Sebel. Sebel. Sebel. Aku merasakan pundakku dituruk-tusuk dengan jari dari arah belakang, aku menghendikkan bahu supaya orang itu berhenti mengangguku yang sedang menangis setelah dia bikin aku malu setengah mati. Setelah bikin aku merem-merem kirain dia mau ngapain, Pak Anggit dengan polosnya nyeletuk ‘kamu ngantuk?’ Dan, tanpa merasa bersalah dia tertawa saat melihat aku melotot. Katanya, dia mepet-mepet tadi Cuma mau bersihin lipstick yang cemong di bibir aku. “Sonya,” panggilnya lagi. “Nggak usah panggil-panggil saya,” dengusku, masih duduk membelaknginya. Satu kekehan ringan keluar lagi dari bibirnya, melalui pantulan cermin yang kupakai untuk memakai lipstick lagi, aku melihat Pak Anggit duduk santai menyilangkan kaki di kursi mall panjang yang sedang kami duduki ini. “Lagian,
Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari