Aluna sakit (4)

1417 Kata
                                                                                        __                                                                             Selamat membaca.                                                                                         __                                                         Aku tak masalah wajahmu berubah menjadi apa, yang penting hatimu sama sekali tidak berubah, untuk mencintaiku.                                                                                     ----             Aluna meringis di atas tampat tidurnya, sambil memegang laptopnya yang masih menyala, sedangkan ia melirik laki-laki yang juga sedang menatap laptop di depannya.             "Al, sudah jam sebelas malam, mending udahan dulu, mending tidur." Andre mematikan laptopnya dan mencabut kabel chargernya, membersihkan barang-barangnya itu. Ia pun masih setia menatap Aluna yang memasang ekpresi tidak suka dengan apa yang diperintahkan olehnya. "Al, aku ngijinin kamu nulis n****+, tapi jangan sampai ngorbanin kesehatan gini juga." Andre meraih tangan Aluna yang sedang sibuk membereskan laptopnya, selain menjadi atlet renang lebih tepatnya siswi yang mengikuti ektrakurikuler renang, Aluna memang suka menulis, perempuan itu menulis cerita di internet.             "Iya," jawab Aluna. "Tante masih belum pulang ya?" tanyanya sambil membereskan barang-barangnya, mengikuti apa yang dikatakan oleh Andre.             Andre menganggukan kepala, Tante yang dimaksud Aluna adalah Ibunya, dan Ibunya sedang ke rumah Neneknya, kalau tidak mana mungkin Andre diizinkan di rumah perempuan sampai selarut ini, walau Aluna adalah temannya sejak kecil, rasanya tidak mungkin juga Ibunya membiarkan ia sampai tengah malam seperti ini. "Yaudah, aku pulang Al, good night," ucapnya setelah melihat Aluna yang sudah beres dan bersiap untuk tidur.             Aluna menganggukan kepala, ia pun melangkahkan kakinya untuk ke kamar mandi, membersihkan diri dan menyikat giginya. Selepas Aluna masuk kembali ke kamarnya, ia tidak langsung ke tempat tidurnya, tapi kakinya melangkah menuju balkon kamarnya, yang mana tempatnya berdiri itu mampu memandang kamar Andre yang pengcahayaanya terlihat masih menyala, dan sedetik kemudian lampunya telah padam, yang kemungkinan Andre sudah masuk ke dalam selimutnya.             Bukan hanya memandang balkon kamar Andre, Aluna juga menatap rumah yang berada di samping rumahnya, rumah sahabatnya, rumah Aljeno yang kini masih dibiarkan kosong, dahulu sekali, rasanya Aluna sangat bahagia bisa keluar malam seperti ini, dahulu, ia akan melihat Andre yang melambaikan tangannya dari seberang sana, dahulu Aluna juga akan melihat Aljeno yang melambaikan tangannya dari samping rumahnya, tapi, waktu sungguh sangat cepat berlalu, hari ini, Aluna berdiri sendiri di balkon rumahnya, memandang langit, menitipkan do’a kepada bintang untuk Aljeno, sahabatnya yang masih belum pulang kepada dirinya itu. Tidak hanya kenangan tentang Aljeno yang masuk ke dalam benaknya, Aluna terus menggeleng, menepis ingatan yang saat itu menusuk terus-menerus ke hatinya, menyebabkan perasaan sakit yang akan menghasilkan air matanya turun. Lagi dan lagi.             "Aku mau kamu jujur ke aku, kalau kamu bosan sama aku, maka katakan kepadaku, biar aku siap dengan rasa sakit." Aluna termenung saat menatap Andre dengan wajah yang sudah tak enak dipandang, laki-laki itu lagi-lagi merasa dirinya tengah down, merasa dirinya tidak pantas untuk bersama dengan Aluna, terlebih dengan apa yang terjadi sebelumnya bersama dengan Aljeno.             Bukan hanya karena Ibunya berselingkuh dengan Ayahnya Aljeno, lebih dari itu, ada hal yang benar-benar membuat Andre tidak habis pikir dengan hubungan mereka, Aljeno mengatakan bahwa ia menyukai Aluna, ya, dan Andre sama sekali tidak bisa mundur saat ia juga mengatakan bahwa ia menyukai perempuan itu, dari situ Andre menyadari bahwa semuanya pasti akan berubah seiiring dengan berjalannya waktu, cepat atau pun lambat, oleh karena itu, selagi dirinya masih berada di dekat Aluna, masih berada di samping perempuan itu, Andre hanya ingin menciptakan kenangan yang bahkan tidak akan pernah bisa Aluna dan dirinya lupakan, sampai kapan pun.             Aluna menghela napasnya, mencoba paham dengan keadaan, dekat dengan Andre dari taman kanak-kanak membuat Andre tidak leluasa untuk berteman dengan perempuan selain dirinya, pun sebaliknya, membuat Aluna hanya berpegang pada Andre dan Aljeno saja. Sebenarnya Aluna sama sekali tidak melarang Andre untuk berteman dengan siapa saja, begitu juga dengan Andre, Andre menghargai apa yang diinginkan oleh Aluna, karena kebahagian Aluna adalah kebahagian Andre juga, tapi disaat itu hingga detik ini memang Aluna yang memilih laki-laki itu, memang keinginan Aluna untuk bersama dengan laki-laki itu, dan ini semua tidak ada sangkut pautnya dengan keadaan keluarga Aljeno mau pun keluarga Andre, sendiri.             Aluna menutup kembali pintu balkonnya, ia pun memasuki selimutnya yang hari ini bergambar bunga mawar kecil-kecil, sebelumnya Aluna kembali mengulang do’a-do’anya untuk laki-laki yang sampai detik ini sama sekali tidak memberikan kabar padanya. “Aljeno, kamu di mana?”                                                                                 ***             "Bi." Aluna mengetuk pintu kamar asisten rumah tangganya, dengan badannya yang sudah menggigil, tak urung sebelum turun dari kamarnya Aluna melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul dua malam itu.             Bi Inah membuka pintu kamarnya dengan tidak percaya karena mendengar suara anak majikannya itu, dan benar saja, matanya menatap anak majikannya yang sudah terbungkus selimut tebal di depan kamarnya. "Non." Bi Inah menangkap tubuh Aluna, ia membantu Aluna kembali ke kamarnya dengan tergopoh-gopoh. Tubuh Aluna kini panas sekali, dan Aluna merasakan kedinginan.             Saat Aluna sudah kembali ke ranjangnya, Bi Inah menambahkan selimut di tubuh Aluna, ia pun kembali ke bawah, mengambil obat untuk Aluna. "Nyonyah, Non Aluna sakit," adu Bi Inah kepada Nada, ibunya Aluna, sedangkan Nada yang berada di pelosok Kalimantan guna menemani suaminya bekerja itu pun langsung terduduk di atas kasurnya saat mendengar apa yang dikatakan Bi Inah melalui ponselnya.             Mendengar Aluna jatuh sakit dan ia masih di pelosok daerah membuat Nada sedikit sedih, tidak sedikit, tapi membuat Nada benar-benar tidak merasa tenang sama sekali. "Kamu telpon, Ibu Indri, Ibunya Andre, kalau Aluna makin demam sampai pagi jam tujuh, tolong bawa ke Rumah sakit, saya akan pulang hari ini juga,” perintah Nada di seberang sana.             Bi Inah mematikan sambungan telpon ke majikannya, ia lalu kembali menelpon rumah Indri yang tepat berada di seberangnya. Bi Inah menghela napas pelan karena telponnya tidak diangkat, ia pun kembali ke atas, ke kamar Aluna. Terlihat Aluna yang menggigil, dan seketika Bi Inah semakin kalang kabut, padahal ia sudah memberikan obat kepada anak majikannya itu.             Aluna yang melihat wajah Bi Ijah memamsakan untuk tersenyum lalu berucap, "Aku enggak apa-apa Bi, ambilin aku obat aja." Aluna meraih handphonenya, dan mulai menghubungi Andre.                                                                                     ***             Andre terduduk lesu saat handphonenya berdering nyaring, dan sekali lagi ia terkejut karena nama Aluna yang muncul di layarnya. "Enggak tidur Al?" ucapnya setelah menerima panggilan itu. Andre terperangah saat suara Aluna yang diseberang sana sedikit menggigil.             "Aku sakit."             Dan, seketika itu juga Andre berloncat dari kasurnya, tanpa memperhatikan pakaiannya, ia langsung membuka pintu rumahnya dan membuka pagarnya lalu berlari kencang ke seberang rumahnya, menuju rumah Aluna. Tak, sampai di situ saja ternyata perjuangan Andre, ia harus kembali membangunkan, Pak Anang, satpam di rumah Aluna untuk membuka pagar perempuan itu. "Aluna sakit Pak, aku ijin ke dalam ya,” kata Andre saat melihat Pak Anang sudah berada di hadapannya. Andre masuk dengan tergesa setelah berkata seperti itu, dan lagi-lagi, penghalan bagi Andre ada lagi setelah pagar depan rumah Aluna, laki-laki itu terhalang pintu rumah Aluna yang tinggi dan terkunci itu, dan utung saja Bi Inah tanpa lama membuka pintu rumah itu.             "Aluna, sakit apa Bi?" Tanya Andre, kakinya terus melangkah menuju kamar Aluna, bersama dengan Bi Inah.             "Meriang," jawab Bi Inah. "Aden ke atas aja, Bibi mau ambilin obat, tapi Non sudah diselimutin,” ucap Bi Inah, berpisah dengan Andre di ujung tangga, sedangkan Bi Inah membelokan tujuannya, menuju tempat obat.             Andre menganggukan kepala, lalu bergegas ke lantai dua, tepat di mana kamar Aluna berada. "Aluna," panggil Andre, sedangkan Aluna mengintip Andre dari balik selimut. Andre meletakan tangannya di kening Aluna, lalu turun ke punggung tangan Aluna yang memegang selimut itu. Andre menggenggam lembut tangan Aluna, memang rasanya sangat panas, tapi Aluna sedang terlihat tengah kedinginan.             Tangan kiri Andre tetap menggenggam telapak tangan Aluna, sedangkan tangan kanananya meraih handohone Aluna, dan memberi kabar keadaan Aluna kepada Ibunya, dan kepada Ibu Aluna sendiri. "Makannya jangan begadang," kini tangan Andre beralih ke wajah Aluna yang masih terasa hangat, sedangkan Aluna tak bisa berkata apa-apa, rasanya tenggorokannya hampir putus karena sakit saat berbicara.             Aluna hanya bisa menganggukan kepalanya mengerti atas apa yang dikatakan oleh Andre kepada dirinya, sedangkan Andre meraih kursi belajar Aluna, agar ia bisa duduk di sisi kasur Aluna.             Bi Inah datang, dengan air hangat, obat, dan beskom kompres berisi air hangat, bukan air dingin, karena Aluna tidak suka air dingin. Aluna dibantu Bi Inah untuk duduk dan meminum obat yang dibawakan oleh Bi Inah. Setelah serasa semuanya sudah terlaksana, Bi Inah pamit untuk ke bawah, untuk membuatkan bubur buat Aluna.             "Tidur dulu," suruh Andre, kini tangannya berada di atas punggung tangan Aluna, menggenggamnya lebut.             Aluna menganggukan kepala kecil. "Kalau buburnya sudah jadi bangunin," pintanya, "Aku lapar," lanjut Aluna sebelum memejamkan matanya.             Kini giliran Andre yang menganggukan kepala, ia melepaskan gengaman di tangannya, dan beralih memeluk Aluna, meletakan kepalanya disisi kepala Aluna, dan Andre merasakan panasnya badan Aluna. "Cepat sembuh, Al."                                                                                                 ----
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN