BAGIAN 15

1519 Kata
Mencintaimu adalah luka Luka yang dengan sengaja aku pinta pada Tuhan Happy reading! •||• "Fina...." Safina mengusap air matanya dan menoleh menatap sang Papa yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Tangan Safina menggenggam tangan Papanya, mengusapnya penuh kelembutan. "Apa Pa?" Argantara Ahmad—Papa Fina tersenyum lemah. Ia balas menggenggam tangan anaknya. Kendati susah karena faktor usia, tapi Arga tetap berusaha melakukannya. "Papa minta maaf sama kamu. Papa—Papa minta maaf untuk semua luka yang pernah Papa kasih untuk kamu. Papa—maaf... Fina." Fina menggenggam erat jari-jari Arga. Ia mendekatkan tangan itu di dadanya. Memeluknya erat. "Fina pasti maafin Papa. Papa jangan khawatir." "Tapi Papa takut, Nak. Papa takut." Ucapan Arga terhenti ketika batuk menyerangnya. Matanya terpejam dan dadanya sesak ketika batuk itu benar-benar menyakitinya. "Papa takut kamu membenci Papa atas apa yang pernah Papa lakukan dulu. Papa minta maaf." "Nggak, Pa. Papa nggak usah minta maaf. Fina akan maafin Papa bahkan sebelum Papa meminta pada Fina." Arga kembali tersenyum. Senyum sendu lebih tepatnya. Tangannya mengusap kepala Safina yang tertutup kerudung dengan sayang. "Papa sayang Fina. Papa juga sayang Mama. Hanya saja, ego Papa lebih besar dari pada rasa sayang Papa sama Mama kamu, Fina." Mata hitam Arga terpejam. Di dalam bayangannya, ada Shanti yang menari-nari sambil tersenyum dan terus memanggilnya. Sedang Safina hanya diam. Masih menanti sang Papa untuk melanjutkan apa yang ingin dia bicarakan. "Pernikahan Papa dan Ibu, bukan kemauan kami berdua. Papa dan Ibu menikah demi kamu. Demi Mama kamu. Tapi waktu itu, Mama kamu menyerah sama Papa. Mama nggak sanggup harus menjadi yang kedua di keluarga Papa. "Waktu Mama mengajukan surat cerai, Papa sedih, Fina. Papa berusaha mati-matian agar Mama nggak bisa menggugat cerai Papa dan kembali pada Papa. Makanya waktu itu, hak asuh kamu jatuh ke Papa dan Ibu." Safina terdiam. Luka masa kecilnya kembali terbuka dengan pengakuan yang dibuat Papa. "Awalnya Papa pikir, kamu bakalan betah sama Ibu. Tapi nyatanya nggak. Papa salah ambil keputusan. Papa benar-benar merasa bersalah, Fina. Apalagi setelah tahu kalau Mama meninggal dunia." Mata Arga terbuka. Menatap langit-langit rumah sakit yang selalu menjadi pemandangannya setiap hari. Mengingat-ingat perkataan Shanti sebelum mantan istrinya itu mengembuskan napas terakhirnya. "Mas Arga...." "Hum?" Tangan Arga menggenggam tangan Shanti dengan erat. Tidak memperdulikan status mereka saat ini. Yang ada di pikiran Arga adalah, bagaimana ia bisa menemani Shanti di saat terakhirnya. "Aku tahu kamu mencintai Safina. Meskipun kamu galak dan suka marah-marah. Aku titip Fina ya, Mas. Aku tahu kamu bisa jadi ayah yang baik versi diri kamu sendiri. Jaga Fina dan rawat dia. Aku—aku mencintai kamu." "Papa mencintai kamu, Fina. Lebih mencintai kamu dibanding rasa cinta Papa sama Ibu." "Fina juga, Pa. Fina mencintai Papa." "Bahagia ya Fin..." Pinta Arga. "Iya, Pa. Fina akan bahagia." "Harus, Fina. Harus bahagia. Fina harus bahagia." Senyum Arga terukir sempurna. Ia mengusap wajah Fina dan menariknya. Bibirnya mengecup dahi Fina dengan penuh kasih sayang. "I—lo—ve you...." •||• Pada akhirnya Safina akan tahu bahwa kalimat i love you yang di ucapkan sang Papa adalah ucapan terakhirnya. Safina mengusap air mata yang kembali mengalir di pipinya. Dadanya sesak setengah mati. Matanya menatap gundukan tanah merah di depannya dengan perasaan sakit luar biasa. Argantara Ahmad Bin Syaiful Ahmad Lahir :  12 Januari 1950 Wafat : 15 Maret 2010 "Papa kenapa tinggalin Fina kayak Mama? Kenapa Papa tega, Pa?" Safina memeluk erat papan nisan Arga dan menciuminya. Disampingnya ada Revan dan juga mbak Hasna, ada Ibu Arini juga. Ibu Arini adalah istri pertama Arga. Lebih tepatnya, istri sah pertamanya Arga. Revan mendongak menatap Hasna yang membuang wajah dengan kacamata hitam di matanya. Menghembuskan napasnya, Revan meraih pundak Fina dan memeluknya. Membisikan kalimat-kalimat yang diharap Revan bisa menjadi penguat untuk istrinya. "Sabar, Fina, sabar. Ini ujian." Safina menyandarkan kepalanya di d**a Revan. Menangis di sana. Sabima dan Erlangga tidak diperbolehkan ikut mengantar jenazah Arga karena mereka masih kecil. Dan Safina menyetujuinya. "Sabar, Fina. Ssstt jangan nangis." Revan mengusap-usap kepala Safina dengan penuh kasih sayang. Ia cium kepala itu, membuat Hasna mendengus tidak suka. "Alay." Celetuknya tanpa sadar. Safina dengan jelas mendengar apa yang Hasna ucapkan, tapi wanita itu tidak ambil pusing. Arini mengusap air matanya dan maju selangkah mendekati Fina dan juga Revan. Tangannya terulur untuk menepuk bahu Revan. Membuat Revan menoleh dengan wajah penuh tanda tanya. "Ada titipan dari suami saya untuk kamu, Revan. Tolong di buka." Arini menyerahkan flashdisk kepada Revan. "Apa ini?" "Saya nggak tahu isinya apa. Tapi mas Arga pesan, kalau saya harus kasih flashdisk itu ke kamu." •||• Untuk sejenak Revan hanya diam memandangi flashdisk di tangannya. Ia menghela napasnya lagi. Hatinya was-was ketika ia mengingat pesan yang ibu mertuanya sampaikan. Revan berdiri. Tangannya menarik laptop dan menyalakannya. Pria itu menyandarkan tubuhnya pada kursi kerja dan mulai mengklik folder yang hanya berisi satu file. Teruntuk Revan Revan meneguk ludahnya kasar. Ia menggeser kursor dan mengklik video berdurasi 25 menit itu. Hal pertama yang Revan lihat ketika video itu diputar adalah wajah Papa mertuanya. Papa mertuanya sedang duduk di kepala ranjang. "Hai, Van! Ini Papa. Papa mertua kamu," Arga terkekeh pelan. "Mungkin ketika nanti kamu lihat video ini, Papa udah nggak ada di sini. Jujur Papa nggak pernah berani bilang ini secara langsung sama kamu. Papa takut Papa nggak bisa ngontrol emosi Papa sendiri dan berakhir memukul kamu." Arga bergerak membenarkan letak bantalnya di pinggang. "Sebenarnya Papa mau cerita. Cerita yang mungkin bikin kamu menyesal menduakan Fina." "Apa?" Revan mengernyit. "Demi Tuhan, Revan, Papa nggak pernah rela lihat Fina di duakan oleh kamu. Sekalipun kamu nggak mencintainya, nggak seharusnya kamu melakukan itu. Fina itu istri kamu. Suka tidak suka, kamu sudah berjanji di hadapan sang maha pencipta bahwa kamu akan menjaganya. Tapi kenyataanya apa? Revan, Papa mungkin bukan orang baik. Tapi Papa begitu mengenal anak Papa. Tanpa Fina berkata atau bercerita pada Papa, Papa tahu sikapmu sama dia selama ini, Nak." Mata Arga berkaca-kaca. Sebelum melanjutkan, ia mengusap air matanya. "Sebenarnya, Fina adalah korban keegoisan saya dan mamanya. Saya menikahi dua wanita waktu itu. Bagi saya, Mama Fina adalah wanita pertama. Karena memang, Mama Fina istri pertama saya. Sayangnya, pernikahan saya dan Mama Fina adalah pernikahan sirih. Orang tua saya tidak menyetujui hubungan kami. Dulu, orang tua saya tidak mau berhubungan dengan orang-orang kelas bawah seperti Mama Fina," Arga terkekeh pelan. "Satu tahun pernikahan kami, Fina lahir. Dan saya nekat membawa Shanti dan Fina ke rumah orang tua saya." "Apa?" lirih Revan tidak percaya. Ia tidak percaya jika Ibu Arini bukanlah Ibu kandung Fina. "Respon yang diberikan orangtua saya tidaklah baik waktu itu. Saya dipaksa menceraikan Shanti tapi saya tidak mau. Hingga akhirnya, orang tua saya memberikan penawaran kepada saya untuk tetap bisa menikahi Shanti asal saya mau menikahi Arini. Saya bimbang waktu itu. Jelas saya tidak mencintai Arini. Tapi orang tua saya memaksa. Hingga suatu hari, Shanti mendatangi saya dan bilang kalau dia mau saya menikah dengan Arini demi Fina. Tanpa banyak kata, hari itu juga saya mendatangi orangtua saya dan bersedia menikah dengan Arini. Pernikahan saya dan Arini pernikahan resmi di mata hukum dan agama. Lalu sebulan kemudian, saya menikahi Shanti juga." Arga tertawa kecil. Tapi air mata mengalir di pipinya. Kesedihan itu terlihat nyata di mata Revan. "Saya pikir, setelah saya menuruti keinginan kedua orang tua saya, hidup saya akan tentram. Tapi nyatanya enggak. Keadilan yang saya janjikan pada Shanti justru tidak terlaksana dengan baik hingga akhirnya Shanti memilih melepaskan saya. Saya hancur waktu itu. Tapi saya tidak bisa menolak keinginannya. Setelah saya turuti keinginannya, Safina berubah pada saya. Maksudnya, Fina membenci saya. Meski anak itu tidak menunjukannnya terang-terangan, tapi saya tahu bahwa Safina sedikit menjaga jarak dengan saya. Saya hancur untuk yang kedua kalinya, Revan." "Bertahun-tahun hidup tanpa cinta dengan Arini mengajarkan saya banyak hal. Termasuk mempelajari cara Safina bertahan dengan kamu." Arga terlihat menelan kasar ludahnya. "Fina tidak menuruni sifat lemah mamanya. Tapi dia begitu menuruni sifat setia mamanya. Saya tahu alasan kenapa dia mau bertahan disamping kamu hingga sekarang. Bahkan hingga saat kamu menonton video ini, Fina masih begitu mencintai kamu, saya yakin. Saya tahu Fina tidak ingin membuat anaknya membenci kamu sama seperti dia membenci saya. Kendati saya tahu sikap dia sangat bodoh. Karena masih mau bertahan dengan kamu yang sama sekali tidak mencintainya. Tapi saya dapat satu pelajaran dari Fina, Revan. Tuhan maha adil atas segala hal yang terjadi di dunia ini. Termasuk pada dirinya dan pada kamu. Dia percaya bahwa Tuhan akan menggantikan rasa sakit dan luka-lukanya selama ini dengan tawa bahagia anak-anak kalian nanti." Arga memejamkan mata dan menghembuskan napas panjang sekali lagi. Ia tersenyum. "Saya titip Fina. Mungkin hanya kamu yang bisa saya minta pertolongannya selain Erlangga cucu saya." "Jaga Fina baik-baik, Revan. Cintai dia dan sayangi. Seburuk apapun Fina, dia tetap ibu dari anakmu. Tanpa dia kamu nggak akan pernah bisa punya anak, Van. Sekali lagi. Papa titip Fina. Sampaikan salam papa untuk Fina dan Langga." Video berhenti di putar. Sementara air mata Revan mengalir dengan jelas. Safina melakukan ini untuk dirinya. Safina tidak mau melepaskan pernikahan ini demi dirinya. Demi dirinya agar tidak di benci Erlangga. Tapi yang di lakukan Revan pun masih tetap membuat Erlangga membencinya. Tuhan... Revan meremas kasar rambutnya. Ia tumpuk kepalanya diatas lengan, dan menangis terisak sepanjang malam. •••••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN