Bab 4: Berakhir

1009 Kata
Remaja 19 tahun itu menyesap rokoknya sambil menatap langit malam, seperti memikirkan beban besar dalam hidupnya, mata Mike begitu kosong. Pemuda itu tengah berada di rumah orang tuanya, Mansion Abraham., setelah tadi sore berangkat dari kampusnya guna menyapa kakak iparnya yang baru dinikahi Calvin sang kakak beberapa bulan lalu. Calvin Zain Abraham, menikahi gadis asal Indonesia, setelah berhasil melewati berbagai macam drama. Dan beruntungnya kakak brengseknya si pemain wanita mendapatkan Marina yang baik. Tak hanya Calvin, kakak keduanya Karina juga menikah dengan orang Indonesia Dan seperti Calvin juga Karina, Mike juga ingin mendapatkan istri dari negara kelahiran Mommynya tersebut. Berharap mendapatkan yang terbaik seperti mereka. "Apa yang kau lakukan, kau merokok?" Mike berdecak, saat kakak iparnya menghampiri "Aku sudah 19 tahun." Marina terkekeh lalu duduk di sebelah Mike "Yakin duduk bersamaku? Calvin bisa menghajarku nanti," ucap Mike. Calvin memang sangat posesif terhadap Marina, saking cintanya dia tak ingin istrinya berdekatan dengan pria lain meskipun itu Mike sendiri. "Tidak akan, dia sudah tidur." Mike menyeringai "Apa kita seperti sedang selingkuh?" Marina menaikan alisnya "Astaga, pemikiranmu itu, kotor sekali." Marina menoyor dahi Mike. Mike kembali terkekeh, saat ini ponsel Mike di atas meja bergetar "Kenapa tidak di angkat?" Marina mengeryit saat Mike tak juga menerima panggilan tersebut. "Malas, dia tak hentinya menggangguku," ucap Mike acuh. "Kimmy?" Marina membaca ID pemanggil di ponsel Mike. "Seperti seorang gadis yang mengejar pria idola?" tanya Marina lagi. Mike menyeringai, dan Marina mengangguk mengerti, pria tampan seperti Mike pastilah menjadi idola di kampusnya "Kenapa tidak bilang kau punya kekasih lain, ya ... Mungkin saja dia berhenti mengganggumu?" Mike tertegun, lalu melihat ke arah Marina "Kau mau membantuku?" tanyanya dengan wajah serius. "Apa?" "Katakan padanya kau kekasihku, dan berhenti menggangguku." Mike menyodorkan ponselnya ke arah Marina. "Hah?" "Please," mohonnya "Dia terus mengejarku seperti permen karet, lengket dan melekat dan aku terganggu." "Kenapa jadi melibatkan aku?" "Karena ini ide mu," ucap Mike ringan. Marina mencebik, "Tapi, jangan salahkan aku jika sesuatu terjadi nanti." Mike mengedikkan bahu acuh. Marina meraih ponsel Mike yang sejak tadi tak berhenti bergetar, ternyata si Kimmy ini sangat gigih, baiklah kalau begitu. Marina menggulir layar ponsel hingga terdengar suara di sebrang sana. "Mike, kenapa baru mengangkatnya, kau tega sekali padaku-" "Hallo?" ucapan gadis bernama Kimmy itu langsung terhenti saat mendengar suaranya. "Si- siapa kau?" sebenarnya Marina sedikit tak tega mendengar suara Kimmy yang seperti sedang putus asa. "Aku kekasih Mike, ada apa? Kau memerlukan sesuatu?" "Di- dimana Mike?" terdengar nada begitu tercekat hingga membuat Marina tak enak hati. "Mike sedang tidur, kau-" baru saja akan bertanya gadis bernama Kimmy itu mematikan teleponnya. "Dia matikan," kata Marina pada Mike. Mike mengangguk "Aku rasa kau berhasil." Marina mengangguk "Tapi, Mike, sepertinya dia begitu sedih, saat pertama bicara dia bahkan terisak, kau yakin tak menyakitinya?" Mike tertegun, lalu mengedikkan bahu acuh. "Baiklah, aku tidur dulu, dan ingat jangan libatkan aku kalau terjadi sesuatu padanya." Mike kembali diam, hingga Marina kembali bicara "Kau tahu, sesuatu akan terasa berharga ketika dia sudah pergi." setelah itu Marina melanjutkan langkahnya untuk pergi. Sedangkan Mike masih terdiam melihat layar ponselnya yang tak lagi menyala. Tidak, itu tidak mungkin. ***** Setelah Marina menerima panggilan dari Kimmy semalam, kini ponsel Mike sepi, tak ada lagi nama Kimmy yang terpampang dilayar ponselnya. Baguslah, mungkin Kimmy sudah benar- benar menyerah. Mike mendengus, hanya begitu saja? Mike merenung, sebenarnya selama berhubungan dengan Kimmy perasaannya tak terlalu buruk, apalagi dia begitu menikmati kebersamaan mereka terlebih saat dia bisa memiliki Kimmy dengan menjamah gadis itu. Mike menggigit bibirnya saat mengingat malam- malam panas yang telah mereka lalui. Sial, apa dia menginginkannya? "Masih memikirkan Kimmy?" Mike menoleh pada Marina yang menghampirinya, kemudian kembali melihat ponselnya, dia masih berada di mansion orang tuanya dan menunggu makan siang sebelum dia kembali ke asrama, "Tidak, sejak kau bicara semalam dia tak menggangguku lagi." Marina terkekeh, sedangkan Mike mengerutkan keningnya "Hei, ayolah aku tak memikirkannya sama sekali," sangkalnya. Marina mengangguk "Oke, tapi ingat pesanku ya, di Indonesia ada sebuah lagu seperti ini nadanya 'Kalau sudah tiada, baru terasaaaa'." Marina bernyanyi dengan cengkok persis seperti lagu khas Indonesia. Tapi Mike merasa Marina sedang menyindirnya, hingga dia mencibir. "Tidak akan!" "Kalau begitu kenapa matamu terus melihat ponsel itu," tunjuk Marina pada ponsel Mike yang menunjukan layar hitam. "A-aku hanya sedang menunggu seseorang menghubungiku." "Kimmy?" "Bukan!" Marina kembali terkekeh "Baiklah, baiklah, aku percaya padamu." Mike mencebik "Aku akan pulang, sampai jumpa." Marina menepuk pundak Mike, lalu kembali bernyanyi "Kalau sudah tiada baru terasa ..." Mike bahkan masih mendengar suara Marina tertawa setelah menyanyi, membuatnya kesal. Benarkah dia akan menyesal? Mike mengepalkan tangannya, Tidak! baginya Kimmy hanya mainan. Ya, itu sudah benar, sudah bagus Kimmy tak mengganggunya lagi, lebih baik dia fokus pada gelar masternya, dia harus segera lulus dan seperti kata Dad Roland, dia harus segera membantu Calvin di perusahaan, Sudah cukup waktunya untuk bermain- main. Mike kembali ke asrama di sore hari menjelang malam, keluar dari mobilnya lalu memasuki asrama mewah yang beberapa tahun ini dia tempati. Saat di Koridor dia berpapasan dengan Carl yang sudah rapi, sepertinya pria itu akan berkencan, ya seperti kebiasaannya. "Mike, kau baru pulang?" tanya Carl. "Hm," jawab Mike. Seperti biasa dia hanya bergumam, dan itu sangat menyebalkan bagi Carl. "Apakah Kimmy menghubungimu?" Mike mengerutkan keningnya "Tidak, ya? ... kemarin dia menunggumu dan terduduk di depan pintu sampai malam, aku menyuruhnya menghubungimu, karena memang kau sedang pulang." "Dia bilang dia harus bicara denganmu, tapi, jika tidak bukankah itu tak penting?" Carl menepuk bahu Mike "Ya, sudah aku pergi." Mike masih bergeming hingga Carl tak terlihat lagi. Apakah Kimmy benar- benar akan membicarakan hal penting? makanya dia terus menghubunginya semalam? Mike menggeleng, tidak! itu bukan urusannya, apapun itu keterkaitannya dengan Kimmy sudah berakhir, dia hanya mempermainkan gadis itu, menjadikannya taruhan lalu selesai. Dan sekali lagi Mike menyangkal hatinya yang memikirkan Kimmy. Mike melanjutkan langkahnya memasuki kamar, lalu membaringkan dirinya terlentang di atas ranjang. Ponselnya berdering dan bergetar, tanda ada panggilan dan pesan masuk, namun dari semua yang ada, tidak ada nama Kimmy disana, seolah di telan bumi, gadis itu berhenti menghubunginya setelah semalam dia lagi- lagi mematahkan hatinya. Tapi bukankah itu bagus?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN