”Foto dulu, guys!”
Teriakan gembira berasal dari mana-mana karena saat ini di sebuah kampus ternama di kota Jakarta, tengah mengadakan upacara wisuda bagi para mahasiswanya. Wisuda itu digelar dengan megah karena ada ribuan mahasiswa yang akhirnya mendapatkan gelar sarjananya.
Salah satu dari wisudawan itu adalah Widya, dia berjalan menjauh dari teman-teman sekelasnya setelah berfoto bersama karena mereka semua juga akan berfoto dengan keluarga masing-masing. Sedangkan Widya, dia tidak akan melakukan itu sebab tidak ada keluarganya yang datang.
Widya bukan yatim piatu, dia masih punya ibu tapi sudah lama memutuskan hubungan keluarga karena dirinya sudah tidak kuat lagi pada sikap ibunya yang begitu pilih kasih padanya. Widya memiliki adik laki-laki yang terpaut 5 tahun darinya dan ibunya begitu mennyayangi adiknya itu meski selalu melakukan kesalahan bahkan ketika sampai pada tahap yang fatal.
”Widya, foto sama gue, yuk!” panggil seorang teman Widya dari jurusan lain.
”Boleh,” kata Widya setuju.
Salah satu teman organisasi Widya mengajaknya foto berdua dengan latar belakang gedung paling terkenal di kampus ini. Mereka berdua tersenyum bersama dan berpelukan karena memang cukup dekat.
”Keluarganya Widya nggak datang?” tanya ibu dari teman Widya ini.
”Tidak, Bu ... keluarga saya ada di luar pulau dan sulit untuk datang,” jawab Widya.
Jawabannya ini mendadak membuat keluarga temannya terdiam karena merasa bersalah. Widya juga merasa bersalah karena dia berbohong, karena kenyataannya ibu dan adiknya berada di Jawa Timur dan naik kereta ke Jakarta jelas bisa sampai dalam 8 jam saja.
Namun Widya memang tidak ingin mereka tahu, mereka bahkan tidak tahu jika Widya bisa kejar paket C dan kemudian berkuliah di kampus ternama setelahnya. Untung saja dia bertemu degan Adara, majikannya yang dengan baik hati menyekolahkannya lagi dan kemudian membiayai kuliahnya juga.
Bahkan mengangkatnya sebagai anak dan mendapatkan wasita berupa harta yang sangat banyak. Tapi sayangnya belum sempat Widya memberikan gelar ini pada ibu angkatnya itu, Adara sudah berpulang.
”Saya duluan, Bu, Pak,” ucap Widya pada keluarga temannya yang jadi diam karenanya.
Dia melangkah melewati lapangan yang begitu ramai oleh orang-orang. Dia ingin segera sampai ke area halte untuk memesan taksi online untuk pulang sembari melepaskan topi toganya. Dan ketika hendak melepaskan jubah wisudanya, dia menabrak seseorang yang berdiri di hadapannya.
Saat Widya mendongak, dia melihat wajah yang sudah 1 bulan ini tidak dilihatnya sejak terakhir kali mereka bertemu untuk mendiskusikan tentang pernikahan.
Ya, pria itu adalah David Noah Gutama.
Pria itu berdiri tepat di hadapan Widya sehingga perempuan ini memutuskan mundur 3 langkah untuk memberi jarak. Dapat dilihat oleh kedua matanya, saat ini David tengah membawa buket bunga berubupa mawar merah yang cukup besar di tangan kanan, lalu di tangan kirinya tengah membawa boneka beruang cokelat yang memakai pakaian wisuda.
Apakah David akan menemui seseorang di sini? Batin Widya karena apa yang dibawa David merupakan hadiah untuk seseorang yang baru lulus sepertinya.
”Kenapa dilepas jubahnya?” tanya David sebab Widya diam saja sejak tadi.
”Sudah selesai acaranya,” jawab Widya dan tangannya kembali hendak melepaskan jubah wisudanya tapi David kembali menahannya.
David berdecak melihat Widya yang begitu ingin melepaskan jubah wisudanya padahal ini belum 1 jam sejak upacara wisuda selesai.
”Memangnya tidak ada teman atau keluarga yang datang menemuimu?” tanya David dan dia kemudian mencoba membaca ekspresi Widya saat ini, tapi perempuan ini cuma menatapnya malas.
”Tidak, jadi saya akan pulang sekarang. Tolong lepaskan tangan saya,” jawab Widya sembari melirik tangan kanannya yang dipegang oleh David.
David segera melepaskan tangan Widya lalu memanggil seseorang yang baru saja melewati mereka untuk dimintai menjadi fotografer. Widya menjadi heran karena kemudian David berdiri di sebelahnya dan memberinya buket bunga serta boneka yang dibawanya tadi.
”Lihat ke kamera,” titah David pada Widya bahkan tangannya yang kini kosong memutar kepala Widya agar menghadap ke depan.
Tidak sampai di situ, tangan kirinya melingkari pinggul Widya kini.
”Saya datang untuk ikut berfoto di momen penting hidupmu, karena orang lain pasti akan mempertanyakan kita tiba-tiba menikah tapi tidak pernah dekat sekali pun. Jadi ... kita mainkan saja sandiwara ini dengan totalitas,” bisik David di telinga Widya hingga membuat perempuan ini merasa kegelian.
Tapi karena intonasi bicara David yang begitu serius, ini membuat Widya juga mengikutinya. Dia membiarkan saja David ingin melakukan apa padanya.
Kira-kira ada 5 pose foto yang diabadikan di ponsel mahal David. Dan pose foto yang paling membuat Widya ingin menendang burung David saat ini adalah ketika pria itu dengan seenaknya mencium pipi sebelah kirinya.
”Yang terakhir itu keterlaluan, hapus fotonya,” kata Widya, dia sungguh marah.
Namun David justru tersenyum puas sembari melihat layar ponselnya yang menampakkan foto yang membuat Widya emosi saat ini.
”Ini untuk meyakinkan orang lain kalau kita memang dekat. Sudah saya bilang, ini untuk sandiwara yang totalitas,” ujarnya.
Widya menghela napas kasar, rasanya percuma untuk berdebat sekarang, dia lebih ingin segera tiba di rumah yang Adara berikan padanya untuk ditinggali yang sebenarnya adalah rumah Adara sendiri.
Karena Widya pikir semua sudah selesai, dia pun lanjut melangkahkan kakinya menuju tempat yang dia tuju, tapi ternyata David masih mengikutinya.
”Saya antarkan kamu pulang, hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih karena ciuman tadi,” katanya.
Emosi Widya kembali tersulut tapi belum sempat dia lampiaskan, David sudah menariknya untuk masuk ke dalam mobil yang baru saja berhenti di hadapan mereka.
”Masuk,” ucapnya, tapi Widya masih diam.
Terlalu lama, David kemudian mendorong Widya hingga hampir terjatuh untuk masuk ke dalam mobilnya yang tak kalah bagusnya dari milik artis-artis yang bernaung di agensinya. Mobil yang begitu nyaman sehingga Widya yang lelah setelah melakukan upacara wisuda pun bisa merasakan kenyamanannya.
David menoleh ke arah Widya yang sejak masuk ke dalam mobilnya tetap diam saja. Perempuan yang akan dinikahinya 5 minggu lagi ini memang cantik dengan wajah yang bisa dikatakan ”adem”, tapi setiap bertemu dengannya, David lebih sering melihat wajah malas Widya ketimbang ekspresi wajahnya yang cerah.
”Kita akan ke mana dulu, Pak?” tanya sopir setelah mobil yang mereka tumpangi berhasil keluar dari area kampus.
”Rumah si nenek tua. Kita antarkan dia pulang dulu,” jawab David pada sopirnya.
Saat David menyebutkan ”si nenek tua”, Widya langsung menoleh ke arahnya dengan mata menyipit tajam. Sebutan yang tak pantas itu adalah sebutan David kepada Adara yang tidak akan pernah dia akui sebagai neneknya juga meski Adara adalah istri sah kakeknya.
Kakek David yang bernama Azmin Wiguna ini dulunya adalah seorang anak panti asuhan dan Adara juga sama sepertinya. Mereka tumbuh bersama dan kemudian terpikirkan untuk membuka usaha karena tidak pernah ada keluarga yang berniat mengadopsi mereka. Saat itu mereka hanya berteman hingga kemudian saling jatuh cinta dan berhasil pula usaha yang mereka bangun.
Azmin yang begitu mencintai dunia peran sejak masih SMP, kemudian memutuskan membuat production house yang berkembang begitu pesat dan melahirkan banyak film pendek yang bagus. Seorang investor bernama Budi kemudian datang, Budi ini adalah buyut dari David yang ingin mengucurkan dana bagi agensi artis yang tengah Azmin bangun.
Tadinya dana itu dikucurkan karena alasan bisnis semata, tapi anaknya yang bernama Ratna—nenek David—kemudian jatuh cinta pada Azmin karena sering bertamu ke rumahnya dan itu membuat Budi meminta Azmin menjadikan Ratna sebagai istrinya juga jika ingin dana tetap diberikan olehnya. Azmin tadinya tidak mau, tapi dia yang begitu ambisius untuk bisa memperlebar usahanya, akhirnya menyetujui itu tapi Ratna hanya bisa menjadi istri sirinya saja.
Dari titik ini lah semuanya berawal.
David benci pada kenyataan bahwa nama Minara, perusahaan yang ingin dia miliki adalah nama dari Azmin-Adara yang digabung menjadi satu. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena kenyataannya dia juga teramat mencintai agensi artis ini.
* * *
”Sudah sampai, Pak,” ucap sopir pada David yang tampak sibuk dengan ponselnya.
Kepala David mendongak dan melihat jika mereka memang sudah sampai di depan gerbang rumah Adara yang pemiliknya sudah beralih menjadi milik Widya.
”Sanah turun!” kata David pada Widya yang memang sedang bersiap untuk turun.
Dengan kesal, Widya menutup pintu mobil David karena dia seolah baru saja diusir tadi. Dan karena tindakannya tadi, David membuka pintunya lagi dan melotot padanya.
”Lo bisa pelan-pelan nutupnya!” umpatnya kesal sampai tidak ingin lagi menggunakan sapaan yang sopan.
Widya cuma mengabaikannya saja melemparkan ke dalam mobil buket bunga dan boneka yang David berikan tadi.
”Sandiwara hari ini sudah selesai, aku kembalikan lagi propertinya!” ujarnya lalu membalikkan tubuh berjalan masuk ke rumah melewati gerbang yang sudah dibuka.
Hati David begitu panas melihat kelakuan Widya barusan. Perempuan ini ternyata sangat tidak bisa ditebak akan bersikap seperti apa. Bahkan buket bunga dan boneka tadi seolah cuma jadi sampah sekarang. David pikir dua benda tadi akan menjadi hadiah yang berkesan bagi perempuan itu, tapi malah dikembalikan padanya lagi.
Tapi ya sudah lah. Lagi pula memang David cuma berniat datang dan berfoto untuk kelancaran pernikahan kontrak mereka.
”Kita ke lokasi syutingnya Andira,” kata David memberikan instruksi pada supir.
Saat sedang fokus pada pekerjaannya, David tiba-tiba teralih saat melihat boneka yang dilempar tadi masih ada di lantai mobilnya. Tangan David mengambil itu beserta buket bunga tadi untuk diletakkan di kursi mobil agar tidak terlalu mengenaskan.
”Sangat mudah diajak menikah, tapi sifatnya sepertinya sulit untuk dikendalikan,” gumam David seraya mengingat lagi hasil pengamatannya atas Widya.
”Semoga saja dia mau diajak bekerja sama sampai 5 tahun ke depan,” gumamnya lagi.
* * *