Perlakuan Kasar

2661 Kata
Fella hanya mampu membekap mulut saat melihat video yang mempertontonkan adegan Diego tengah disiksa sedemikian rupa oleh Ero. Diego yang malang dipukuli dengan memakai cambuk. Tubuhnya ditelanjangi sehingga hanya mengenakan celana saja sedangkan bagian atasnya tampil polos tanpa sehelai benang pun yang menutupi. Ero dengan mengerahkan seluruh tenaga yang dia miliki mencambuk tubuh Diego, seketika teriakan kesakitan mengalun dari mulut pria itu. Namun, seolah tak memiliki hati nurani, Ero terus mencambuknya hingga di bagian d**a dan punggung Diego sudah penuh dengan luka cambukan yang dilihat sekilas pun pasti sangat menyakitkan. “Bunuh aku. Bunuh saja aku daripada harus merasakan sakit sebesar ini!” teriak Diego di sela-sela rintihannya. “Cih, aku tidak akan membunuhmu semudah itu karena akan kubuat kau menderita sedikit demi sedikit,” sahut Ero sebelum suara tawa lantangnya mengalun keras. “Ini hukuman karena kau berani bertemu dengan calon istriku secara diam-diam.” “Dia bukan calon istrimu! Dia itu kekasihku!” teriak Diego yang tentunya tak terima mendengar perkataan Ero yang mengklaim Fella sebagai calon istrinya. “Aku tidak akan membiarkan kau menikahinya. Tidak akan!” “Memangnya apa yang bisa kau lakukan untuk membatalkan pernikahan kami yang beberapa jam yang lalu baru saja dilangsungkan?” Ero mendengus seraya menggelengkan kepala. “Tidak ada. Kau tidak bisa melakukan apa pun untuk membuat pacarmu itu batal menikah denganku karena sekarang dia sudah resmi menjadi istriku. Sudahlah, kau terima saja kekasihmu telah menjadi istriku dan tak lama lagi akan melahirkan keturunanku.” “Tidak! Aku tidak akan pernah rela! Jangan coba-coba kau menyentuh Fella! Dia itu milikku!” Diego terus berteriak mengutarakan ketidakrelaan sang kekasih diambil pria lain. Namun, sayangnya dia hanya bisa berteriak, tak bisa melakukan tindakan apa pun untuk menyelamatkan Fella dari cengkeraman Ero. “Terus saja berteriak karena percuma … yang bisa kau lakukan hanya menerima kekasihmu akan menjadi milikku.” Ero tertawa lantang, tentu saja membuat Diego tak kuasa menahan amarahnya. Pria itu meludah sembarangan dan tepat mengenai sepatu Ero. Melihat sepatunya kotor karena terkena air liur Diego, Ero menggeram marah, lalu tak segan-segan kembali memukuli Diego secara bertubi-tubi dan tidak ada ampun. Ero memukul perut, d**a dan wajah Diego dengan kepalan tangannya. Hingga darah menyembur keluar dari mulut Diego saat dengan keras Ero menendang perut pria itu. Tak cukup sampai di sana karena setelah puas memukuli Diego dengan kepalan tangannya, Ero pun kembali mencambuk tubuh pria itu. “Siram tubuhnya dengan air garam!” teriak Ero memberikan perintahnya kepada anak buahnya yang berada di sana. “Aarrggh!!” Teriakan kesakitan Diego mengalun kencang tatkala tubuhnya merasakan perih yang amat sangat saat air yang sudah dicampur garam itu mengenai luka-luka di tubuhnya. “Rasakan! Itu hukuman untuk orang yang berani melawan dan menantangku, mencari masalah denganku,” ujar Ero sebelum suara tawanya pun kembali mengalun. Video itu berhenti sampai di sana karena penyiksaan Diego telah usai. Ero mematikan televisi dan kembali terfokus pada Fella yang kini sedang menangis karena tak tega melihat penderitaan kekasihnya. “Kenapa kau menyakiti Diego? Padahal kau sudah berjanji padaku tidak akan menyakitinya,” tanya Fella, wajahnya memerah karena amarah. “Itu hukuman karena kau yang sudah berani secara diam-diam menemui kekasihmu di penjara. Aku sudah pernah bilang bukan, jika kau melakukan kesalahan sekecil apa pun maka kekasihmu itu yang akan menerima hukumannya. Sekarang kau percaya bukan bahwa semua yang kukatakan bukan sekadar ancaman atau gertakan, melainkan sebuah kenyataan yang benar-benar akan aku lakukan jika kau sampai melakukan pelanggaran.” Fella tak mengatakan apa pun, dia hanya terisak karena tak sanggup membayangkan penderitaan yang saat ini sedang dirasakan Diego. “Diego pasti terluka parah karena kau pukuli seperti itu. Tolong bawa dia ke rumah sakit atau setidaknya obati dia.” Ero mendengus. “Tidak akan. Biarkan dia meresapi rasa sakit itu, tidak akan aku biarkan ada yang mengobatinya.” “Kau kejam sekali. Bagaimana jika dia mati?” “Berarti memang ajalnya telah tiba. Memangnya aku bisa apa?” “Dasar brengsek.” Mendengar umpatan Fella, Ero justru semakin tertawa puas. “Kita akhiri pembicaraan ini, sekarang mari kita memulai pada permainan inti. Kita harus melakukan ritual malam pertama, bukan? Kalau begitu mari kita lakukan.” “Aku tidak mau,” tolak Fella mentah-mentah, sukses menyulut emosi Ero naik ke permukaan. “Apa kau bilang? Kau berani menyalahi kesepakatan kita. Kita sudah menikah dan kau harus menjalankan tugasmu suka ataupun tidak. Jangan membuatku marah jika tak ingin kau dan kekasihmu itu mati di tanganku sekarang juga.” “Dasar licik. Kau selalu memberikan ancaman.” “Karena itulah yang akan aku lakukan jika kau berani melawanku. Karena itu menurutlah dengan begitu kau dan pacarmu itu akan selamat. Paham?” Fella tak mengatakan apa pun lagi, hanya terus meneteskan air mata. Sedangkan Ero kini membuka botol wine yang sudah disiapkan pelayan. Menuangkan minuman yang bisa membuat hilang akal alias mabuk itu ke dalam gelas, pria itu lalu menggoyang-goyangkan gelas berkaki yang sudah terisi wine sebelum dia memasukan minuman berwarna pekat itu ke dalam mulutnya. “Kita akan mulai bersenang-senang malam ini. Sekarang coba kau buka gaunmu itu,” titah Ero masih dengan santai menenggak minumannya. Fella ingin menolak, tapi dia tahu dirinya tak berdaya, hanya bisa menuruti semua yang diperintahkan Ero. “Ck, tunggu apa lagi? Cepat buka gaunmu!” teriak Ero, mulai habis kesabarannya karena Fella yang hanya diam mematung alih-alih bergegas melepaskan gaunnya seperti yang diperintahkan Ero padanya. Dengan sangat terpaksa, bahkan tangannya bergetar hebat, Fella pun mulai melucuti satu demi satu kain yang melekat di tubuhnya. Dimulai dengan gaun pengantinnya yang berwarna putih bersih dan mewah, hingga kini wanita malang itu hanya mengenakan pakaian dalam. Dia menutupi bagian d**a dengan melingkarkan kedua tangannya. Ero yang menatap penampilan Fella yang setengah telanjang itu menyeringai puas. “Kenapa tidak diteruskan? Cepat buka semua pakaianmu.” “Tapi …” Fella bermaksud mengutarakan penolakan, tapi urung dia lakukan saat melihat Ero mendelik tajam padanya. Sekali lagi wanita malang itu hanya bisa menuruti yang diperintahkan Ero. Masih dengan tangannya yang gemetaran, dia pun melepas pakaian dalamnya sehingga kini benar-benar tampil polos, tak ada sehelai benang pun yang menutupi. Ero yang melihat tubuh indah Fella terpampang di depannya mulai meneguk ludah, mungkin gairahnya mulai naik ke permukaan. Tak berminat lagi pada wine di tangannya, Ero pun meletakan minumannya di atas meja, dia lalu beranjak bangun dari kursi yang dia duduki dan menghampiri Fella yang sedang berdiri dengan kedua lutut bergetar dan terasa lemas. Jangan lupakan telapak tangannya yang terasa dingin karena takut bukan main. Ketika Ero akhirnya berdiri tepat di hadapannya, tubuh Fella gemetaran dengan hebat. Ero tentu melihatnya, dia menyadari wanita yang sudah resmi menyandang status sebagai istrinya itu kini tengah ketakutan setengah mati. Ero merentangkan kedua tangannya ke samping dan tanpa permisi memeluk Fella. “Lepaskan aku.” Tentu saja Fella tak terima dirinya dipeluk tanpa izin, dia terus menggeliat berusaha melepaskan diri dari pelukan Ero. “Diamlah, aku hanya sedang berusaha menenangkanmu. Kau tidak perlu takut padaku karena aku akan memperlakukanmu dengan lembut.” Fella meneguk ludah, terutama saat dia merasakan usapan jemari tangan Ero di punggungnya. Awalnya, usapan itu seringan kapas hingga lambat laun berubah menjadi penuh tuntutan. Ero menelusuri setiap inci kulit punggung Fella yang mulus dan lembut dengan jari-jari tangannya yang besar, membuat Fella menggelinjang tak nyaman karena ada rasa geli yang dia rasakan. Namun, tak Fella pungkiri rasanya menenangkan disentuh seperti itu oleh pria yang telah berstatus sebagai suaminya itu. Permainan Ero tak sampai di sana karena dia kini membenamkan kepalanya di perpotongan leher jenjang Fella. Dia mengecup kulit leher Fella yang bisa dia jangkau, tentu saja tindakannya itu membuat Fella semakin merasakan sensasi aneh dalam dirinya. Tanpa sadar kedua tangan Fella yang awalnya menggantung, kini mencengkeram bahu Ero dengan kuat dan erat. Ero menyadari Fella mulai terpengaruh permainannya sehingga dia pun semakin beraksi. Ciuman lembut pada leher Fella berubah menjadi penuh gairah. Dia menghisap kulit leher Fella, menciptakan tanda pemilikan di sana, tidak hanya satu, melainkan beberapa sehingga leher Fella penuh dengan tanda merah yang pastinya sulit untuk dihilangkan. Akan membutuhkan waktu beberapa hari hingga tanda itu bisa hilang dengan sendirinya. Ero menatap wajah Fella lekat, menyadari wanita itu sudah terpengaruh sepenuhnya oleh permaiannya dan bisa terlihat mulai meminta lebih karena napas Fella mulai memburu, sorot matanya tampak memohon agar permainan mereka berlanjut pada tahap selanjutnya. “Baiklah, Sayang. Kita mulai permainan inti. Nikmati saja karena akan kubuat kau tidak akan pernah melupakan kenangan malam ini,” bisik Ero pelan di depan telinga Fella, sebelum dia pun menggendong Fella. Lalu dia jatuhkan tubuh wanita itu di ranjang yang empuk dan sudah dihias sedemikian rupa sehingga terkesan romantis. Melihat Fella yang sudah terbaring pasrah di ranjang, Ero pun tak bisa menahan diri lagi. Dia mulai melepaskan satu demi satu kain yang melekat di tubuhnya sehingga kini penampilannya sama polosnya dengan Fella. Saat melihat Ero yang sudah telanjang itu naik ke ranjang, Fella beringsut mundur, akal sehatnya masih berfungsi dengan baik walau tadi sempat terbuai permainan jari dan bibir Ero di kulitnya. Hanya saja Fella tahu sekarang kondisinya sangat berbahaya, dia masih berusaha menghindar dengan terus mundur, membuat jarak sejauh mungkin dengan Ero yang mulai merangkak mendekatinya. Tentu saja Ero menyadari sikap Fella yang ingin melarikan diri darinya. Tak akan dia biarkan wanita itu lari setelah tubuhnya berhasil membangkitkan gairahnya, Ero pun menangkap salah satu kaki Fella, menariknya sekuat tenaga dan dia mengunci pergerakan wanita itu. Dengan cepat Ero menindih tubuh Fella sebelum wanita itu berniat untuk bangun. “Mau ke mana kau, hm? Sudah kubilang tadi, jangan melawan dan ikuti saja perintahku. Itu pun jika kau masih sayang pada nyawamu dan nyawa kekasihmu itu.” Lagi-lagi Ero memaksakan kehendak dengan memberikan ancaman yang sukses membuat Fella tak berkutik. Wanita itu hanya bisa berbaring pasrah dan tak mampu melakukan perlawanan tatkala Ero mulai menjelajahi tubuhnya. Ero mulai bermain-main di area dadanya, menggunakan mulut dan lidahnya. Fella hanya bisa memejamkan mata saat merasakan area tubuhnya yang sensitif terus dijelajahi oleh Ero. Lalu jajahan pria itu turun ke area perut hingga berakhir di inti kewanitaannya. Fella hanya bisa memejamkan mata dan tanpa sadar mengeluarkan suara lenguhan ketika Ero melesakan lidahnya ke benda paling sensitif di tubuh Fella tersebut. Ero sangat lihai memainkan tubuh Fella seolah dia sudah tahu betul cara memanjakan tubuh seorang wanita. Mendengar suara lenguhan pelan Fella berubah menjadi desahan kencang, Ero pun menindih tubuh Fella sepenuhnya. Wajah mereka kini berada sejajar, bisa merasakan hembusan napas menerpa kulit wajah masing-masing. Menggunakan jari-jari tangannya yang besar dan kekar, Ero menyingkirkan rambut Fella yang menjuntai dan menghalangi wajahnya. Wajah wanita itu tampak berkeringat dan memerah bak kepiting rebus, ini karena gairahnya tengah memuncak dan bagi Ero ini kebanggaan tersendiri karena berhasil membuat wanita itu terlena oleh permainannya. “Bagaimana? Kau menyukai permainanku?” tanya Ero sambil berbisik pelan di telinga Fella. Fella tak menyahut, wanita itu justru membuang muka ke arah lain seolah tak sudi menatap wajah Ero. Lagi-lagi melakukan tindakan ceroboh karena reaksi Fella itu justru membuat amarah Ero mulai naik ke permukaan. Ero yang awalnya memperlakukan Fella dengan lembut, kini berubah drastis. Dia mulai bersikap kasar karena tangannya tengah mencengkeram wajah Fella, memaksa wanita itu agar menatap wajahnya. “Kurang ajar, berani kau mengabaikanku, hah?!” bentak Ero. Namun, Fella tak peduli karena mulutnya tetap terkatup rapat, tak terdengar suaranya mengatakan sepatah kata pun untuk menyahuti pertanyaan Ero. “Ck, begitu rupanya. Jadi, kau tidak menghargai perlakuan lembutku padamu, kalau begitu akan kuubah permainannya. Bersiaplah. Dan jangan salahkan sikapku jadi seperti ini karena semua bisa terjadi akibat sikapmu yang menyebalkan dan sudah menya-nyiakan perlakuan lembutku.” Ero tak main-main dengan ucapannya karena setelah itu dia benar-benar memperlakukan Fella dengan kasar. Dengan paksa dia melebarkan kedua kaki Fella dan dengan sekali dorongan dia memasukan alat vitalnya pada inti tubuh Fella. Detik itu juga Fella menjerit kesakitan karena Ero menyatukan tubuh mereka tanpa aba-aba dan dengan sangat kasar. Teriakan Fella semakin membahana di dalam kamar itu ketika Ero menggerakan pinggulnya dengan sangat cepat dan kasar. Seumur hidupnya baru kali ini Fella merasakan sakit luar biasa pada area kewanitaannya. Dia memang pernah beberapa kali bercinta dengan Diego, tapi baru kali ini Fella merasa sesakit itu. Ero yang awalnya memperlakukannya dengan lembut, kini berubah menyerangnya dengan kasar dan brutal. Pria itu bahkan tak peduli walaupun Fella terus berteriak kesakitan sampai mengeluarkan air mata. Entah sampai kapan Fella akan merasakan sakit dan siksaan itu karena tampaknya Ero masih sangat bersemangat mengeksplor tubuh Fella. Pria itu tampaknya berniat menggagahi Fella hingga dirinya merasa puas. *** Suara lenguhan khas orang baru bangun tidur terdengar mengalun di kamar yang sepi dan hanya diterangi cahaya remang-remang dari lampu tidur yang masih menyala. Padahal sepertinya hari sudah siang jika dilihat dari cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela. Ero membuka mata saat mendengar suara isak tangis di sampingnya. Saat dia menoleh, dia menemukan punggung seseorang yang sedang bergetar hebat. Tentu saja itu punggung Fella yang sedang menangis setelah dirinya berjam-jam harus meladeni permainan ranjang Ero yang gila, liar dan brutal. Wanita itu tampaknya tak tidur sama sekali karena terus meringkuk memeluk dirinya sendiri sambil terisak dalam tangis. Dia juga terus memunggungi Ero yang tidur lelap di sampingnya karena kelelahan setelah menyiksa Fella sampai puas. Ero mendengus melihat Fella yang sedang menangis karena perbuatannya alih-alih merasa iba pada wanita itu. “Berhenti menangis seolah kau ini seorang gadis perawan yang baru saja kehilangan keperawanan. Aku tahu kau sering melakukan hubungan intim dengan kekasihmu, kan?” Fella mendelik tajam pada Ero yang baru saja berkata demikian. “Diego tidak pernah sekasar dirimu.” Ero mendengus seraya mengedikan bahu dengan cuek. “Salah sendiri kau mengabaikan aku, padahal awalnya aku akan memberikan kenangan manis dan indah untuk ritual malam pertama kita. Jika aku jadi berubah sekasar itu, percayalah kau sendiri yang membuat aku melakukan itu.” Ero pun turun dari ranjang, dia mengambil handuk kimono di dalam lemari dan mengenakannya untuk menutupi tubuhnya yang masih telanjang. Dia lantas duduk santai di kursi, mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Keningnya mengernyit saat menemukan ada banyak panggilan tak terjawab yang semuanya berasal dari satu nomor. Ero mendengus karena dia tahu persis pemilik nomor itu adalah kekasihnya, Franca. Lalu dia pun menghubungi sang kekasih yang sepertinya sudah menghubunginya sejak semalam tapi Ero mengabaikannya karena tak sadar, ini karena semalam dia sangat sibuk bergumul dengan Fella. “Hallo,” ucap Ero begitu sambungan telepon tersambung. “Kenapa kau susah sekali dihubungi, hah? Apa yang sedang kau lakukan? Jangan bilang semalam kau sedang bercinta dengan istrimu?” Mendengar pertanyaan Franca secara bertubi-tubi di seberang sana, Ero mendengus. “Kau sudah mendengar kabar pernikahanku rupanya.” “Tentu saja aku tahu. Kenapa kau melakukan ini padaku, Ero? Tega sekali kau menikahi wanita lain di belakangku.” “Aku bisa menjelaskan hal ini. Aku akan menemuimu hari ini. Sampai jumpa.” Tanpa menunggu respons dari Franca, Ero pun memutus sambungan telepon. Dia mengambil dompetnya yang berada di dalam saku celananya yang tergeletak di lantai, lalu kembali menghampiri Fella yang masih meringkuk di tempat tidur sambil menangis dan memeluk dirinya sendiri. “Ini untukmu.” Ero melemparkan sebuah kartu ke samping Fella. “Gunakan kartu itu untuk membeli apa pun yang kau inginkan dan butuhkan. Karena sekarang kau istriku, kau harus selalu tampil sempurna karena itu hari ini pergilah berbelanja. Beli pakaian, sepatu atau apa pun yang kau inginkan. Kau bebas menghabiskan berapa pun uang yang ada di kartu itu.” Fella tak mengatakan apa pun, tapi kini dia menatap datar pada kartu pemberian Ero yang tergeletak tak jauh darinya. “Aku akan mengirim beberapa anak buahku untuk mengantarmu berbelanja. Pergilah dan aku harap saat aku kembali ke mansion, lemarimu sudah penuh dengan pakaian dan barang-barang kebutuhanmu yang lain.” Ero mencoba mengabaikan kediaman Fella karena hingga detik ini wanita itu hanya diam membisu. “Jangan menunjukan ekspresi seolah duniamu hancur hanya karena kita bercinta semalam. Ingat, ini memang tugasmu. Kita akan terus melakukan seperti semalam sampai kau berhasil mengandung dan melahirkan anak laki-laki untukku, paham?” Ero lantas melenggang pergi setelah itu, meninggalkan Fella yang kembali menangis histeris karena menyadari hidupnya bagai di neraka mulai detik ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN