Bab 1. Bertemu kembali
"Aku tak bisa bersamamu, El! Kamu tahu, dari awal hubungan kita hanyalah pura-pura! Jangan jatuh cinta padaku! Hatiku hanya untuk Miya!"
Elora hanya bisa menatap gedung tinggi di hadapannya setelah ia melamun beberapa saat karena teringat ucapan Satria beberapa tahun yang lalu. Ada luka yang terasa di hatinya jika mengingat ucapan itu.Seolah lupa akan rasa sakit dihatinya, Elora kini malah berdiri didepan gedung yang sama ditempat Satria berada, untuk bekerja di hari pertama.
“Gak akan aku kasih selamat buat perempuan bodoh kaya kamu! Sadar El, kamu itu dibuang Satria! Eh, malah melamar kerja di kantor yang sama dimana dia berada! Kamu tanggung sendiri akibatnya nanti! Jangan pernah datang padaku hanya untuk menangis dan patah hati! Satria itu gak cinta sama kamu!”
Elora teringat ucapan Risma, sahabatnya pagi tadi. Berharap mendapat doa dan dukungan di hati pertamanya kerja di kantor baru, ternyata yang ia dapat hanyalah cacian kesal.
“Aku hanya ingin menatap mas Satria dari jauh, Ris,” gumam Elora perlahan seolah berbicara pada sahabatnya sebelum ia berjalan perlahan memasuki lobby.
Tak ada yang salah dari ucapan Risma, karena niat Elora berusaha keras untuk bisa pindah kerja ke perusahaan ini karena ia mendengar bahwa Satria kini berada disana dan menjadi salah satu pemimpinnya.
Tak hanya berusaha untuk bisa diterima, Elora pun berusaha untuk meningkatkan kemampuannya, networking, juga memperbaiki tubuhnya yang sudah langsing dan cantik itu agar lebih menarik. Dan semua itu semata-mata agar bisa dipandang layak jika ia bertemu Satria kembali.
“Silahkan untuk menunggu di ruangan ini mbak, nanti kalian semua akan mendapatkan training internal tentang perusahaan dan product dari para GM,” ucap Wita dari HRD yang mengantar Elora keruangan meeting yang akan dijadikan ruangan training beserta beberapa karyawan baru lainnya.
Elora hanya mengangguk dan segera mencari posisi paling ujung agar ia tak menjadi pusat perhatian. Nafasnya hampir tersedak saat training hendak dimulai beberapa orang petinggi perusahaan masuk dan ia melihat seseorang yang telah ia rindukan selama 2 tahun ini. Satria.
Pria itu masih tetap terlihat tampan dan mempesona dengan tubuhnya yang tinggi dan atletis, kulitnya yang bersih dan dua lesung pipit yang menggemaskan saat ia tersenyum. Lengan kemeja yang ia gulung membuatnya terlihat lebih santai tapi tak menghilangkan aura kewibawaannya.
Dada Elora bergemuruh sampai nafasnya terasa sesak seolah ingin meledak karena menahan rindu, matanya berkaca-kaca dan menatap Satria penuh harap bahwa pria itu akan melihat ke arahnya dan menyapa.
“Aku disini mas … lihat aku … aku sudah bukan Elora yang dulu lagi, menolehlah,” pinta Elora dalam hati penuh harap.
Bagaimanapun mereka pernah jadi kekasih bahkan sampai bertunangan, Elora yakin bahwa Satria akan bersikap baik padanya walaupun mereka sudah tak memiliki hubungan lagi. Setelah perpisahan mereka dua tahun yang lalu tanpa komunikasi, ini adalah kali pertama Elora kembali bertemu dengannya.
“Karena kita hanya 15 orang, silahkan mengenalkan nama masing -masing,” ucap Satria setelah mengenalkan siapa dirinya dan jabatannya di perusahaan itu.
Elora merasa sedikit gemetar dan gugup ketika gilirannya tiba. Tentu saja Satria menoleh dan melihat ke arahnya. Ada sedikit raut terkejut yang terlihat dari wajah Satria tetapi wajah itu kembali tenang dalam beberapa detik kemudian.
“Perkenalkan saya Elora, dan saya akan menjadi bagian dari tim design creative juga inovasi product,” ucap Elora dengan suara sedikit gugup dan menatap Satria penuh harap bahwa pria itu akan segera mengenali dan menyapanya.
Alangkah kecewanya Elora ketika Satria segera memalingkan wajahnya dan kembali fokus untuk memberikan training tentang perusahaan dan product. Ada rasa penyesalan di hati Elora karena ia terlalu berharap padahal ia selalu berkata bahwa ia hanya ingin melihat Satria dari jauh saja dan kini ia menelan ludah karena tak dianggap.
“Gimana kalau nanti kita makan siang bareng?” bisik Sarah salah satu karyawan baru yang juga tengah ikut training berbisik pada teman barunya, Elora ketika mereka sudah hampir 3 jam di dalam ruang meeting untuk mendengarkan dan berdiskusi dengan para pemimpin perusahaan.
Elora hanya mengangguk cepat sambil tersenyum seolah setuju walau sebenarnya ia tak ingin meninggalkan ruang meeting saat waktu makan siang datang. Ia terlalu malu dan ingin menenggelamkan dirinya yang tak bisa menahan diri sampai sejauh ini demi bisa bertemu Satria.
Waktu makan siang pun tiba. Semua orang pun keluar dari ruangan untuk menuju ruang terbuka di tengah kantor karena ternyata tim HRD telah menyiapkan makan siang prasmanan untuk semua karyawan siang itu sebagai tanda selamat datang pada karyawan baru.
“Silahkan untuk menikmati santapan siangnya dan jangan lupa untuk mingle dengan karyawan baru agar mereka bisa merasa diterima ditempat ini,” ucap Wita kepada seluruh karyawan sebelum ia mempersilahkan semua orang untuk menikmati hidangan.
Elora segera berjalan dalam antrian bersama Sarah dan segera mengambil piring ketika ia mendengar suara beberapa orang memanggil seseorang mengajak orang itu untuk makan siang bersama.
“Sini mbak, kita makan siang bareng, lumayan nih gratis!” celetuk seorang pria dan membuat Elora tak sengaja menoleh ke arah suara.
Piring yang tengah dipegangnya tiba-tiba lepas dan menimbulkan suara pecahan kaca yang cukup keras. Semua orang segera menoleh ke arah Elora yang tengah berdiri dengan tubuh sedikit gemetar dengan wajah yang begitu pucat sambil menatap perempuan cantik yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Perempuan itu pun tampak sangat terkejut saat melihat Elora.
“Elora kamu gak apa-apa?! Kaki kamu berdarah tuh! Kena pecahan kaca!” pekik Sarah yang ikut terkejut karena Elora tak sengaja menjatuhkan piring.
“Gak apa - apa … aku gak apa-apa…,” ucap Elora cepat berusaha tersenyum dan segera meninggalkan antrian menuju toilet untuk membersihkan darah yang keluar dari punggung kakinya.
Disisi lain terdengar juga pertanyaan orang-orang pada perempuan yang membuat Elora terkejut.
“Mbak Miya gak apa-apa?! Kena pecahan kaca gak?!”
Sesampainya di toilet Elora tak bisa menahan genangan air mata yang tumpah dengan tiba-tiba dan sekuat tenaga agar tak terisak. Akh, kali ini ia benar-benar menyesal mengapa tak menuruti perkataan Risma.
Andai saja ia bisa mengendalikan perasaanya, tentunya ia tak akan mengejar Satria sampai masuk perusahaan ini! Andai saja ia bisa menahan dirinya, tentu saja ia tak akan bertemu Miya, perempuan cantik yang menjadi cinta di dalam hati Satria.
“Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?” isak Elora perlahan sambil menatap kakinya yang terluka seolah mewakili hatinya.
Elora tak menyangka, bahwa kini ia terjebak bersama mantan kekasih juga perempuan simpanannya di dalam kantor yang sama. Perlahan ia mencoba membersihkan bekas lukanya sambil menangis lalu berjalan perlahan keluar dari toilet wanita dengan langkah gontai dan langkahnya kembali terhenti ketika melihat seseorang seolah menunggunya di depan toilet.
"Mas Sat-ria?"
Bersambung