Kamu Berubah!

1605 Kata
Layaknya pacar idaman pada umumnya, sore ini Ken menjemput Greisy seusai bekerja. Sesuai janjinya siang tadi, sekarang ia akan mengajak gadis cantik itu makan malam di sebuah restoran. Kalau dipikir-pikir, sudah semakin jarang mereka menyempatkan untuk berkencan di tengah kesibukan masing-masing. Dan kali ini, Ken berniat baik untuk menebus waktu yang terbuang itu dengan Greisy. “Kita nggak balik buat mandi dan bersih-bersih dulu nih?” tanya Greisy seusai masuk ke mobil Ken. “Nggak usah deh. Takut kemalaman nanti makannya. Apalagi arah ke restonya kadang juga macet di jam-jam segini,” jawab Ken. Greisy mengangguk. Ia memang gadis yang manis dan patuh. Ken merasa, dirinya dan Greisy hampir selalu sejalan dalam semua hal. Sementara itu, Leyna dan Edward juga sedang menikmati kencan mereka juga. Mereka baru saja bertemu dengan WO yang mereka percayai untuk mengatur segala hal tentang pernikahan mereka. Dan kini, keduanya masih mengobrol hangat di resto tempat mereka meeting tadi. “Jadi bisa dibilang persiapan kita udah deket banget sama seratus persen kan, ya? Kurang apa lagi, sih?” tanya Leyna. Sebenarnya, ia tidak terlalu fokus saat meeting tadi - lebih tepatnya sejak pagi setelah ia menghabiskan malam panas dengan Ken, ia memang sulit untuk fokus dengan hal-hal sederhana di hidupnya. “Semua sudah, kok. Tinggal nunggu pakaian dan cincin aja. Buat gaun, kalau nggak ada koreksi lagi, berarti udah selesai. Kayaknya sih dalam beberapa hari ini semua finish,” jawab Edward. Padahal pihak WO tadi juga sudah menjelaskan. Namun, Edward dengan sabar mengulangi penjelasan tersebut dengan lebih padat. “Oh … oke,” sahut Leyna. Setelahnya, Leyna kembali kehilangan fokusnya. Sadar atau tidak, beberapa hari ini ada banyak hal yang berubah. Ada rasa sepi, kosong, yang tak Leyna mengerti mengapa. Ia merasa seperti ada yang kurang dan salah dalam harinya. Namun, semua itu terlalu sulit untuk dia mengerti. “Ley, are you oke? Kamu jadi banyak diam dari tadi. Lagi nggak enak badan, atau kenapa?” tanya Edward khawatir. Soal perhatian pada Leyna, Edward adalah salah satu yang terbaik setelah Ken. “Aku nggak-” “Loh, itu Ken dan Greisy, kan?!” Baru Leyna mau menjawab, Edward kembali bersuara. Kali ini, Edward bahkan menyebut nama seseorang yang sebenarnya ingin Leyna hindari. Pupil mata Leyna membesar. Kesadarannya seolah ditarik paksa kembali ke raganya kala ia melihat sosok yang Edward tunjuk ternyata sama dengan yang menghantui pikirannya beberapa hari ini. Jauh di sana, Greisy tampaknya menjadi orang pertama yang sadar akan keberadaan Leyna dan Edward. Kemudian, gadis itu memberi tahu Ken jika Leyna dan Edward juga berada di restoran ini. “Hey, lama nggak ketemu, Ken. Gimana kabarmu?” sapa Edward ramah, kala dua manusia itu menghampiri mejanya. “Aku baik. Dan kamu kelihatannya juga baik, ya?” balas Ken. Edward mengangguk sambil terkekeh. Ken melirik Leyna yang tampak bersikap tenang. “Namanya mau nikah, ya nggak sehat-sehat amat pun bakalan disehatin lah, Ken. Apalagi nikahnya sama perempuan pilihan dia sendiri. Iya kan, Ed?” sambung Greisy. Berkat kedekatan Leyna dan Ken, Edward dan Greisy pun juga saling mengenal cukup baik satu sama lain. “Kayak yang ngomong belum mau nikah aja. Oh iya, sini gabung aja sekalian! Kayaknya lebih seru juga kalau ramai-ramai,” ajak Edward. Bukan kali pertama mereka kencan ganda. Atau bahkan liburan berempat. “Ed, siapa tahu mereka mau kencan, kan? Nggak enak, ish,” bisik Leyna, tapi sayangnya masih dapat didengar jelas oleh Ken dan Greisy. “Nggak kok. Kita nggak keberatan juga kalau ada kalian. Lagian lama nggak ketemu juga,” ujar Ken seenaknya. Pria itu tampaknya sengaja, saat tahu Leyna seperti tidak suka dengan keberadaan mereka. Dengan santainya, Ken duduk di antara Leyna dan Edward yang saling berhadapan. Lalu, Greisy duduk di seberang Ken. “Kalian pesen aja dulu! Kebetulan kami udah makan. Tinggal ngobrol santai aja,” Edward mempersilakan. Greisy memanggil pelayan dan mereka berdua pun segera memesan. Setelah itu, sesi perbincangan ringan pun dimulai. Sedangkan Leyna, tampak tak ingin terlalu lama berada di lingkaran ini. Rasanya ia ingin cepat-cepat pulang, menghindar dari pria yang ia ketahui sempat beberapa kali mencuri pandang ke arahnya itu. “Hm, guys, maaf menyela. Aku ke toilet sebentar, ya?” pamit Leyna. Menurutnya, udara di dalam toilet akan lebih baik dibanding di tempat ini. Duduk dengan Ken. Hubungan mereka yang dulu amat baik dan dekat, kini sudah sangat berbeda setelah kejadian tersebut. Leyna menjadi tidak nyaman, padahal dengan Ken selalu bisa membuat ia nyaman dan aman. “Perlu aku antar?” tawar Edward siaga tanggapi tunangannya. “Nggak usah. Lagian aku tahu kok tempatnya, kamu ngobrol aja dulu sama yang lain,” tolak Leyna lembut. Kemudian, ia segera bangkit dan berjalan menuju ke toilet secepat yang ia bisa. Di dalam toilet, Leyna membasuh tangannya berkali-kali. Ia harap, hal itu bisa membuat kepalanya yang panas juga sedikit mendingin. Ia melihat pantulan wajahnya di cermin. Memang, sangat berbeda dari biasanya. “Aku harap mereka nggak sadar gimana gugupnya aku di sana tadi,” monolog Leyna sambil menatap pantulan dirinya di cermin. Ia menghela napas gusar berkali-kali. Ia tak tahu, mau sampai kapan dirinya terus mendekam di toilet seperti ini. Namun, ia merasa benar-benar tidak siap untuk kembali bertatap muka dengan Ken. Leyna baru sadar. Kejadian satu malam itu bisa berimbas begitu dahsyat pada hidupnya seperti ini. Pada hubungannya dengan Ken. Termasuk menimbulkan rasa bersalah pada Edward sekali pun Leyna yang minta Ken untuk melupakan. “Tenang, Leyna! Tenang! Semua pasti akan baik-baik saja. Lagi pula, Ken nggak mungkin gila ngajak aku bahas masalah itu di depan Edward sama Greisy, kan? Ck, kenapa aku jadi paranoid gini, sih? Udah lah!” gumamnya sambil menyentuh tengkuknya sendiri. Leyna akhirnya memutuskan untuk keluar. Namun, baru saja pintu toilet itu terbuka, tubuh Leyna dibuat membeku seketika karena kehadiran orang yang berdiri tepat di depannya. “Kamu ngapain berdiri di depan toilet cewek?” sembur Leyna tidak suka. Sebenarnya alarm bahaya sudah berdering nyaring di kepalanya. Namun, ia berusaha untuk tampak tenang, tak mau lawan bicaranya menyadari jika ada sengatan aneh yang ia rasakan tiap ia bertatap muka dengan orang itu hari ini. “Aku nungguin kamu,” jawab orang itu yang tak lain adalah Kenzo Alfarezi. Leyna menghela napas gusar. “Oh. Aku sudah selesai, kok. Aku balik ke meja dulu kalau gitu.” “Ley, tunggu!” Ken menahan lengan Leyna, membawa wanita itu untuk kembali ke hadapannya. Ia bersusah payah mencari cara untuk bisa bicara dengan Leyna setelah wanita itu menghindar terus-menerus. “Apa sih, Ken? Jangan gila! Jangan bikin Edward dan Greisy curiga, ya! Gimana kalau tiba-tiba mereka ada yang ke sini?” protes Leyna sambil melepas pegangan tangan Ken di lengannya. “Oke, fine. Tapi, kita butuh bicara, berdua!” kata Ken sambil mengangkat kedua tangannya. “Soal apa? Bukannya semua sudah clear? Kita udah sepakat buat lupain kejadian malam itu, kan? Jadi, harusnya sudah nggak ada lagi yang perlu kita bahas soal itu,” Leyna secara preventif mencegah Ken membawa lebih jauh ke dalam topik yang harus sangat ia hindari itu. Terlebih tempatnya sangat berisiko, Edward maupun Greisy bisa memergoki mereka. “Sepakat? What? Aku bukan cowok berengsek yang akan pergi gitu aja setelah aku ngerusak anak gadis orang, Ley. Apalagi itu kamu!” kesal Ken. “Kamu memang nyatanya berengseeek!” saut Leyna sambil melipat tangan depan dadanya. Memberi tatapan yang sama seperti pagi itu—marah, kecewa dan mungkin bertambah dengan benci. “Leyna…” Ken memanggil dengan nada menyesal. “Oke, aku memang berengsek!” Leyna menarik napas dalam-dalam, ingin melampiaskan marahnya lagi tetapi waktunya sekarang hanya butuh ketenangan menghadapi Kenzo. Sambil menyingkirkan bayang-bayang yang coba masuk di pikirannya saat berhadapan dengan temannya itu. Terutama bayangan saat Kenzo berhasil memilikinya, lalu mulai bergerak di atas tubuhnya, dengan tempo yang membuat Leyna mendesah. ‘Sialan! Apa yang ada dalam pikiranku?!’ Jerit dalam batin Leyna. “Justru semua - khususnya hidup aku akan rusak kalau kamu terlalu membawa masalah ini, Ken. Ken, serius, aku nggak mau Edward sampai tahu tentang kejadian itu.” Dia tekankan lagi. “Kenyataannya malam itu sudah terlanjur terjadi, Ley. Dan kita nggak bisa lupain itu gitu aja,” ujar Ken. “Aku nggak mau Edward jadi curiga. Pernikahan kami tinggal menghitung hari. Dan semua sudah siap. Aku nggak mau pernikahan impian aku kacau,” cicit Leyna. Matanya mulai memerah menahan tangis, takut jika hari bahagia yang ia tunggu-tunggu itu akan hancur karena kecerobohan dirinya dan Ken malam itu. “Semenjak malam itu, kamu nggak pernah sama lagi. Kamu ngehindar, Ley. Kalau pun bener kamu bisa lupain malam itu gitu aja, ngapain kamu ngehindar? Dengan kamu menghindar, itu artinya kamu juga belum tenang. Dan itu artinya kita masih perlu bicara,” terang Ken dengan begitu sabar. Ia ingin Leyna memberinya kesempatan agar mereka bisa membahas ini dengan serius. Ia tak ingin kehilangan Leyna. Ia tak mau, Leyna nya perlahan menjauh seperti yang wanita itu lakukan akhir-akhir ini. “Ken-” “Kamu ingat, kan, malam itu semua serba tak terduga. Baik aku maupun kamu, kita sama-sama nggak ada persiapan apa-apa,” ujar Ken memotong ucapan Leyna. Leyna terdiam, ingin tahu ke arah mana Ken akan membawa percakapan singkat ini. “Dan malam itu, aku nggak pakai pengaman. Bagaimana kalau ternyata kamu hamil?” DEG! Detak jantung Leyna seolah berhenti seketika mendengar ucapan Ken. Kenapa ia mendadak merasa takut? “Aku ingat jelas kita nggak pakai pengaman. Dan aku nggak ingat apakah malam itu aku sempat mengeluarkannya di luar atau … di dalam,” imbuh Ken, membuat dunia Leyna runtuh seketika. Meski sempat bilang pada Ken untuk tidak khawatir, bahwa segalanya selesai di pagi itu dengan kesepakatan. Leyna melupakan satu hal, jika bagaimana bila takdir punya cara lain untuk benar-benar pupuskan mimpinya menikah dengan Edward?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN