Rasa itu...?

1247 Kata
Setelah berpamitan pada kedua orang tua Pelangi, Keenan berbisik ditelinga Pelangi sembari memegangi kedua tangannya. "Langi tentang tadi yang terjadi, Mas minta maaf karena telah lancang mencuri ciuman pertama kamu." "Sudahlah Mas lupakan anggap aja nggak pernah terjadi apa-apa, lagian tau dari mana kalau itu ciuman pertamanya aku," seraya mencebikan bibir Pelangi berujar. "Tau lah, Mas kan laki -laki lagian tubuhnya kamu juga keliatan tegang gituh, tapi Mas tau kamu juga menikmatinya 'kan? " sambil tersenyum jahil Keenan menggodanya. Mendengar pertanyaan Keenan, pipi Pelangi memerah seperti kepiting rebus saking malunya. Digodain begitu Pelangi merajuk sembari memukul bahu Keenan pelan. "Auh ah, Mas Pulang sana udah malem," Keenan hanya terkekeh melihat Pelangi yang malu dan salah tingkah. "Baik lah Mas pulang jangan memimpikan yang tadi ya! Kalau mau lagi hubungi aja Masnya, nanti Mas pasti langsung datang. Kalau dalam mimpi nggak enak mendingan yang nyatanya. ha ha ha," goda Keenan kembali. Tanpa menjawab Pelangi mendorong tubuh Keenan untuk segera keluar dari rumahnya. Karena dia sudah tidak tahan digodain terus. Dasar Keenan si nggak tahu malu malah cup mendaratkan satu kecupan di kening Pelangi. Setelahnya dia langsung berlari keluar rumah menuju mobilnya. Dengan d**a berdebar Pelangi cepat menutup pintu rumahnya, karena takut Keenan akan kembali dan menggoda dirinya lagi. Dibalik pintu dia tersenyum sendiri sembari memegangi dadanya yang terus berdebar. Degup jantungnya pun semakin menggila tatkala membayangkan perlakuan Keenan barusan. Antara senang, takut, dan juga rasa yang entahlah. Dalam hati dia bermonolog. 'Mas kenapa kau lakukan itu pada ku? kamu bilang nggak mencintai Mbak Sindy, juga hati kamu telah dimiliki orang lain tapi mengapa kau juga kasih harapan sama aku. Kenapa Mas—? apa belum cukup kau membuat hatiku terluka dengan semua perlakuan mu itu? Sebenarnya siapa yang kau inginkan ? aku sakit Mas, sakit harus terus memendam rasa itu.' Dengan berurai air mata dia memukul-mukul d**a nya sendiri karena merasakan sesak yang kian mendera. * * * Sementara dikediaman rumah kedua orang tua Keenan, terlihat begitu sepi. Karena Pak Renal dan sang istri telah terlelap. Mereka kecapaian setelah mengadakan acara. Berbeda dengan sang anak di dalam kamarnya di lantai atas Keenan tengah terbaring di kasur kink sizenya sambil senyum-senyum sendiri. Membayangkan apa yang tadi dia lakukan terhadap Pelangi. 'Duh, Langi bibir mu begitu manis rasanya. Mas kecanduan ingin mengulang dan mengulang lagi. Andai rasa itu untuk Mas bukan untuk orang lain, tapi Mas bahagia karena tadi kamu tidak marah setelah apa yang Mas lakukan. Bagi Mas itu dapat menjadi angin segar semoga kedepannya ada keajaiban. Langi—Langi–Langi—Mas sayang sama kamu.' Tanpa terasa mata Keenan perlahan tertutup, hingga akhirnya terdengar dengkuran halus keluar dari mulutnya dan napas yang mulai teratur. Keenan telah terlelap masuk kedalam buaian sang mimipi. Dengan segala rasa yang membuncah. * * * Pagi harinya dikediaman Pelangi, semua orang tengah disibukan dengan aktivitas masing-masing. Pun dengan Pelangi dia begitu sibuk mengerjakan pekerjaannya. Pak Yusuf ayah Pelangi telah siap-siap untuk berangkat kerja, sebelumnya pria paruh baya tersebut melakukan sarapan terlebihdulu. Bu Ratih juga menemani, beliau terlihat telah segeran tidak lesu seperti sebelumnya. "Langi sini Nak, makan bareng sama Ayah dan Bunda. " Pak Yusuf mengajak makan sang putri yang terlihat masih sibuk di dapur. "Iya Yah, sebentar Langi nuangin sayurnya dulu." Pelangi menyahut dari arah dapur. Tak lama gadis itu datang sembari membawa sayur yang telah matang. Asap dari sayur itu, menguar ke udara hingga meninggalkan wangi yang menggugah selera. "Ini sayurnya Ayah, Langi ambilkan ya! Bunda juga harus makan yang banyak biar tenaganya cepet pulih lagi. Tidak lemas seperti kemarin." "Iya Nak, tapi jangan banyak-banyak, Bunda masih belum enakan makannya. Ayo, sini duduk kita makan bareng." Ratih langsung mengajak putrinya itu. Pelangi menurut dia duduk dikursi dekat Bu Ratih. "Yah, Bun kapan ya, A Rendy pulang? Langi kangen udah lama kan Aa nggak pulang, apalagi sama si cerewet Marsha." "Waktu kamu sama Ayah pergi kemarin, Aa kamu telpon katanya minggu-minggu ini mau pulang, mumpung dia lagi nggak melaut katanya. Dia titip salam sama Ayah juga kamu. Terus katanya Mbak Sekarnya sedang isi lagi, jadi sebelum lahiran dia mau kesini dulu." "Beneran Bun? Langi udah nggak sabar deh, ingin cepat bertemu mereka." "Bener kok, masa Bunda bohong sih. Apalagi dengar Bunda nggak enak badan dia langsung panik, tapi Bunda bilang nggak pa-pa bunda cuma kecapean aja." Pak Yusuf ikut menimpali obrolan mereka. "Oh, ya Langi. Sekarang kamu kan udah lulus kuliah, apa kamu ada niatan untuk bekerja?" tanya Yusuf dengan hati-hati, takut menyinggung perasaan anaknya itu. Pelangi menoleh ke arah sang ayah. "Sebenarnya Langi udah pingin dari kemarin kerja, tapi lamarannya belum ada yang balas, Yah. Jaman sekarang susah cari kerja tuh, Langi harus lebih sabar nungguinnya dan tetap mencoba melamar keperusahaan yang lain." "Kamu bikin lamaran aja keperusahaannya Nak Keenan, kemarin Ayah sempat ngobrol sama dia. Dia meminta pada Ayah untuk ngizinin kamu bekerja di perusahaannya, Pak Renal juga udah setuju kalau kamu bekerja disana." "Ahh yang bener Yah, Mas Keenan bilang begituh? Nanti biar Langi telpon deh Mas Keenannya untuk memastikan. Do'a in Langi ya,Yah, Bun agar bisa kerja disana. Kata orang-orang susah lho Yah, untuk bisa masuk keperusahaan tersebut. Secara itu kan perusahaan besar juga terkenal orang-orang nya pun harus yang kompeten." "Pasti Ayah sama Bunda ngedo'ain anak -anak Ayah supaya hidupnya lebih baik dari kami. Meski Ayah hanya seorang sopir, tapi Ayah harap anak-anak mah bisa mempunyai kehidupan yang lebih baik. Makanya selama ini Ayah banting tulang kerja mati-matian agar anak-anak Ayah bisa berhasil. Dan alhamdulilah Aa kamu telah menjadi abdi negara, sekarang kamu juga insya alloh dapet kerjaan yang layak." "Iya Yah makasih, pokonya Ayah sama Bunda orang tua terbaik kami." Hening. Sesaat kemudian suara Ratih terdengar kembali, dia ingin mencoba mengorek informasi tentang kehidupan pribadi anaknya itu. "Langi Sayang, apa selama ini kamu tidak mempunyai teman? Bunda perhatikan kamu itu, dari SLTA sampai kuliah perasaan belum pernah bawa temen cowok kerumah. Kamu main hanya sama Aa kamu atau Nak Keenan aja. Sekarang kan kamu udah lulus kuliah udah dewasa juga, kalau seandainya kamu punya seseorang yang special boleh kok, kamu bawa kerumah kenalin sama Ayah dan Bunda. Iya kan Yah, boleh ya? " tanya Ratih sembari mengguncang tangan sang suami pelan. . Pelangi terlihat kaget mendengar pertanyaan bundanya. Sebelum menjawab terlihat dia menarik napas dalam. "Emm, untuk saat ini Langi emang belum punya temen special Bun, Langi masih ingin meraih cita-cita dulu masih ingin merasakan bisa membahagiakan Ayah sama Bunda, pokonya Langi ingin fokus kerja dulu kalau bisa." Pak Yusuf yang dari tadi menyimak pun angkat bicara. "Iya Bun biarkan saja Langi menikmati hidup bebas dulu, sebelum punya pasangan nanti juga kalau udah ada dia pasti mengenalkannya pada kita." "Tapi Yah, Bunda suka kepikiran kalau ada tetangga yang bilang udah tua kok, belum punya calon kalah sama anak-anak mereka yang baru lulus sekolah udah pada nikah. Bunda nggak mau Langi disebut perawan tua nggak laku-laku katanya gituh," dengan berapi -api Bunda berbicara. "Biarkan saja Bun, mereka mau bicara apa aja nanti juga anak kita bakal punya calon kok, tugas kita sebagai orang tua hanya mendo'akan semoga Langi segera mendapat jodoh yang baik juga sayang sama keluarga." "Aamiin,Yah." Ratih dan Pelangi serempak mengaminkan. Mereka akhirnya mengakhir obrolan pagi itu, dengan Pak Yusuf berangkat kerja dan Pelangi menuju toko kelontongan milik bundanya, yang tak jauh dari dari rumahnya. Ratih belum bisa menjaga kembali tokonya, karena badan dia masih lemas akibat sakit dari semalam. Meskipun di toko udah ada yang menjaganya, tapi tetep harus dipantau. Bukannya tidak percaya sama karyawan, tapi itu demi jaga-jaga agar tidak curangi mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN