5 ~ Sengaja

2163 Kata
Angela menyusuri koridor lantai kamar apartemennya. Ia segera membuka pintu yang sudah ia yakini pasti tidak terkunci. Ia pun segera masuk dan melepas sepati high hellsnya. Menaruh tas kecil di sofanya dan tersenyum menatap pria yang tengah duduk di atas ranjangnya. Namanya Bayu Alaster, usianya sudah menginjak 40 tahunan tapi kharismanya sangat kuat ditambah tubuhnya yang sama sekali tak menunjukkan usianya yang sudah tak lagi muda. Wajah tampannya juga mampu menyihir kaum hawa. "Kamu kapan pulang, Mas?" "Barusan, tumben kamu pulang sorean? Kantor sibuk banget ya?" "Iya nih, Mas. Sejak aku yang pegang kebetulan banget ada tander yang lolos. Jadinya agak sibuk deh. Kebetulan aja hari imi gak ada lembur," sahut Angela seraya melepas blazernya beserta kemeja luarnya. Angela sudah terbiasa membuka bajunya di depan Bayu bahkan lebih dari itu. Pria itu mulai beranjak sari tempat tidurnya, berjalan ke arah Angela yang tengah melepas serangkaian perhiasan yang melekat di dirinya. Yang tersisa di tubuh Angela saat ini hanya sebuah bra berenda dengan warna yang kontras dengan kulit tubuhnya serta bawahan rok mini skrits span yang ketat. Angela bahkan terdiam saat kecupan hangat itu mendarat di pundaknya yang terbuka. "Mas, aku mau mandi dulu," ucapnya. "Sekalian saja nanti," bisik pria itu. Angela menghela napasnya, ia kini membalikkan badan dan mengalungkan kedua tangannya pada leher pria di depannya. Menatapnya dengan lekat bahkan jika dibilang beruntung, bertemuanya Angela dengan pria itu merupakan anugrah baginya. Karena pria di depannya kehidupan Angela berubah. Ia mampu berkuliah lagi dan saat ini justru dipercaya memegang perusahaan yang tak lain milik pria itu. Namun, hati Angela tak sepenuhnya untuk sang pria apalagi bertemunya kembali dengan Aditya membuat Angela hanya bisa menamakan hubungannya sebatas friends with benefit. "Kamu selalu gak sabar ya, Mas," ujar Angela. "Kamu pasti tau alasannya, Baby." Tak berpikir panjang lagi, Angela mencium bibir Bayu. Sedangkan Bayu, mengusapkan tangannya pada pinggul proporsional Angela dan berjalan perlahan menyusuri punggung wanita itu, melepaskan pengait branya hingga penutup satu-satunya dua gundukan milik Angela terlepas dan jatuh sembarangan. Desahan tertahan itu tampaknya sudah tak bisa Angela tahan saat tangan kekar sang pria menangkup dua bongkahan kenyal miliknya sembari lidah mereka saling beradu. Punggung yang sudah tak terekspose sehelai kain pun juga menjadi objek liar tangan Bayu. Sentuhan pria itu membuat Angela semakin melayang hingga Bayu membawa wanutanya ke arah ranjang dan menindih tubuhnya. Ia membuka kaosnya sendiri yang kinj memperlihatkan tubuh altletis terjaganya di depan mata Angela. Kemudian ia kembali menindih tubuh wanita itu dan menenggelamkan kepalanya ke leher Angela. Wanita itu bahkan hanya bisa menyuarakan desahan yang sama sekali tak akan ia tahan-tahan. Ia tidak munafik bahwa kenikmatan yang ia raih bersama Bayu selalu membuatnya tak sungkan melepas suaranya yang selalu dapat membangkitkan hasrat Bayu. Di apartement berukuran studio inilah mereka saling beradu mencapai puncak kenikmatan. Bulir-bulir keringat membasahi keduanya, bahkan penywjuk ruangan seolah tak beearti apa pun saat suasana panas tengah terjadi di atas ranjang milik Angela. "Giliranku," bisik Angela. Kini ia beranjak menaiki tubuh Bayu setelah pria itu membalikkan posisinya. Kembali berpacu dalam lautan gairah membuat Angela selalu melancarkan desahannjya ke udara. Ruangan itu bahkan selalu menajdi saksi adegan panas yang terjadi. Seolah menariknya kembali ke masa lampau di mana ia memang berperan memuaskan hasrat pria. Namun, kali ini berbeda, ia bukan p*****r yang hanya melakukan sekali dan mendapatkan uang. Ia bukan terpaksa melakukan hubungan dengan pelanggannya dan merasa munafik menikmatinya. Bersama Bayu, rasanya berbeda. Tak ada lagi tekanan, tak ada lagi belenggu yang menjeratnya dan tak ada lagi perasaan munafik menikmati semuanya. Sedangkan Bayu swlalu terpesona dengan permainan ranjang Angela, ia tak menampik bahwa wanita hang saat ini memimpin permainan membuatnya tergila-gila. Bahkan Angela benar-benar tak sungkan melemparkan kata-kata yang mengungkapkan seluruh hal yang ia rasakan saat permainan kembali terjadi. Hingga sebuah lenguhan panjang mereka memenuhi ruangan apartemen itu. Tubuh Angela ambruk di atas d**a bidang milik Bayu. Mencoba mengatur napasnya setelah puncak kenikmatan itu ia raih. Sedangkan Bayu mengusap punggung naked Angela beberapa saat setelah collaps. "Kamu benar-benar memuaskan, Baby. Terima kasih," bisik Bayu yang selalu mengagumi Angela. Angela kemudian bangkit setelah kesadarannya pulih dan berbaring sejenak di sisi Bayu. "Mas, kamu udah makan belum? Aku kok laper ya," celetuk Angela. Bayu hanya tertawa kecil saja dan ia bangkit dari ranjangnya. "Mandi dulu yuk, nanti kita cari makan di luar." Angela mengernyitkan alisnya. Di luar? Tidak biasanya Bayu mengajaknya segamblang ini. Bahkan hubungannya sangat tersembunyi. Orang lain hanya tahu bahwa Angela sangat kompeten di bidangnya sehingga bisa mendapatkan posisi sebagai manager umum di perusahaan tersebut tanpa tahu bahwa terjadi affair di belakang itu dengan sang direktur utama. Namun, Angela tak banyak memprotes, ia bahkan senang jika dirinya bisa berjalan-jalan keluar dengan Bayu. Ia pun beranjak dari ranjangnya mengikuti Bayu untuk mandi. •°•°•°• Pukul 7 malam, mobil Aditya melenggang di jalanan Ibukota dan berhenti tepat di lamou emrah yang abru saja menyala. Setelah mengurus seluruh adminitrasi akhirnya Anggi diperbolehkan pulang. "Mas, sebelum balik makan di luar yuk. Aku mau makan di luar," ajak Anggi. Aditya langsung menoleh ke arah sang istri. Heran saja, padahal baru saja istrinya itu keluar dari rumah sakit. "Kamu yakin? Bukannya istirahat dulu, langsung pulang aja, besok-besok kan masih ada waktu." "Mas Adiiitt, kayak Mas ada waktu aja. Mumpung sekarang di luar. Gak masalah kan, Mas? Aku kan juga gak aktifitas berat, cuman makan doang kok. Aku mau makan di situ." Tunjuk Anggi pada sebuah restoran all can you eat yang tengah hits di Jakarta. Aditya mengikuti jari telunjuk istrinya yang mengarah ke sebuah restoran ala jepang itu. Aditya menghela napasnya, siapa yang ingin menolak jika sang istri lagi-lagi memasang tampang memohon dengan gemasnya? Aditya selalu saja kalah jika Anggi sudah demikian. "Iya-iya, ayo ke sana. Tapi setelah itu gak ada kemana-mana lagi ya ... harus pulang, kamu harus istirahat di rumah.". Anggi menganggukkan kepalanya cepat. Mobil itu lantas melaju seiring lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Ia arahkan mobilnya ke restoran tersebut dan memarkirkan di tempat yang tersedia. Beruntungnya jarak Aditya mermarkir mobil tak jauj dari pintu masuk restoran itu, alhasil Anggi tak perlu lelah jalan hingga ke dalam restoran. "Ya ampun, Nggi, rame banget di sini. Kamu gak ada tempat lain aja yang agak sepi gitu?" tanya Aditya sembari menyapu seluruh ruangan tersebut. Anggi paham bahwa Aditya tak terbiasa di tempat keramaian seperti ini. Jika ingin makan makanan ala jepang atau korea begini biasanya Aditya memilih tempat yang eksklusif. Berbanding terbalik dengan Anggi, ia selalu saja mengajak pria itu untuk berkunjung entah ke tempat makan atau tempat hiburan yang sangat ramai. Seolah menguji kesabaran jika berada dj tempat seperti itu. "Tapi, aku maunya di sini, Mas. Gak papa ya?" Aditya menatap Anggi lagi dan ia menghela napasnya kemudian. "Hemm, ya udah deh terserah kamu aja. Tapi kita duduk di mana?" "Nanti ada tempat kosong kok, kita ambil antrian dulu, Mas." Anggi mulai berjalan ke arah sang pelayan yang membawa nomor antrian. "Loh? Antrian? Nunggu lagi dong," gerutu Aditya. Anggi hanya tertawa kecil melihat respon Aditya. Namun, tampaknya Anggi tetap bersikukuh untuk menyantap makanan di restoran all you can eat itu. "Sayang, kamu beneran mau nunggu ya? Kalo kamu mau makan shabu-shabu dan lainnya aku ada restoran yang gak antri panjang begini. Mau?" Anggi menggelengkan kepalanya dan justru melebarkan senyumnya. "Aku mau di sini, Mas. Suasananya rame aku suka, lagipula kita jarang kan bisa keluar kayak gini." Aditya menyerah, ia pun menyuruh sang iatri duduk dan ia yang berdiri. Aditya hanya khawatir dengan kondisi kesehatan istrinya tapi melihat sebuah senyum dari bibir Anggi rasanya sudah cukup menerjemahkan semuanya. "Mas, itu Bu Angela kan? Lihat Mas, itu," ujar Anggi yang sayangnya tak mamou Aditya cegaj untuk tak.memanggilnya. Sejak pertemuannya kemarin malam dengan Angela sebisa mungkin ia menghindari pertemuan secaea pribadi dengan wanita itu kecuali pertemuan bisnis. Namun, di tempat umum seperti ini rasanya tak pantas ia bersikap acuh dan justru menimbulkan kecurigaan di benak Anggi. "Pak Bayu," sapa Aditya yang tak menyangka bahwa pria yang bersama Angela adalah Bayu, CEO Kencana Mas. "Pak Aditya, wah lama kita gak bertemu. Saya dengar perusahaan saya bekerja sama lagi dengan anda." Aditya menganggukkan kepalanya sedikit canggung sembari otaknya memroses Angela yang datang bersama pria itu. "Ya, kami memilih beberapa perusahaan sebagi patner dan perusahaan Pak Bayu menangin tander itu." "Good, saya suka hika bekerja sama dengan anda, Pak Aditya. Oh iya, sebelumnya saya minta maaf jika saha tidam berada di tempat tapi manager saya tampaknya yang akans ering bertemu dengan anda," ujar Bayu yang seolah menunjukkan status Angela di depan Aditya. Aditya mengangguk mengerti sekarang. Ternyata Angela seorang manager umum di perusahaan Kencana Mas. "Tumben Pak Aditya ada di sini?" "Ah itu, istri saya menginginkannya, Pak. Ini istri saya, Anggi namanya. Sayang, Pak Bayu ini yanh punya Kencana Mas, kemarin kita hanya bertemu dengan managernya saja ternyata." Anggi hanya meleaungkan awnhumnya sembari berjabat rangan dengan Bayu. "Ah, iya salam kenal Pak Bayu, kemarin saya hanha yau Kencana Mas dari Bu Angela," ujarnya. "Ah iya memang saya tengah mebgurus urusan di luar negeri beberapa kalo jadi belum bisa fokus di sini. Jadilah saya menyuruh Angela untuk memegang kendali perusahaan saya." Anggi hanya tersenyum menimpali ucapan Bayu. Sedangkan Angela masih tampak tercengang dengan kenyataan di depamnya. Entah sengaja atau tidak seolah Aditya kembali menegaskan bahwa wanita yang kemarin bertemu dengannya saat meeting benar-benar istri sah pria itu. Bahkan secara tak langsung dan tanpa sepengetahuan Anggi, wanita itu melirik ke aeah Anghi dengan seksama. Mencari celah apa yang dilirik Aditya dari peremouan itu. Hingga ... "Oh iya, kebetulan kami sudah mengantri. Kalo mau Pak Bayu sama Bu Angela gabung sama kita aja, kita gak keberatan kok. Ya kan, Mas?" tanya Naggi pada Aditya kali ini. "Ah, iya, tidak masalah. Daripada harus menunggu lebih lama.". Bayu tampak menyetujuinya walaupun Angela selalu terkejut apabila ditegur oleh Bayu. Tapi ia menyetujui, dengan begitu ia lebih mengetahui juga siapa Anggi. Di balik Aditya dan Bayu yang terlibat obrolan di luar pekerjaan dan terlihat sangat akrab di laij sisi Anggo mencoba bertwgur sapa dengan Angela dengan santai. "Emm, Ibu—" "Panggil Angela aja, gak masalah kok, kan bukan di lingkungan pekerjaan. Santai aja." Anggi tertawa canggung. "Iya, tapi maaf ya kalo kesannya gak sopan. Aku panggil kakak aja. Oh iya, kakak suka makan di sini juga?" Angela menganggukan kepalanya. Namun, bodohnya pandangannya tak pernah luput dari Aditya dan sialnya Anggi menyadarinya. Entah kenapa, Anggi merasaemanh benar suaminya mengenal Angela dan bukankah Aditya belum mengatakan apa pun padanya? Ya, Anggi mengingat itu. "Kak Angela?" "Hah? Eh iya, kenapa ya?" Anggi sedikit merasa canggung untuk menanyakan perihal apa yang ia pikirkan. Ia takut salah dan justru menyinggung perasaan Angela. Namun, ia jelas menangkan soroy mata wnaita itu yang jelas-jelas memerhatikan suaminya. "Emm, kakak kenal sama suami Anggi ya? Mas Aditya?" Deg. Mendapatkan pertanyaan seperti itu membuat Angela terdiam membisu sejenak. Ia masih tampak fokus dengan arah pandangannya tapi perlahan ia melirik ke arah Anggo yang menatapnya dengam lekat. Seolah benar-bemar menginginkan jawabannya. Ia jelas mengenal Aditya, pria itu mwruoakan masa lalunya di masa kelam. Sekaligus hal terindah yang menurutnya belum selesai. Entah apakah sang istri mengetahui semuanya tapi senyim tersungging di sudut bibir Angela mulai terlihat. "Iya, aku kenal banget sama Aditya, memangnya dia gak cerita sama kamu?" Sekarang Anggi yang terdiam membisu. Benar dugaannya selama ini jika suaminya dan Angela memiliki suatu hubungan hang sayangnya belum ia ketahui. Anggi justru menatap lekat Angela tak percaya. "Memangnya kapan, Kak? Kenalnya?" "Oh itu, kami punya masa lalu yang sama. Sepuluh tahun lalu dan kurasa semuanya memang belum selesai." Angela mulai beranjak saat namanya dipanggil oleh Bayu. Sedangkan Anggi masih terdiam, terngiang-ngiang kalimat terkahir Angela yang mampu membuatnya berpikir. "Sayang. kenapa? Nomor kamu 54 kan tadi? Kalo iya, ayo kita masuk. Bukannya kamu tadi mau makan di sini?" "Eh, udah Mas? Ayo-ayo masuk." Anggi mulai berdiri dan mengikuti Bayu dan Angela hingga terduduk di sebuah kursi yang kosong. Sebelumnya, mereka tengah memilih beberapa menu untuk di makannya dan secara protektif Aditya memilihkan makanan itu untuk Anggi. Sekalipun terjadi perdebatan sedikit karena apa yang Anggi inginkan tak dapat terwujud tapi akhirnya ia mengalah meskipun dalam hati menggerutu. Hingga mereka kembali duduk di kursi masing-masing dengan beberapa menu pilihan mereka. "Kok ambilnya sedikit, Nggi?" tanya Angela. "Oh, ini nih Mas Adit yang pilihin. Padahal kan aku mau makan banyak." Anggi mulai menggerutu lagi sembari menaruh beberapa daging di atas panggangan. "Gak bakal habis, Sayang. I know your capacity. Jangan berlebihan." "Wah, Pak Aditya perhatian sekali ya sama istrinya. Jadi iri deh," celetuk Angela. Aditya hanya tersenyum menanggapi Angela. Sebaliknya di dalam hati Angela, ia benar-benar muak dengan perlakuan manis Aditya pada istrinya. Harusnya kalimatnya tadi mampu mengubah cara pandang Anggi tapi nyatanya semuanya seolah tak berguna. Ia menggeram dalam hati. "Mas, kamu coba ini deh, ini enak, kamu harus coba. Buka mulutnya, aaa—" Anggi mulai menyuapi Aditya dengan daging yang diselimuti selada segar. "Aditya bukannya gak suka sama sayur ya," celetuk Angela. Dan seketika semua mata tertuju padanya yang tanpa sadar mengatakan hal tersebut. Seolah memang membuktikan bahwa Angela mengetahui siapa Aditya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN