Sudah beberapa hari berlalu setelah kejadian dengan Homura dan iblis yang disebut sebagai Leviathan yang mewakili perasaan iri manusia berlalu. Dari reaksi Seika, sepertinya ia tidak mengingat kejadian itu. Setidaknya aku bisa merasa tenang.
Yang membuatku terkejut adalah, ternyata boneka yang dibuat oleh sihir Michiru sepertinya berhasil. Karena tidak ada seorang pun yang menyadari kalau Michiru yang sebenarnya bolos sekolah. Yang lebih anehnya lagi, entah apa yang dilakukan oleh boneka sihir itu, sepertinya sikap Tetsushi dan Kazuyoshi semakin akrab dengan Michiru. Bahkan Michiru pun sedikit bingung. Setidaknya, hal itu tidak terlalu buruk juga.
Karena hari ini hari sabtu, seperti biasa kelas berakhir dengan cepat. Kemudian yang lebih menyenangkan lagi, hari senin dan selasa adalah tanggal merah! Berarti akhir minggu ini akan semakin panjang~ Aku bisa malas-malasan seharian~
Saat aku sedang enak-enaknya membayangkan apa yang harus disiapkan untuk acara malas-malasan di rumah, tiba-tiba seseorang menepuk punggungku dengan pelan.
“Akariii! Malam ini, malam ini bikin puding!” kata Michiru yang masuk menepuk-nepuk punggungku dengan semangat.
“Bukannya kemarin sudah makan puding?” Entah kenapa Michiru suka sekali dengan puding kopi buatanku beberapa hari lalu. Padahal aku tidak memasukkan zat adiktif ke dalamnya …
“Tunggu. Apa aku baru saja mendengar puding kopi??” tanya Seika tiba-tiba.
Michiru mengangguk semangat. “Betul. Puding kopi … buatan Akari …”
“Akari! Karena tiga hari besok libur, bagaimana kalau aku menginap di rumahmu?” tanya Seika semangat.
Aku sedikit bingung dengan keinginannya yang tiba-tiba. “Aku tidak masalah …”
“Tidak boleh! Jangan ganggu liburanku dengan Akari!” potong Michiru yang tiba-tiba menarikku ke balik punggungnya. Kenapa ini? Ada apa?
“OOooooO! Jadi kau berniat untuk memonopoli Akari? Tidak … puding kopi buatan Akari!?” sahut Seika tidak mau kalah.
“Puding kopi buatan Akari hanya untukku!” kata Michiru yang tiba-tiba seperti anak kecil yang tidak mau kehilangan mainannya.
Tetsushi dan Kazuyoshi mengerutkan keningnya dengan bingung melihat kejadian ini. Aku hanya memijat pelan keningku karena rasa pusing yang tiba-tiba datang.
“Aku akan buat puding yang banyak …”
“Benarkah!?” kata Seika dan Michiru bersama. Kedua mata mereka bersinar dengan cerah.
Aku terkekeh pelan sambil menganggukkan kepala. “Tapi bantu aku!”
Seika dan Michiru langsung memberi hormat. “Siap, Nyonya!”
“Ada apa dengan puding kopi buatan Kumo?” tanya Tetsushi bingung.
“Hehehe … jadi gini …” Seika pun mulai cerita kalau aku sering membuat puding kopi yang dengan berlebihan dikomentari Seika adalah puding kopi terenak yang pernah ia makan. Anehnya Tetsushi dan Kazuyoshi mendengar cerita Seika dengan serius. Jangan sampai mereka juga berpikir untuk ikut menginap dan memintaku untuk membuat puding kopi lebih banyak …
“Nyonya! Apa malam ini kita harus ke Betamart untuk membeli bahan-bahan membuat Puding Kopi Suci?” tanya Michiru yang masih memberi hormat padaku.
Aku langsung mencubit tangannya, tetapi ia malah terkekeh pelan. “Ayo, karena Seika juga ingin menginap, kita juga harus membeli bahan makanan yang lebih banyak.”
Michiru menaikkan kedua ibu jarinya dengan semangat, kemudian ia cepat-cepat membereskan perlengkapannya.
Aku baru saja selesai membereskan perlengkapanku ketika Takamura-sensei tiba-tiba memanggil namaku dari luar kelas.
Entah kenapa aku memiliki perasaan buruk. Dengan kaki yang terasa sulit digerakan, aku berjalan menuju Takamura-sensei. “Sensei, ada yang bisa kubantu?”
Takamura-sensei mengusap-usap dagunya beberapa kali sebelum akhirnya bertanya, “Ke mana Michiru?”
Aku memiringkan kepalaku bingung. “Michiru? Dia masih ada di dalam kelas. Mau kupanggilkan?”
Takamura-sensei mengangukkan kepalanya. Aku mendesah pelan, jika Takamura-sensei menginginkan sesuatu dari Michiru, kenapa ia memanggilku?
Aku kembali masuk ke dalam kelas untuk mencari Michiru. Tetapi, ia tidak terlihat di mana pun. Aneh … bukankah beberapa saat lalu ia masih ribut?
“Seika, kau lihat Michiru?” tanyaku pada Seika yang masih membicarakan puding kopi buatanku dengan Tetsushi dan Kazuyoshi.
“Huh? Bukannya dia ada di …” kata-kata itu langsung terhenti. “Loh, bukannya tadi dia masih beres-beres di mejanya?”
Tetsushi dan Kazuyoshi juga melihat ke arah meja Michiru. “Aku juga melihatnya. Kenapa dia tiba-tiba … menghilang!?” sahut Kazuyoshi, yang mendapat pukulan di kepala oleh Seika.
“Ada apa, Kumo? Jika Michiru kembali aku akan memberitahunya kalau kau menarinya,” kata Tetsushi.
“Tadi Takamura-sensei memanggilku, tapi dia menyuruhku untuk memanggil Michiru … kenapa tidak dari awal saja dia memanggil Michiru?” kataku protes.
Tetsushi terkekeh pelan. “Kalau begitu aku akan memberitahu Michiru jika Takamura-sensei mencarinya.”
Aku menganggukkan kepalaku. “Mmm, kalau begitu aku harus beri tahu Takamura-sensei terlebih dahulu!”
“Ah, apa kira-kira lama, Akari? Ayo kita pulang bersama!” kata Seika.
“Aku tidak tahu apa yang Takamura-sensei itu inginkan. Sebaiknya kau pulang terlebih dahulu untuk membawa pakaian ganti, ‘kan?”
Wajah Seika sedikit cemberut. “Mmm, kalau begitu sampai nanti~”
Aku melambaikan tanganku dan kembali keluar kelas. Takamura-sensei masih ada di sana. Ugh, jangan-jangan dia ingin membuatku menjadi kelinci percobaannya?
“Sepertinya Michiru sudah pulang terlebih dahulu, Sensei.”
Takamura-sensei tertawa pelan. “Kalau begitu tidak apa-apa, kau juga sudah cukup.”
Aku merasa tubuhku mulai merinding ketakutan, jangan-jangan dia benar-benar ingin membuatku kelinci percobaannya!?
“Sensei, bagaimana jika nanti saja?” kataku cepat.
“Tidak perlu khawatir, aku hanya ingin memintamu membawa beberapa barang untukku. Karena itu aku juga memintamu untuk memanggil Michiru,” kata Takamura-sensei yang tumben sekali berbicara cukup panjang selain membicarakan eksperimennya itu.
“Kalau begitu … baiklah,” kataku karena tidak bisa menolak lagi.
Takamura-sensei tertawa pelan kemudian menyuruhku untuk mengikutinya ke ruangannya. Tetapi, kami tidak berhenti di sana, ia malah membawaku ke gedung belakang sekolah.
Aku memiringkan kepalaku bingung, tetapi tidak berkata apa pun dan terus mengikutinya. Ternyata kami terus melewati gedung belakang sekolah, sampai akhirnya melewati jalan setapak, dan tiba-tiba kami berada di taman yang ada di dekat sekolah.
Aku baru tahu kalau ada jalan pintas menuju taman ini. Tapi … kenapa sensei tiba-tiba membawaku ke sini?
“Kumo, kau menemani Rizumu saat olimpiade yang diadakan beberapa hari lalu, ‘kan?”
“Umm, ya? Aku sudah mendapat izin dari Kepala Sekolah …” jawabku sedikit bingung dengan pertanyaan Takamura-sensei yang tiba-tiba.
“Hmm, berarti orang itu benar-benar kau, ya? Aku tidak terlalu memerhatikannya …” kata Takamura-sensei semakin pelan.
Entah kenapa aku merasa ada yang aneh darinya. “Sensei?” kataku bingung.
Takamura-sensei memutar tubuhnya menatapku, kemudian tertawa pelan lalu berkata, “Aku tidak tahu kalau ternyata kau benar-benar sedekat itu dengan penyihir dari Merqopolish.”
Kedua alisku terasa terangkat. Bagaimana dia bisa tahu?
Takamura-sensei terkekeh pelan. “Tidak perlu bingung begitu, lagi pula aku bukan Takamura-sensei.”
Setelah mengatakan hal itu, tubuh ‘Takamura-sensei’ dikelilingi oleh asap berwarna hitam, kemudian menyelimutinya seperti sebuah kepompong. Aku mundur beberapa langkah mencoba untuk menjauh darinya. Tetapi punggungku seperti tertabrak sesuatu, aku melihat ke belakang tetapi tidak terlihat apa pun.
Saat aku menjulurkan tanganku, sesuatu yang tidak terlihat menghalanginya. Ini … ini sihir?!
“Urusanku belum selesai, Kumo Akari.” Suara Takamura-sensei tiba-tiba berubah, kemudian ketika asap yang mengelilingi tubuhnya mulai menghilang, di depanku bukan Takamura-sensei lagi yang berdiri di sana.
“Kirishima?” tanyaku bingung. Apa maksudnya ini?