CHAPTER 06

2059 Kata
Meski Jungkook sedang libur dengan aktifitasnya sebagai idol, itu tak membuatnya bisa menghabiskan waktu dengan sang kekasih. Lizzy sibuk promo lagu terbaru bersama member AURORA, jadwalnya padat sehingga gadis itu kesusahan untuk mengabari. Jungkook tak ambil pusing, membebaskan Lizzy—sebisanya saja memberi kabar.             "Apa kita ini membutuhkan back dancer perempuan?" Jungkook bertanya kepada Jimmy yang baru saja selesai latihan, menghapal koreografi. "Terlalu banyak orang, aku tak nyaman."             Setelah membuka sebotol air minum, Jimmy duduk di sebelah Jungkook dan menjawab, "Kau harus bersosiaLizzysi, Kookie.”             Ucapan Jimmy benar, tapi tetap saja bagi Jungkook itu sulit. Lalu tiba-tiba dia ingin menanyakan suatu hal. Cukup sensitif tapi Jungkook penasaran. "Hyung, apa kau tak mau berkencan lagi?"             "Bicara apa kau? Itu bukan prioritasku. Sekarang aku hanya ingin melakukan yang terbaik bagi TTS dan ARMY."             "Hyung trauma? Menyesal karena pernah berkencan dengan gadis ular itu?"             "Kau dapat k********r itu dari mana?" Jimmy langsung mendesah, tidak suka pemilihan kata dari Jungkook. "Dengar baik-baik...," menghela napas beberapa kali untuk mencari kalimat yang tepat. "Satu; tolong berhenti memanggil mantan kekasihku sekasar itu, kau tidak mengenalnya. Dua; aku tidak trauma. Tiga; tidak ada yang perlu disesali ketika kau jatuh cinta, Kookie."             “....”             "Aku menghormati dia sebagai perempuan yang sudah mengisi hari-hariku, aku tidak pernah merasa menyesal. Jangan mengatai dia seperti itu lagi, ya. Dia itu sebenarnya baik." Jimmy mengacak-acak rambut Jungkook dengan senyum manisnya yang khas. (*)                           Saat ini San bisa merasakan bahwa tubuhnya pegal-pegal mendekati sakit sehingga dia mencoba memasang koyo di punggungnya tanpa bantuan dari siapa pun karena jam sudah menunjukkan pukul satu pagi.             "San, apa cola habis—" Pintu kamar San terbuka, menampilkan Jungkook yang memakai setelan tadi sore. Bisa dipastikan jika pemuda itu bergadang karena belum berganti memakai piyama.             "Ketuk dulu." San langsung mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya, memunggungi Jungkook karena tadi sibuk memakai koyo.             "Kau sakit?" Jungkook menghampiri San dan gadis itu menggeleng. "Kau sedang pakai koyo? Sendiri?"             San hanya bergumam. "Kau kenapa belum tidur? Jangan mentang-mentang sedang libur jadi kau seenaknya."             "Aku mau video call dengan Lizzy."             "Oh.”             "Sini aku pakaikan koyo."             "Tidak usah.”             Jungkook berdecak. "Koyonya tidak akan tertempel rapi jika tidak dipasangkan orang lain. Sekali ini saja jangan keras kepala."             San memberikan koyo itu kepada Jungkook yang sudah berada di belakangnya. Jungkook menyindir, "Turunkan selimutmu, Sanayya-ssi. Kau mau aku menempelkan koyo ini pada selimut, huh?"                    "Bawel." San melakukan apa yang Jungkook mau. "Cepatlah, aku mau tidur."             "Kau yang membuat ini jadi lama. Aku juga ingin cepat-cepat, Lizzy sudah menungguku."             Setelah koyo itu terpasang, San langsung membawa tubuhnya pada kasur, menarik selimut sampai kepalanya tertutup. Jungkook mendengus karena San tidak mengucapkan terima kasih. Keluar dari kamar San meski semula ingin menanyakan stok cola di kulkas. Tak apalah, dia memilih kembali ke kamar. Ponselnya yang ditaruh di nakas ternyata sudah bergetar, panggilan masuk dari Lizzy.             "Hai, aku kira malam ini kita akan video call?" tanya Jungkook setelah mengangkat panggilan.             "Lama sekali mengangkat teleponnya?" kata Lizzy.             "Tadi aku memakaikan koyo untuk San dulu."             "Sanayya-unnie sakit, Kook?"             "Iya."             Hening, sehingga Jungkook melihat pada layar takutnya panggilan terputus.             "Jungkook, aku ingin mengatakan sesuatu tentang kita." Lizzy akhirnya bersuara lagi. "Aku sudah memikirkannya dan aku yakin ini hal terbaik untuk aku dan kau.”             "Tentang apa?" tanya Jungkook, tak paham.             "Jadwal kita berdua padat. Aku punya schedule berbeda, kau juga sama. Kita jarang bertemu bahkan untuk saling memberi kabar saja rasanya sulit."             "Lizzy, bukannya akhir-akhir ini kau yang sulit aku hubungi?"             "Aku tahu itu, Jungkook. Karena aku sibuk."             "Lalu? Aku tidak apa-apa jika kita jarang bertemu.”             "Kau tidak paham. Kita akan kesulitan melewati ini semua untuk ke depannya. Hubungan macam apa yang dijalani secara diam-diam? Aku tidak melihat letak kebahagiaannya, Jungkook. Aku lelah.”             Lizzy melanjutkan, “Aku juga tidak melihat tujuan dari hubungan ini. Untuk apa dilanjutkan jika kau dan aku tidak merasa bahagia?”             “Bullshit.” Jungkook tidak percaya kalimat itu keluar dari mulut pacarnya. “Aku bahagia dengan hubungan kita. Aku merasa semuanya baik-baik saja.”             “Jungkook, hubungan ini tidak perlu dilanjutkan. Aku ingin melihat kau bahagia, aku merasa kau tidak mendapatkan itu selama punya hubungan denganku. Aku minta maaf, tapi kita berdua harus mengakhirinya di sini. Aku perlu fokus pada karirku, kau juga.”             “Apa ada berita yang membuatmu tidak nyaman?” Jungkook mendesak gadis yang lahir pada tahun yang sama dengannya itu.”Atau aku membuat kesalahan, Ahn Lizzy?”             “Tidak ada hal seperti itu. Aku hanya berpikir bahwa kita harus fokus pada karir masing-masing. Jungkook, kita masih bisa jadi teman. Aku akan selalu ada untukmu. Aku selalu berdoa untuk kebahagianmu.”             “Aku bisa fokus pada karir dan hubungan kita. Aku bisa menjalani dua hal itu sekaligus!” ujar Jungkook tegas. Hal ini seperti omong kosong yang tidak perlu mereka bicarakan.             “Kau meninggalkanku, kan?” Ada banyak kecewa yang tersirat dari nada suara yang dikeluarkan Jungkook. “Kau tidak mencintaiku lagi?”             “Kookie... bukan seperti itu. Aku benar-benar minta maaf. Aku harap kau bahagia.” Lizzy sudah menangis dari ujung telepon. Dirinya sendiri sakit, tapi Lizzy harus melakukannya. Demi kebaikannya dan juga Jungkook. “Aku tahu aku menyakitimu tapi kau akan semakin tersakiti jika masih denganku. Jungkook-ah, maafkan aku. Ayo kita akhiri semuanya di sini.” (*)               "Dia tidak mau makan, San." Vantae mengadu kepada sang manajer yang sedang sibuk mengurusi konser, tinggal beberapa minggu lagi.             San memutar kedua bola matanya, heran pada sifat kekanak-kanakan Jungkook. "Sudah putus sejak dua minggu yang lalu, masih saja merajuk sampai sekarang?”             "San... ayolah!" Vantae meminta agar San melihat Jungkook, benar-benar khawatir sehingga mau tak mau San melangkah ke kamar sang maknae.             "Jika kau sedang menangis, aku akan menghajarmu!" San berbicara seperti itu setelah mengetuk keras pintu kamar Jungkook. Membukanya, dan bisa melihat pemuda itu sedang duduk di hadapan laptop; mengedit video. Rambut merah Jungkook untuk comeback kali ini terlihat disisir rapi, ekspresi wajahnya juga tidak memperlihatkan bahwa Jungkook sedang patah hati.             "Kau tidak mau makan, manja?" sindir San dengan kedua tangan terlipat di d**a.             "Aku sudah makan." Jungkook menunjuk meja di sebelah tempat tidur, di sana berserakan tempat ramen dalam kemasan yang sudah kosong. Vantae sepertinya tertipu karena Jungkook sudah makan banyak di kamarnya.             "Aku tidak pernah berpikir hidup tanpa Lizzy, San." Jungkook mengadu, hanya dijawab dengusan tidak mau tahu dari San. "Aku ingin dia kembali padaku. Aku tidak mau putus."             "Terus? Apa rencanamu? Pergi ke kantor agensi AURORA dan melamarnya, huh?" sindir San lagi, kali ini lebih ketus.             "Tentu saja tidak. Aku punya rencana lain." Jungkook bangkit dari duduknya, melangkah menghampiri San dan memberikan selembar kertas pada gadis itu. "Ini rencanaku dan kau harus membantuku untuk mendapatkan Lizzy kembali. Aku mencintainya."             "Tidak mau! Kenapa aku harus membantumu?!"             "Karena kau manajerku." Jungkook menekankan kata-katanya. "Aku akan memotong gajimu jika kau menolak."             “Damn you!”             "Aku butuh bantuanmu," kata pemuda itu. "Kirimkan seratus tangkai bunga mawar untuk Lizzy ke Jepang karena dia sedang ada acara di sana. Ah, atau seribu tangkai, ya? Menurutmu berapa banyak yang harus aku kirimkan agar Lizzy mau menerimaku lagi?"             "Kenapa kau tidak pergi saja sekalian ke Jepang daripada mengirimkan Lizzy beratus-ratus tangkai bunga yang akan layu di jalan?!" San benar-benar tidak mengerti ke mana perginya otak golden dari maknae TTS.             "Kau tinggal mengirimkan bunga, San. Pakai jasa pengiriman yang paling cepat nanti aku bayar.”             Jengah, San langsung membalas, "Aku sungguh mengenalmu, Jungkook. Kau tidak akan seperti ini pada perempuan. Kau tidak akan mengejar perempuan amat sangat. Apa yang membuat Lizzy berbeda, huh? Katakan padaku."             Melihat Jungkook diam saja, San semakin merasa yakin bahwa Jungkook sedang bermain-main pada hal ini.             Apakah harga diri Jungkook cidera parah karena ditinggalkan dan diputuskan Lizzy sehingga dia berusaha mendapatkan gadis itu kembali? Atau mungkin Lizzy sudah merubah seorang Kim Jungkook? Membuat pemuda yang selama ini cuek pada perempuan itu benar-benar jatuh pada pesona Lizzy sehingga Jungkook rela menginjak harga dirinya yang tinggi dan berubah menjadi pejuang cinta?             Apa pun alasannya, itu semua sungguh bukan urusan San. Dia hanya tidak suka Jungkook membuang waktunya untuk hal-hal yang belum tentu pemuda itu akan dapatkan.             "Berhentilah, fokus pada karirmu. Bukannya itu yang Lizzy minta?" San mencoba mengakhiri pembicaraan tidak penting ini.             "Kau mengenalku, San?" Raut wajah Jungkook berubah tidak terbaca, bahkan pandangan mata pemuda itu seolah terlihat begitu misterius.             San mengangguk mantap. "Tentu saja. Aku tahu kau, Kim."             "Jika benar begitu, akan kuberitahu mengapa aku ingin Lizzy kembali. Setidaknya aku tahu bahwa dia jelas-jelas mencintaiku—Lizzy menginginkanku, maka dari itu aku mengejarnya. Karena aku ingin berhenti bodoh. Aku tidak mau lagi mengejar seseorang yang tidak mencintaiku. Aku ingin mencoba memperjuangkan seseorang yang juga menginginkanku."             Hening.             "San, apa kau tahu bahwa sebelum ini aku sudah mengejar seseorang yang tidak mencintaiku—mau sekuat apa pun aku menunjukkan perasaanku? Seseorang itu tidak peduli padaku, San." Jungkook berjalan beberapa langkah dan San tetap diam saja di tempat saat cowok itu berdiri benar-benar di hadapnya. Berkata dengan sarkas, "Jangan merasa sangat mengenalku, Sanayya-ssi. Nyatanya, selama ini kau sama sekali tidak tahu apa pun tentangku." (*)               Gadis itu sadar harus menurunkan ego jika berhadapan dengan manusia bernama Kim Jungkook. Maka dari itu sekarang San mengetuk pintu kamar Jungkook dan akan menawarkan diri untuk membantu pemuda itu mendapatkan Lizzy lagi.             San hanya ingin Jungkook tahu bahwa dia ada di pihaknya. Jika Jungkook ingin kembali dengan Lizzy lalu San bisa membantu, maka akan San lakukan sejauh tidak membahayakan karir Jungkook. Meski sebenarnya apa yang dilakukan Jungkook cukup berisiko.             "Kau marah karena aku tidak mau mengirimkan bunga ke Jepang?" tanya San langsung setelah Jungkook membuka pintu dan membiarkan gadis itu masuk. Jungkook menggeleng. "Lalu kenapa sangat tenang seharian ini? Kau bahkan tidak makan malam."             "Aku sedang menjalankan rencana kedua karena rencana pertama gagal dilaksanakan," jawab Jungkook yang fokus di depan meja. Menulis sesuatu.             San menghampiri Jungkook, mengintip pekerjaan yang dilakukan sang maknae.             "Aku sudah sadar bahwa mengirim bunga ke Jepang memang buang-buang uang saja maka dari itu aku akan membuat video dan nanti akan aku kirimkan padanya." Jungkook menjelaskan sebelum San bertanya.             San hanya mengangguk, memerhatikan tuLizzyn tangan Jungkook. Pemuda itu menulis lirik lagu Euphoria menggunakan bahasa Inggris.             "Aku akan memfoto tuLizzyn ini lalu aku edit jadi video," lanjutnya.          "Kau pikir Lizzy akan luluh melihat ini, San?"             "Tergantung seberapa tulus kau membuatnya."             Kali ini Jungkook yang mengangguk mengerti. Dengan perlahan San membawa langkahnya untuk keluar dari kamar Jungkook karena tidak mau mengganggu. Sebelum San menutup pintu, Jungkook sempat berkata, "Jangan pikirkan ucapanku tadi pagi, San."             "Aku mengerti. Aku tahu kau tidak mungkin pernah memperjuangkan perempuan sedalam itu."             "Kau benar." Jungkook duduk membelakangi San sehingga gadis itu tidak tahu ketika Jungkook melengkungkan bibirnya ke atas namun dengan gurat mendung.             Pintu kamar sudah tertutup, San melangkah menuju sofa ingin menonton TV lalu ponsel yang berada di kantung piyamanya bergetar.   No name : Selamat malam, maaf mengganggu waktumu, Noona. Aku Park Hoonie dari For One.               San hampir menjatuhkan ponselnya karena kehilangan kesadaran membaca pesan yang baru saja masuk. Oh, apa ini?!   No name : Aku meminta nomor V-sunbaenim kepada Hyung-ku; Hasung. Tapi hyung tidak punya. Hyung meminta kepada Jimmy-sunbaenim tapi Jimmy-sunbaenim malah menyuruhku untuk meminta izin dulu kepadamu. Dia memberikan nomormu maaf jika aku lancang. Noona, boleh aku meminta nomor V-sunbaenim? Sanayya : Malam, Hoonie-ssi. Kau tidak menggangguku dan maaf sebelumnya kau perlu nomor V untuk keperluan apa? Aku tidak bisa menyebarkan nomor artisku begitu saja. No name : Terima kasih sudah membalas pesanku, Noona. Sebenarnya V-sunbaenim sudah berjanji akan memberikan nomornya kepadaku sejak dulu tapi belum juga sempat. Jun-sunbaenim juga berjanji akan memberikannya tapi dia sepertinya lupa. Maaf, apa aku lancang? Jika memang tidak bisa dan itu privasi, tidak apa-apa. Maaf sudah mengganggu waktumu, Noona.               "Kiyooow!" San kesulitan menyembunyikan kegemasannya. "Jangan meminta maaf terus!" katanya, berkata sendiri.             Ngomong-ngomong, San tidak tahu jika sampai sekarang Vantae belum bertukar nomor dengan Hoonie padahal Vantae pernah berkata saat wawancara bahwa dia ingin mengajak Hoonie main game bersama.             San langsung memberikan nomor Vantae kepada Hoonie setelah mendapat persetujuan dari pemiliknya. Sepertinya Vantae cerita pada Jimmy bahwa San suka kepada Hoonie sehingga Jimmy malah memberikan nomor San pada Hoonie. Benar-benar pengertian! Purple you, Jimmy!   Hoonie : Terima kasih sudah memberikan nomor V-sunbaenim, Noona :) Umm, jika tidak keberatan boleh aku juga menyimpan nomormu?               Aigoo, sepertinya malam ini San akan mimpi indah! Dia langsung berlari ke kamarnya berniat pergi tidur—ingin cepat-cepat bermimpi, tapi ada sebuah kertas di atas kasurnya yang membuat pergerakan San terhenti.             Kertas berisikan lirik lagu Euphoria menggunakan bahasa Indonesia yang ditulis dengan tangan, tersusun rapi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN