Keep It Secret!

2345 Kata
Gelak tawa dan tepuk tangan seisi meja yang ditempati Norika sangat ramai ketika teman-temannya tetap mencekoki Norika dengan minum beralkohol itu. Wanita itu sudah lemas, mengangkat tangannya berkali-kali sambil memejamkan mata, tapi teman-temannya tetap menyemangatinya agar terus minum. “Mantap… lagi, lagi!” “Ayo, Norika… masa segitu aja sih minumnya?” Norika sampai tersedak, “gue dah nggak kuat!” “Oke, oke, berhenti dulu.” Oza menahan teman-temannya, lalu duduk disamping Norika, tangannya merangkul pinggang ramping itu sambil mengusap ujung bibir Norika dengan tissue. Dari kejauhan, Gyan meneguk juga gelas berisi minuman beralkohol itu sambil menatap ke meja Norika dengan jengah. Berkali-kali Gyan menyentakkan kepalanya, menyisir rambutnya dengan resah dan mendesah geram terusan karena menahan diri untuk tidak menarik Norika dari kumpulan teman-temannya itu. Bagaimanapun juga Gyan menghormati waktu Norika bersama teman-temannya sehingga tidak ingin menganggunya. Sampai dimana Oza kembali mencekoki Norika dengan botol minuman keras itu, hingga alkohol itu menetes membasahi leher Norika karena Norika tidak kuat minum. Hal itu membuat Oza berkesempatan menyurukkan kepalanya ke leher Norika, menciumi leher Norika dan menjilat alkohol yang manis itu. “Okay, enough!” Gyan tak tahan lagi, ia meletakkan gelas yang isinya sudah tandas itu ke meja bar dan menghampiri Norika sebelum tangan Oza makin menggerayangi tubuh Norika. “Permisi, saya ada perlu sama Norika.” Tanpa memikirkan sopan santun Gyan langsung mendorong d**a Oza begitu saja dan menarik Norika yang sudah sangat mabuk. “Anj*ng!” Umpat Gyan dan kemudian berdiri. “Siapa lo?!” “Nggak perlu tahu saya siapa.” Sambil merengkuh Norika, Gyan menatap Oza dengan tajam. “Eungh…” Norika meracau, ia mendongak dan menyipitkan mata menatap Gyan. “Pak Gyan kok disini? Emang kantor kita pindah kesini ya, Pak?” “Lo nggak berhak ya bawa temen gue pergi gitu aja!” Oza berdiri makin mendekat menantang Gyan, tangannya sudah maju hendak menarik Norika dan mendorong d**a Gyan. “Balikin Norika!” Namun tanpa banyak bicara, dengan satu tangan Gyan mencengkeram kerah baju Oza, menariknya dengan kencang. “Nggak usah ikut campur!” Dan kemudian mendorong keras Oza hingga pria itu tersungkur ke meja yang berisi gelas serta botol-botol minuman keras. Suara pecahan kaca dan jeritan wanita dalam meja itu memancing perhatian dari para pengunjung serta teman-teman dekat Oza di club malam ini yang langsung menghampiri mereka. “Heh, ada apa ini?!” Teman pria yang lain hendak menarik lengan Gyan ketika Gyan hendak membawa Norika, tapi kemudian datang segerombolan pria berbadan besar dan berpakaian rapi yang terlebih dahulu mendorong orang itu hingga tersungkur juga. “Sialan! Siapa lo?!” Bentak Oza pada para bodyguard Gyan yang pada akhirnya turun tangan. Gyan lalu menghela napas, berusaha sabar pada bocah macam Oza. “Ingat kata-kata saya tadi? Nggak usah ikut campur atau bodyguard saya akan membuat kalian semua bermalam di rumah sakit pada malam ini. Soal biaya perawatan? Tenang, akan saya tanggung.” Bodyguard itu benar-benar menjaga Gyan hingga masuk kedalam lift. Club malam itu kini jadi penuh kasak-kusuk orang-orang karena ada pengusaha tampan Gyan Revano yang dikawal banyak bodyguard dan membuat keributan disini. Norika sendiri masih terus meracau ketika Gyan membawanya ke apartemen. Sampai resepsionis gedung apartemen mewahnya itu terheran-heran melihat Gyan membawa wanita mabuk dengan pakaian yang seksi. Sungguh bukan seperti Gyan yang biasanya, setelah putus dengan Railyn, resepsionis itu mengira jika Gyan membawa wanita panggilan. “Pak Gyan, ini dimana?” Norika berjalan sempoyongan ketika Gyan merangkulnya. Lalu ia berusaha mendorong dadaa Gyan. “Saya bisa jalan sendiri Pak Gyan…” “Astaga Norika, lebih baik kamu diam!” Gyan kemudian menggendong Norika ala bridal walaupun kini Norika berteriak protes. “Argh! Pak Gyan! Lepasin saya!” Teriak Norika di dalam lift. “Pak Gyan pasti mau ceburin saya ke kolam, kan?!” “Hah?” Gyan makin tidak paham dengan racauan Norika. Tapi kemudian ia tertawa kecil sambil membenarkan letak tubuh Norika dalam gendongannya. “Kamu nih ngomong apa sih, Norika?” Dan Norika tak lagi menjawab, karena wanita itu kini sudah tertidur pulas dalam dekapannya. *** Dering ponsel yang berkali-kali berbunyi diiringi dengan dering alarm ponselnya yang sangat Norika kenal membuat Norika berusaha membuka kelopak matanya yang begitu berat ketika dipaksa untuk terbuka. Dering ponsel yang tak dikenalnya itu awalnya berhenti, dering alarm-nya masih berbunyi, sampai kemudian nada dering ponsel itu berbunyi lagi. “Arghhh!” Norika mengerang frustasi, membekap wajahnya pada bantal dan kemudian langsung merangkak mencari sumber suara itu yang ternyata berasal dari ponselnya diatas nakas serta salah satu ponsel lain disamping ponselnya. “Hape siapa, nih?” Panggilan disana tertulis dari: Secretary Jelas itu bukan ponsel miliknya. Sampai kemudian Norika sadar bahwa pakaiannya kini terasa longgar, tidak ketat seperti semalam dan ia langsung terkesiap, memegang dadaanya yang sudah tidak menggunakan bra lagi. “Hah?!” Dirinya terkejut karena kini menggunakan gaun tidur satin berwarna soft gold dan makin terkejut karena kini ia berada di kamar Gyan Revano! “Apa yang gue lakuin semalem?!” Norika meremas sendiri rambutnya dengan frustasi. Kepalanya sangat pening, berusaha mengingat-ingat kejadian semalam. Norika hendak mengambil ponselnya, tapi kemudian pintu kamarnya terbuka. “Udah bangun?” Gyan masuk ke kamarnya menggunakan celana pendek berwarna abu-abu dan kaus tanpa lengan berwarna hitam. Pria itu menggunakan topi berwarna hitam dan headphone, terlihat sekali baru selesai berolahraga karena terlihat bajunya basah karena peluhnya. Norika sampai diam membeku, Gyan terlalu mempesona, tubuhnya yang atletis dan keringatnya itu menambah kesan manly juga seksi. Sampai kemudian dengan santai Gyan menarik lepas bajunya, membuatnya shirtless yang menampakkan perut six pack-nya. Dan Norika makin dibuat salah tingkah karenanya. Walaupun ia pernah bercinta dengan Gyan dan tahu seluruh inci tubuh pria itu, tetap saja bangun di pagi hari dengan keadaan seperti ini… tunggu, Norika lupa soal kejadian semalam! “Kok saya bisa tidur di apartemen Pak Gyan lagi?! Semalam kan saya—” “Dugem sama temen?” lanjut Gyan sambil menarik handuk dari lemarinya. Ia lalu membalikkan badan menatap Norika. “Aku baru tahu kalau belanja tuh beloknya ternyata ke club ya, bukan ke supermarket.” Gyan jelas menyindirnya dan Norika ketahuan berbohong. “Ngapain bohong sih?” desak Gyan. “Bukan urusan kamu.” Norika menundukkan pandangannya sambil membuang muka. Ia jelas sedikit takut dengan tatapan Gyan yang mengintimidasi. “Bukan urusan saya juga ketika kamu dipaksa minum oleh teman-teman kamu? di raba-raba sama mantan kamu itu dan—” Gyan tidak lagi melanjutkan ucapannya. Ia memejamkan mata sambil mengusap pangkal hidungnya. “Jangan bohong lagi sama saya.” Norika lalu berdecak. “Kenapa tiba-tiba aku pakai baju kaya gini? Pasti saat aku mabuk kamu ambil kesempatan, kan?!” “Kesempatan untuk apa?” tanya Gyan dan tatapannya menyisir penampilan Norika gini. “Nggak enak bercinta sama cewek mabuk. Nggak ada rasanya.” “Apa?!” Norika langsung menyilangkan tangan di depan d**a. “Jadi bener semalem tuh kamu…” “Apasih, Norika?” Gyan menatapnya tak paham. “Semalam kamu muntah di ruang tamu apartemen saya dan saya harus ganti baju kamu dengan pakaian yang nyaman! Itu juga baju Railyn yang masih ada disini.” Norika awalnya terkejut karena ia sampai muntah. Tapi lebih terkejut lagi ketika tahu bahwa baju yang ia pakai adalah milik Railyn. Merasa salah tingkah, Gyan kemudian berdeham dan masuk kedalam kamar mandi. “Saya mandi dulu. Cepat sarapan dan minum obat pereda pengar di ruang makan.” *** Norika tak banyak bicara ketika melihat tatanan sarapan yang seperti hotel bintang lima di meja makan. Padahal Gyan tinggal sendiri, Norika juga baru saja bangun dari mabuk semalam dan Gyan juga tadi pergi olahraga. Jadi bagaimana bisa ia menyiapkan ini semua? Tiba-tiba saja kedua bahu Norika direngkuh dari belakang dan Gyan mengecupi tengkuk hingga bahunya dengan kecupan ringan. “Udah kamu minum obatnya?” Dengan susah payah Norika berusaha menelan makanannya karena ia cukup terkejut dengan tingkah Gyan barusan. “Udah.” “Kapan kamu punya waktu untuk menyiapkan semua makanan ini?” tanya Norika. Gyan menarik kursi disamping Norika dan duduk disampingnya. “Bukan aku, tapi chef hotel.” “Hah?” “Ibuku membuka hotel dan ada training chef. Yaudah aku suruh aja tadi dia coba buat breakfast disini.” Kunyahan Norika melambat, seringkali ia tidak paham dengan pemikiran orang-orang yang super kaya seperti Gyan contohnya. Gyan hanya meminum kopi dihadapannya, tapi tidak menyentuh makanan apapun. Sedangkan Norika sudah menghabiskan makanannya dan ganti memakan buah sebagai penutup, entah kenapa selepas mabuk berat tadi malam ia jadi sangat lapar seperti ini. “Masa sih semalam aku beneran muntah di apartemen kamu?” tanya Norika. “Nggak percaya? Silahkan sana lihat cctv.” Norika sontak mengerucutkan bibirnya. Ia menimbang-nimbang untuk mau melihat cctv atau tidak. Pasalnya, bisa saja ia yang malu sendiri melihat dirinya muntah dari kamera cctv—jika benar ia muntah. Gyan tiba-tiba saja memutar kursi Norika menjadi menghadap Gyan. Pria itu memegang kedua ujung punggung kursi dan menatap Norika begitu serius. “Jadi, bisa kita bicarakan soal kejadian semalam?” “Kejadian… yang mana?” Norika melirik kearah lain, jelas sekali menghindari tatapan mengintimidasi Gyan. “Siapa laki-laki yang bersamamu malam itu?” tanya Gyan, ibu jarinya bergerak mengusap ujung bibir Norika, yang tanpa ia sadari membuat pipi wanita itu bersemu merah. “Dia Oza, mantanku waktu SMA.” “Jadi semalam kamu membohongi aku karena mau ketemu sama mantanmu itu, hm?” “Bukan begitu,” wajah Norika langsung tak terima. “Aku nggak ada maksud ingin membohongi kamu waktu itu. Tapi tiba-tiba temanku ngajak ke club malam itu dan kebetulan aja ada Oza disana.” “Dan kebetulan juga kamu membiarkan Oza mencium dan meraba-raba kamu?” Gyan makin mendesaknya. Norika mengernyitkan dahinya. “Emang dia cium-cium aku?” “Jelas.” “Aku… nggak ingat.” Jawab Norika sambil tetap berusaha mengingat-ingat. Gyan menghela napas, berusaha untuk mengusir gusarnya karena wanitanya disentuh-sentuh oleh pria lain. Iya, sekarang Norika merupakan wanitanya. Tangan kanan Gyan bergerak merengkuh pinggang ramping Norika, menarik wanita itu semakin mendekati dirinya dan sontak membuat Norika menahan napas karena Gyan membuat jarak diantara mereka menjadi semakin dekat. “Aku tidak ingin kamu disentuh-sentuh oleh pria lain mulai dari sekarang. Tidak ada mantan, tidak ada pria lain.” Gyan kemudian memiringkan wajahnya dan Norika sudah tahu apa yang terjadi setelahnya. Norika memejamkan matanya, membiarkan bibir Gyan menyentuh bibirnya, mengulum bibirnya dengan menggebu, menelusupkan lidahnya pada bibir Norika dan membiarkan lidah mereka bergulat didalam sana. Norika melenguh dalam ciumannya ketika tiba-tiba saja tangan Gyan sudah masuk kedalam gaun tidurnya dan meremas salah satu gunung kembarnya, jemari Gyan memainkan puncak dadaanya yang otomatis menaikkan napsu Norika. Tapi tiba-tiba saja Norika mendorong d**a Gyan, membuat ciuman mereka terjeda. “Ini maksudnya apa? Kamu ingin ada suatu komitmen diantara kita?” “Semacam itu?” Norika semakin bingung dengan jawaban Gyan yang masih abu-abu. Jika seperti itu, dikatakan pacaran juga bukan. Tapi Norika takut untuk berkata langsung pada intinya ke Gyan. “Tapi kan tidak boleh ada hubungan khusus di kantor.” Ucap Norika pada akhirnya. “Yaudah kalau begitu, keep it secret.” Gyan kembali mencumbunya. “Hanya kita berdua yang tahu.” Norika yang sudah begitu terbuai oleh mulut manis Gyan dan sentuhannya pada akhirnya menyetujui itu. Lagipula dari dulu Norika sudah sangat menyukai Gyan. Bahkan sampai sekarangpun, bagai mimpi rasanya ia bisa bercinta dengan Gyan Revano dan pria itu seperti memujanya. *** Hari ini ada sebuah acara gathering kantor yang diadakan di Lembang, Bandung. Norika dan teman-temannya sudah menjalani banyak aktivitas seru sedari tadi pagi. Sampai acara di malam hari adalah sedikit selipan rapat kecil dan coffee break. Saat coffee break, beberapa pria memanfaatkan waktu untuk bisa keluar ruangan dan merokok walaupun cuaca di villa ini sangat dingin. Norika dan Sarah juga ikut keluar dari ruangan karena mereka ingin melihat pemandangan villa di malam hari. “Gue seharian ini nggak lihat Pak Gyan deh, Sar.” Ucap Norika memancing tanya. Karena ia benar-benar tidak melihat Gyan pada acara gathering ini dan seharian juga chat-nya tidak dibalas. “Dia nggak ikut apa ya?” “Ikut kok!” Sarah menjawab semangat. “Tadi gue lihat dia sebelum rapat. Kayaknya baru sampai disini deh—ehh, itu Pak Gyan!” Sarah menyenggol-nyenggol lengannya sambil berbisik. Norika langsung membatu, sedangkan Gyan yang berjalan melewati mereka sepertinya sadar dibicarakan karena Sarah terlalu heboh. “Selamat malam, Sarah, Norika…” Sapa Gyan dengan ramah. “Selamat malam, Pak.” Norika menjawab lembut. “Malam Pak Gyan, hehehe.” Sarah sudah kesenangan sendiri disapa oleh direktur tampan itu. “Mau kemana nih Pak malam-malam?” “Mau lihat kamar saya. Tuh disana.” Gyan mengedikkan dagunya, menuju bangunan villa private paling bagus yang sudah disiapkan kantor untuknya. “Euhm, Norika, bisa bicara sebentar?” “Saya, Pak?” Norika menunjuk dirinya sendiri. “Udah sana buruan, gue tunggu di dalem, ya!” Sarah yang sangat bersemangat sampai mendorongnya dan meninggalkannya berdua dengan Gyan. “Kenapa?” tanya Norika sok jutek, karena ia masih sedikit jual mahal dengan Gyan. Setelah memastikan Sarah benar-benar pergi dan mereka hanya berdua, Gyan kemudian menarik tangan Norika dan tersenyum sumringah. Gyan menundukkan wajahnya dan dengan cepat mengecup bibir Norika, membuat wanita itu membulatkan matanya karena terkejut. Ia ingin memukul Gyan tapi pria itu langsung menahan tangannya. “Saya tunggu di kamar ya nanti.” Bisik Gyan dengan sensual, lalu mengecup pipinya. “Hah? Gimana aku bisa ke kamar kamu coba? Kan aku tidur sama Sarah.” “Nunggu Sarah tidur, lah. Baru waktu itu kamu ke kamarku.” Gyan lalu menegakkan badannya, menjauhi Norika ketika ada orang lain yang lewat dan menunduk sopan kearahnya, karena Gyan merupakan atasan. Tapi kemudian kembali mendekati Norika dan berbisik lagi ketika sudah sepi. “Dan jangan lupa pakai hadiah dari saya.” “Hadiah?” “Ada hadiah di dalam koper kamu di kamar.” “Gimana caranya kamu bisa masukin hadiah ke koperku?!” Gyan hanya mengedikkan bahunya sambil melangkah mundur, lalu ia mengedikkan mata nakal pada Norika. Norika sontak menggigit bibir bagian bawahnya, belum-belum jantungnya sudah berdetak lebih cepat dari biasanya. Menebak apa hadiah yang diberikan Gyan padanya dan memikirkan bagaimana caranya menyelinap keluar dari kamar menuju ke kamar Gyan sendirian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN