Lukman bagaimana hari-harimu, setelah istrimu meninggalkanmu tanpa pernah berpamitan sebelumnya? Lukman apakah kamu kesepian ketika berbaring sendiri di ranjang yang biasanya ada Rosa menemanimu? Apakah berat bagimu mengurus dua anak seorang diri? Tapi maaf Lukman, aku tidak suka anak-anak, sepertinya kita tidak akan cocok.
Ngomong ape gue?
Aku segera memukul kepalaku sendiri. Sudah dua puluh menit aku duduk di sofa kesayanganku sambil melihat ke rumah nomor 225. Tenda-tenda sudah tidak ada lagi, bunga-bunga duka telah hancur terkena angin dan ditumpuk di satu sudut untuk diambil tukang sampah sabtu nanti.
Kadang-kadang aku melihat Ningsih bermain dengan Bias di halaman depan. Beberapa kali mobil mercy datang dan pergi. Rosa Diah Antarawardani, Antarawardani adalah nama belakang toko kue yang punya franchise di seluruh tanah air. Rosa adalah putri ketiga dari istri kedua bapak Antarawardani. Pantas saja aku pernah melihat wajah wanita ber mercy itu, dia kawan sosialita mamaku.
Lukman memang punya pesona luar biasa hingga bisa menaklukkan seorang anak konglomerat. Tapi yang luar biasanya lagi adalah Rosa, dia memilih kehidupan sederhana bersama seorang Lukman, jauh dari kemewahan keluarganya. Apa yang ada di kepala Rosa hingga mau melepaskan semua kemewahan keluarganya? Dia bisa saja jadi seorang perempuan independen, milyarder, membangun bisnis sana sini seperti keluarganya. Dia bisa saja menetap di luar negeri dan tinggal di beverly hill tetanggaan sama Taylor Swift tanpa khawatir kehabisan uang.
Hayalanku buyar oleh telpon dari pacar yang tidak kucintai. Archie, setelah hari hari yang tenang, hidupku kembali dihantui olehnya. Dia muncul dalam bentuk panggilan telepon yang merusak pagiku. Uh...
"Hai beb," sapanya
"Hai."
"Kok suaranya lemes gitu sih?"
"Gue baru bangun." Bo'ong ! gue nggak semangat aja ditelpon lo..
"Oh, udah sarapan?"
"Belum."
"Kita sarapan ya, baru cair nih." Dia tertawa-tawa. Ape yang cair? "Kita jalan ke Bali mau?"
Kalau dia bertanya tiga hari yang lalu aku pasti dengan semangat berangkat ke Bali tidak memedulikan jadwal pekerjaanku, belakangan ini moodku benar-benar buruk. "Gak bisa, besok dan lusa jadwal gue full."
"Kamu.., bikin aku jadi badmood! setiap kali diajakin liburan selalu aja ada alasan."
Kamu juga selalu bikin nggak mood! Aku mengulur nafas, penat dengan hubungan kami yang sudah basi. Aku duduk kembali di meja makan meracik sereal porsi jumbo. "Jadwal lagi penuh aja Beb, lain kali aku pasti mau." Males banget ngeladenin kemarahan Archie. Aku sedang tidak ada tenaga untuk bertengkar.
"Duitnya entar habis." Emang duit dari mana sih? orang kerjanya makan tidur di rumah orang tua, dah gitu gandengin perempuan-perempuan kaya buat dibayarin. Archie si tukang morotin. Duit dari mana cobak? "Kita jalan-jalan kemana kek," rengeknya.
"Hari ini aku malas keluar rumah, kamu kalau mau ke rumahku sini aja."
"Ogah, ngapain diem-diem di rumah. Cupu banget."
"Oke.."
"Jangan oke dong. Kita belum punya keputusan. Kamu hari ini kemana?"
"Aku udah bilang nggak mau kemana-mana"
"Aku maunya kemana-mana." Dia nyolot. "Kita staycation gimana? di Hotel Arta, kamu suka hotelnya kan?"
Aku terdiam, aku masih mengingat momen yang kuhabiskan dengan Davi, dan selamanya itu tidak akan pernah hilang di kepalaku. Archie kadang-kadang minta jatah, caranya ya seperti ini, dalih staycation. Aku mulai muak diperlakukan seperti ini, aku mulai muak dikit-dikit berakhir di ranjang. Aku menggeleng pada diriku sendiri "Aku mau di rumah aja, nonton drama korea. Aku kecapean kemarin kerjaan numpuk. Sorry banget"
Aku mendengar suara sinis Archi dari dalam telepon "Jangan-jangan kamu ada apa-apa ya sama Kemal. Bocah itu!"
"Gak ada apa-apa," bantahku langsung. "Aku cuma capek Archie! Apa aku nggak boleh capek?"
"Aku heran, apa kamu nggak kangen sama aku?"
"Ya udah kamu kesini aja ke rumahku, nggak mesti staycation kan?"
"Sudahlah capek aku sama kamu."
Klik !
Telpon dimatikan. Aku juga capek sama hubungan kita, sama kamu. Kamu nggak berarti apapun tahu buatku. Aku mau di rumah aja! Vodka yang ku minum beberapa hari yang lalu masih kuletakkan sembarangan di meja depan tv.
Aku meninggalkan sereal yang tadinya ingin ku jadikan pembuka hariku, lebih memilih vodka. Aku meneguk minuman haram itu sampai pusing dan terkapar di lantai ruang tamu.
Menyedihkan sekali hidupku.
***
Sebajingan bajingannya Archie dia selalu mengkhawatirkan aku, itulah yang terbaik darinya, itulah yang terkadang membuatku ragu untuk meninggalkannya. Hidupnya tidak jelas, masa depan-nya bisa dibilang kelam, dia selalu mengandalkan dompet orang lain untuk bertahan hidup. Tapi dia selalu membawa aku pulang ketika aku mabuk dan dia menemaniku ketika aku sakit.
Malam ini dia bawakan aku makanan mewah, steak wagyu terenak di tanah air indonesia. Untung saja ketika dia datang aku sudah lumayan sober.
"Kamu ngerokok? Mabok ya?" Si paling benar!
Dengan tanpa dosa aku mengangguk, melipat diriku di sofa ruang tengah. Aku menggunakan kaos kaki, berselimut dan belum mandi. Aku berbau seperti pemabuk yang habis tidur ngemper di jalan. Aku menyantap daging wagyu dengan tenang, nonton drama korea yang sudah sampai episode ke 7 tapi aku tidak mengerti ceritanya tentang apa.
Archie duduk di lantai, memotong buah melon untukku. Aku tersenyum melihat perhatian kecilnya padaku. Aku mengelus rambutnya. "Thanks mas bule-bule-an." Begitu caraku memanggilnya.
"Jangan mabuk-mabuk terus."
"Enak sih, gimana dong. Otakku isinya cuma miras."
"Iya karena itu kamu bebal," ejeknya. Kami sudah berteman selama lima tahun, sebelum akhirnya memutuskan untuk pacaran setelah bobok bareng setahun yang lalu, tidak ada kecanggungan apapun di antara kami berdua. Dia tahu burukku dan aku tahu buruknya. "Aku pergi ke Bali sendiri ya." Oh, masih minta izin kali ini, biasanya kalau mau pergi tinggal pergi aja.
"Iya, pergi aja." Tanpa penolakan aku dengan santai mengiyakan
Lalu dia berbalik melihatku, dia mengambil tanganku, mengusap-usapnya. "Kamu jangan nakal ya selama aku pergi." Dia mengatakan itu seolah sedang memperingati bocah tk.
"Yang nakal kan kamu."
Dia terkekeh "Begini, di Bali ada temanku yang akan buat beach club gitu, dia mau aku promosi lewat sosial media tapi permasalahannya, red cardku belum banyak. Kamu bisa post fotoku gak di sosial mediamu?"
Aku menggeleng
Dia menarik tangannya, memalingkan wajah keliatan lebih masam. "Karena kamu malu punya pacar kayak aku kan?"
"Karena sosial media ku hanya untuk kepentingan pekerjaanku saja, bukan untuk kepentingan pribadi. Kenapa nggak aku pos aja foto mama dan papaku biar aku makin terkenal. Kenapa mesti kamu. Kalau mau gitu kan bisa."
"Udah deh, kalau gitu aku boleh pinjem duit sepuluh juta?" lah, larinya ke duit-duit lagi kan! Aku sudah nggak bisa hitung berapa duit yang sudah dia pinjam dan nggak pernah dibalikkan.
"Nanti kalau kita sudah nikah.."
"Gue gak mau nikah!" Aku tekankan suaraku. "Jangan ngasih janji-janji lah."
Dia memalingkan wajah, aku mendengarnya mendengus seperti sapi gila. Tapi aku sedang nggak mau bertengkar dengan siapapun, suasana hatiku sedang kacau, aku nggak mau nambah-nambah masalah. Tambah masalah, tambah lagi kadar alkohol di darahku. "Buat apa duitnya? katanya duit lo udah cair kenapa pinjam lagi?"
Dia duduk di sebelahku. Dia mengambil paksa piring yang aku pegang. Meletakkannya di meja. Padahal lagi enak-enaknya makan wagyu. "Gue perlu jadi lebih terkenal lagi supaya gue bisa sukses."
Aku memejamkan mata.
Archie menarik tanganku. Sekarang dia memasang wajah manis untuk memohon padaku. "Gue udah janjian sama temen gue orang tv, dia lagi cari pembawa acara untuk program tvnya. Rencananya di Bali gue bakal jamu tuh orang. Supaya bisa jadi pembawa acara." Matanya berbinar, menampakkan keyakinannya akan hal itu. "Dan gue juga mau ikut partynya anak-anak influencer di Bali. Gue bakal bayar salah satu dari mereka untuk ngetag nama gue."
Aku menggeleng-gelengkan kepala. Segila itu dia untuk bisa jadi terkenal. Archie, Archie. "Gile pengen ngartis banget lo."
"Kalo aku jadi artis kamu juga kena imbasnya, nama kamu juga bakal meledak."
Sekali lagi gue bilang gue malas banget berdebat. Gue menghargai kepercayaan dirinya, anggap aja ini sebagai bentuk dukungan gue atas langkah pertamanya, niatnya kan mencari rizki untuk dirinya sendiri. Uang segitu bukan apa-apa buat gue. Gue meraih hp dan dia udah berjingkrak ke girangan.
"Tahu gitu gue nggak makan wagyu lo," gerutuku.
Dia mengusap rambutku dan mengecup ku di bibir dengan singkat. Taktuktuk. Terkirim sepuluh juta ke rekeningnya. Dia kembali menciumku "Kalau gitu gue temenin mabok deh malam ini" dia terkekeh meraih botol kaleng alkohol di dekatnya.
Ya Allah aku pengen putus. Tidak adakah laki-laki baik di dunia ini? yang lebih memperhatikanku, bukan karena ada maunya...
Kirimkan satu aja ya Allah..