Riana berjalan mendatangi resepsionis yang sedang berjaga untuk mencari informasi lowongan pekerjaan. “Permisi Mbak?, apakah di penginapan ini ada lowongan pekerjaan atau mungkin di tempat lain?”
"Wah, maaf ya!. Di sini sudah tidak ada lowongan pekerjaan, coba nanti Saya tanyakan dengan anak pemilik penginapan ini. Dia mempunyai kafe dan mungkin saja, ada lowongan pekerjaan di sana. Nanti akan ….” Kata Tantri resepsionis di penginapan tempat Riana menginap.
“Itu, Pak Jaka yang tadi Saya bilang memiliki kafe, dia juga seorang mahasiswa kedokteran, Mbak datangi saja coba tanya langsung ke orang nya.” Tambah Riana.
Riana menatap ke arah dokter, ralat, ternyata dia masih belum menjadi dokter sedang menjalani Coas dan sebentar lagi ia akan selesai menjalani Coas.
Riana berjalan mendatangi Jaka yang juga menatap ke arahnya dengan sinis. “Maaf Pak!, Saya sedang mencari pekerjaan, mungkin saja Bapak mempunyai lowongan pekerjaan untuk Saya.”
Jaka menatap ke arah Riana dan berkata, “Memangnya kamu sudah sehat?, berjalan saja masih goyah seperti itu. Saya tidak mau kalau menerima kamu bekerja di kafe Saya, kamunya malah pingsan dan membuat kehebohan di kafe Saya saja.
“Saya sudah baikkan, Pak. Saya yakin Saya tidak akan jatuh pingsan ketika bekerja di kafe Bapak nanti.”
Jaka melihat Riana, “Datanglah besok ke kafe Saya, nanti alamatnya akan Saya titipkan kepada resepsionis penginapan ini, sepertinya kalau besok kamu sudah lebih baik. Temui saja admin kafe saya, namanya Nanda, nanti Saya akan memberikan pesan kepada Nanda untuk menerima kamu bekerja sebagai pelayan di sana.”
Riana tersenyum senang ke arah Jaka, “Terima kasih, Pak!. Saya akan menjaga nama baik kafe Bapak dengan tidak jatuh pingsan di sana. Saya benar-benar mengucapkan terima kasih, karena jujur saja Saya tidak tahu lagi ke mana harus mencari pekerjaan.”
“Sekarang kamu istirahat saja, biar kondisi badan kamu besok benar-benar fit pada saat mulai bekerja.”
Riana pun kembali ke kamarnya dengan wajah berbinar-binar senang. Ia tidak menduga akan mendapatkan pekerjaan secepat ini. Sekarang ia tidak akan merasa bingung lagi untuk membayar biaya penginapan dan kehidupannya sehari-hari.
Sementara itu , di kediaman orang tua Riana, setelah kepergiannya kedua orang tua Riana merasa sedih dengan kepergian Riana. Mereka berdua merasa menyesal, sudah berlaku tidak adil kepada anak kandung mereka.
Keduanya memang selama ini menyimpan rapat rahasia yang menyebabkan keduanya memperlakukan Riana dengan tidak adil, jujur sebenarnya keduanya merasa tidak tega dan merasa bersalah kepada Riana, tetapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi. Suatu hari nanti, kalau mereka menemukan Riana, keduanya akan menceritakan alasan yang membuat mereka berlaku tidak adil kepada Riana.
Di lain tempat, Aryo merasa bersalah kepada Riana. Ia terduduk di balkon kamarnya, dengan rokok yang terus dihisapnya tiada henti. Aryo teringat dengan tatapan terluka Riana ketika memergoki kemesraannya dengan kakak Riana.
“Bodoh! … Bodoh!” Gumam Aryo menyalahkan dirinya sendiri. Ia sungguh menyesali pengkhianatan yang telah dilakukannya kepada Riana. Ia tahu Riana pasti sangat terluka dengan apa yang sudah dilakukannya. Ia sudah mengkhianati kepercayaan Riana, sebagai seorang kekasih, sekaligus sebagai sahabat Riana.
Jauh sebelum Riana menjadi kekasihnya, mereka telah terlebih dahulu bersahabat. Ia juga sangat mengetahui bagaimana selama ini perlakuan keluarganya kepada Riana dan bagaimana mereka membuat Riana ada, tetapi seolah tiada. Fisiknya ada, tetapi kehadirannya tidak dianggap.
Aryo menarik kasar rambutnya, ia merasa menyesal sudah berselingkuh dengan Dena, kakak Riana yang sangat membenci adiknya dan selalu memusuhi adiknya.
“Argh!” Teriak Aryo di kamarnya. Mengapa dan mengapa terus menghantui benak Aryo. Ia bisa menerima Riana menolak kehadiran dan kemarahannya tadi di rumahnya. Ia bahkan rela seandainya Riana tadi memukul dan memaki dirinya, tidak hanya menatapnya dengan tatapan terluka tanpa kata, itu justru lebih menyesakkan baginya.
Aryo berdiri dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi. Ia melepas pakaiannya dan berdiri di bawah pancuran dan dibiarkannya air dingin membasahi tubuhnya. Aryo menggosok tubuhnya dengan kasar, ia mencoba untuk menghapus jejak bibir dan tangannya yang sudah menyentuh Dena.
Di bawah guyuran air shower, Aryo justru semakin teringat dengan Riana. Ia teringat bagaimana Riana pernah berkata kepadanya, kalau ia sangat menyukai hujan, karena hujan bisa menyembunyikan air matanya dan hujan bisa menyembuhkan rasa sakitnya.
Aryo menyudahi mandinya, dan ia dengan cepat mengeringkan badannya dengan handuk, lalu berjalan menuju ke walk in closet dan memakai kemeja juga celana jeans. Ia akan mencoba untuk mendatangi Riana lagi dan meminta maaf atas pengkhianatan yang sudah dilakukannya.
Aryo mengambil kunci mobilnya yang terletak di atas nakas, ia lalu ke luar dari kamarnya dan menutup pintu kamar apartemennya yang akan terkunci otomatis begitu di tutup.
……
Ia mengemudikan mobilnya dengan cepat, entah mengapa perasaannya menjadi tidak tenang. Sebagai sahabat Riana, selama lebih dari 3 tahun, ia sangat mengenal karakter Riana dan juga mengetahui bagaimana gadis itu akan bertindak.
Aryo sampai di depan rumah Riana dalam waktu yang tidak terlalu lama dan ia pun ke luar dari mobilnya dengan langkah terburu, hampir berlari. Aryo menekan bel pintu rumah Riana berulangkali dengan tidak sabaran. Hatinya mengatakan sudah terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan dengan Riana.
Seorang pelayan membukakan pintu untuk Aryo, ia berjalan melewati pelayan tersebut dan menghampiri kedua orang tua Riana yang terlihat sedih. “Assalamu’alaikum, Om dan Tante. Bolehkah Saya bertemu dengan Riana?”
Kedua orang tua Riana mendongak ke arah Aryo, “Riana sudah pergi meninggalkan rumah ini. Kamu tidak usah datang lagi ke sini untuk mencari Riana, sementara mengenai hubunganmu dengan Dena, Om tidak mau ikut campur. Om sudah kecewa dengan kamu.”
“Ke mana Riana pergi Om?, apakah ia meninggalkan pesan ke mana dirinya pergi?”
“Kami tidak mengetahui ke mana ia pergi. Ia pergi ketika malam hari di saat kami semua sedang terlelap. Kami tidak menduga, ia akan pergi dari rumah ini. pengkhianatan kalian berdua, sudah menorehkan luka yang sangat dalam di hati Riana.” Kata ayah Riana dengan suara yang pelan.
“Om hanya menyalahkan Saya saja, bagaimana dengan Om dan Tante sendiri yang selalu menyakiti hati Riana. Saya mengetahui semua perlakuan yang Om dan Tante berikan kepada Riana selama ini.
“Bagaimana kalian sudah membuat Riana merasa terkucil dan tidak dianggap di rumahnya sendiri. Sekarang kalian hanya hendak menimpakan kesalahan kepadaku seorang saja. Tidak bisa!, kalian juga harus bertanggung jawab dengan kepergian Riana. Kita sama-sama telah menyakiti hati Riana, tetapi Saya tidak akan tinggal diam saja di sini. Saya akan mencari Riana dan Saya akan menemukannya dan membuatnya kembali.”
Aryo kemudian berjalan ke luar dari rumah orang tua Riana dan masuk ke dalam mobilnya. Aryo mengemudikan mobilnya tanpa tujuan yang jelas, ia tidak bisa menebak ke mana Riana pergi, karena satu-satunya sahabat dan orang yang dekat dan memahami dirinya, justru turut memberikan luka di hatinya.
Aryo berhenti di pinggir jalan dan mencoba untuk menghubungi nomor Riana, tetapi sambungan teleponnya tidak terhubung, ternyata Riana sudah memblokir nomornya.
“Aku akan menemukanmu, Na! dan akan kubuat kamu mau memaafkan semua kesalahanku. Tunggu Aku, Na!, jangan pergi jauh, aku akan mencarimu dan membawamu kembali ke sisiku.”