berada di ruang Tengah rumahnya. Saat ini, Bu Dian sedang berada bersama Pak Aska.
"Ma, Pa," ujar Nadin.
Bu Dian dan Pak Aska menoleh ke arah anaknya secara bersamaan.
"Sini, sayang," ujar Pak Aska.
Nadin terlihat begitu cantik walau hanya mengenakan rok yang panjangnya selutut dan berpakaian kaos lengan pendek berwarna abu-abu. Lalu, dia duduk di samping Bu Dian.
"Nadin senang nggak saat Papa dan Mama bilang mau ajak ke panti?" tanya Bu Dian.
"Senang banget, Ma. Kangen sama anak-anak yang lain. Tidak terasa di rumah ini sudah satu bulan. Ma, kalau nanti misal bawa oleh-oleh ke mereka bagaimana?" tanya Nadin.
Bu Dian pun menoleh ke arah Pak Aska.
"Iya, Sayang. Kamu boleh membawakan temanmu apa saja, toh memang nggak setiap hari kamu ke sana," jawab Pak Aska.
"Makasih, Pa, Ma," ujar Nadin.
"Iya, sayang Ayo, berangkat," ajak Pak Aska.
Nadin dengan hati bahagia melangkahkan kaki menuju mobil, dia berangan bertemu sahabat yang ia sayangi selama ini. Dalam hatinya berkata, 'Candra, kamu pasti juga kangen sama aku, kan? Nanti, aku ingin membelikan sesuatu buat kamu.'
Mobil pun melaju secara perlahan, keluar area rumahnya. Nadin yang merasa bahagia sepertinya tak menyadari jika dia tersenyum-senyum sendiri.
"Nadin, senyum-senyum sendiri, Nak? Bahagia banget, ya?" tanya Bu Dian sembari tersenyum.
"Iya, Ma. Pasti Candra juga merasakan hal yang sama denganku, nanti aku mau peluk dia dengan erat, Ma. Kangen banget," ujar Nadin.
"Iya, sayang. Nanti kita agak lama ya di sana, biar rasa kangeu bisa sedikit terobati," ujar Bu Dian.
Nadin pun menganggukkan kepala, saat bersamaan Pak Aska membelokkan mobilnya ke arah mall besar yang tak jauh dari rumahnya.
"Kita belanja dulu ya, sayang. Ayo turun," ajak Pak Aska.
Nadin dan Bu Dian pun segera turun.
Bersambung ....