Nina memegangi kepalanya. Satu tangannya bertumpu pada dinding. "Kenapa, Sayang?" Herman panik tentu saja. Bingung dengan perubahan tiba-tiba yang dialami istrinya. "Pusing, Mas." Nina semakin erat mencengkeram kepalanya. "Kita duduk dulu, ya." Herman memapah Nina dengan telaten menuju sebuah bangku panjang di lorong. Satu tangan yang lain mendorong tiang infus Nina. Sudah mulai rupanya. Ya Tuhan, saya benar-benar merasa buruk karena hanya bisa diam menyaksikan. Rasanya benar-benar tak patut. Saya merasa jadi orang yang sangat jahat. Namun tak bisa lakukan apa pun. Nina nampak kebingungan. Langkahnya terhenti. Seperti ada sesuatu lain telah terjadi. "Kenapa, Sayang?" Herman semakin panik. "M-Mas ...." Nina pun nampak kesulitan mengutarakan keluhannya. "M-Mas