CHAPTER 5: Groom's Accident

1740 Kata
Menjelang larut malam, rumah Sanjay masih sibuk dengan segala persiapan pernikahan. Dathav ingin turut membantu, tetapi Sanjay dan orang tuanya meminta dia untuk istirahat saja, sebab dia adalah tamu di sana. Biarpun merasa agak sungkan, Dathav memilih untuk istirahat, tak bisa dipungkiri pula bahwa dia merasa cukup lelah. Sebentar saja merebahkan diri di atas tempat tidur, Dathav sudah tertidur pulas. Namun, kala tengah malam tiba, tidurnya mulai terganggu. Dia masih dalam keadaan terlelap ketika wajahnya mulai terlihat gelisah. Tangannya meremas seprai dan selimut kuat-kuat sedangkan kakinya turut bergerak merefleksikan kegelisahannya. Bulir-bulir keringat dingin di keningnya pun sudah menunjukkan diri. Dalam hitungan detik, dia terbangun dan langsung mengambil posisi duduk. "Sanjay …." Dathav memijit keningnya. Mimpi buruk yang baru saja dia alami benar-benar mengerikan. Dalam mimpinya itu, dia melihat Sanjay terbakar ketika sedang mengelilingi api suci dan melakukan tujuh sumpah bersama Ragta. Tentu dia berharap mimpi itu tak akan pernah menjadi nyata. Dia berusaha menenangkan diri, untuk itu dia mengambil segelas air di atas nakas dan meminumnya sampai tersisa setengah. Suara orang-orang di luar bisa dia dengar dari dalam kamar, mendatangkan pertanyaan, apakah mereka semua masih sibuk melakukan persiapan? Daripada penasaran, dia memutuskan untuk keluar kamar dan melihatnya, sekalian menenangkan diri dan melupakan mimpi buruknya tadi. Baru membuka pintu, dia melihat Sanjay yang sedang lewat depan kamarnya, cukup membuatnya terkejut. "Dathav, kau belum tidur? Aku kira kau sudah tidur dari tadi." Sanjay berhenti lantaran melihat Dathav membuka pintu, dia segera menyadari ada yang aneh dari temannya itu. "Ada apa? Kau seperti orang yang baru saja melihat hantu, apa yang membuatmu gelisah begitu?" Dathav tidak menyangka Sanjay akan menyadari kegelisahannya. "Tidak … tidak ada apa-apa, aku hanya mengalami mimpi buruk." "Oh, mimpi buruk, ya? Aku kira ada apa." "Eee … apa persiapannya belum selesai? Apa sebaiknya aku ikut membantu?" "Tidak perlu, persiapannya sudah selesai, orang-orang hanya sedang duduk sambil berbincang saja di bawah. Lebih baik kau kembali tidur, aku juga disuruh tidur oleh ibu." "Baiklah, aku … akan kembali tidur saja." "Selamat malam, semoga kau tidak bermimpi buruk lagi." "Kau juga, semoga mimpi indah." "Pasti aku akan mimpi indah, doakan saja Ragta hadir dalam mimpiku dengan gaun pernikahannya, ya!" Sanjay berlalu pergi ke kamarnya. Dathav terpaku sejenak. Dalam mimpinya tadi, Ragta mengenakan gaun pernikahan, begitu juga dengan Sanjay, tetapi Sanjay justru terbakar. Dia berharap itu bukan pertanda buruk atau semacamnya. "Aku tidak percaya dengan mitos pertanda buruk, tapi aku sendiri tahu, mimpiku sering menjadi kenyataan. Semoga mimpi kali ini tidak." ===《《 ♡ 》》=== Pernikahan Sanjay dan Ragta akan dilaksanakan hari ini. Berkat banyak yang tak tidur tadi malam demi mempersiapkan segala keperluan pernikahan, pagi ini semua bisa siap tepat waktu dan akan segera berangkat ke rumah Ragta untuk melaksanakan resepsi. "Dathav, kau berangkatlah bersama kami," ajak Fikhar. "Sanjay meminta kami mengajakmu, daripada kau harus berangkat bersama orang-orang tua." "Oh, baiklah." Dathav mengikuti Fikhar, Ravi, dan Areev menuju mobil. Mereka membawa beberapa hadiah yang akan diserahkan untuk Ragta dan keluarganya nanti. "Nanti mobil ini harus bisa berada tepat di belakang mobil Sanjay, oke?" Areev mengingatkan Fikhar yang nanti akan menyetir mobil. "Tenang saja, aku akan menyalip mobil-mobil lambat lainnya. Setelah Sanjay, paman, dan bibi, kita yang akan sampai lebih dulu di rumah Ragta." "Bagus, kita bisa menolong Sanjay kalau dia terlalu gugup sampai tidak bisa melangkah nanti." Ravi mengeluarkan candaan kecil agar suasana tak terlalu serius dan tegang. "Sanjay itu orang yang sangat percaya diri, menurutku dia tidak akan terlalu gugup meskipun untuk pernikahannya." Dathav memperhatikan rombongan yang keluar dari rumah bersama Sanjay. Rombongan itu berpisah setelah Sanjay dan kedua orang tuanya masuk ke dalam mobil yang berada di barisan paling depan. Mereka masuk ke mobil masing-masing dan bersiap untuk berangkat. "Ya, kau benar. Aku yakin rasa gugupnya akan kalah dari rasa bahagianya saat ini." Fikhar mulai menstarter mobil. Perlahan-lahan, seluruh mobil dijalankan mengikuti mobil yang membawa sang pengantin dan keluarganya. Seperti yang sudah direncanakan, Fikhar menyalip mobil-mobil lain untuk mengejar mobil Sanjay. Meski jalanan yang mereka lalui cukup ramai, Fikhar tetap bisa menempatkan mobilnya di belakang mobil Sanjay dengan mudah, karena mobil itu dikemudikan dengan santai. Perjalanan rombongan pengantin berjalan lancar, hingga mobil Sanjay tiba-tiba menepi dan berhenti. Mobil-mobil lain ikut menepi dan berhenti juga. Terlihat Sanjay keluar dari mobil dan pergi ke seberang jalan dengan sedikit tergesa. Tiba di seberang jalan, dia masuk ke sebuah toko manisan yang cukup besar. "Hei, mau apa Sanjay pergi ke toko manisan? Apa manisan yang sudah disiapkan masih kurang?" Ravi berdecak sebal. "Entahlah, padahal ini hari pernikahannya, kenapa harus berhenti di tengah jalan dan mampir ke toko manisan segala? Apa tidak ada waktu lain untuk membeli manisan?" Lagi-lagi Fikhar menggerutu karena Sanjay, memang sudah tak sekali-dua kali dia jengkel dengan apa yang dilakukan sahabatnya itu. "Mungkin dia ingin membeli manisan yang belum disiapkan sebelumnya, pasti manisannya istimewa, karena Sanjay sampai berhenti di tengah perjalanan menuju rumah calon mempelainya demi membeli manisan itu." Dathav mencoba berpikir dari sudut pandang Sanjay, daripada mengomel karenanya. Hanya sebentar saja Sanjay sudah keluar dari toko dengan sebuah tas berisi manisan. Wajahnya tampak berseri, dia melihat manisan di dalam tas sesekali sembari menunggu waktu yang tepat untuk menyeberang. Namun, ketika Sanjay tengah melirik jam tangannya, dia tak sadar bahwa ada bahaya di dekatnya. Sebuah truk kontainer yang menyalip beberapa mobil tiba-tiba kehilangan arah dan keseimbangan. Truk itu oleng dan menabrak toko manisan di belakang Sanjay, termasuk Sanjay juga yang tak sempat menghindar. Semua saksi mata kaget, terlebih orang tua Sanjay dan rombongan yang sedang menunggunya. Dathav, Fikhar, Ravi, dan Areev yang memperhatikan Sanjay sejak keluar dari toko, kini hanya tergemap untuk beberapa saat. "Sanjay!" Sampai Dathav berteriak, barulah tiga orang yang semobil dengannya tersentak. Mereka turun dari mobil dan berlari sekencang mungkin melewati deretan kendaraan yang berhenti akibat melihat adanya kecelakaan. Ayah dan ibu Sanjay, serta orang-orang dari rombongan pun tergopoh menghampirinya. Begitu melihat bagaimana kondisi putranya, ibu Sanjay langsung terjatuh lemas. Dathav berusaha membelah kerumunan agar bisa melihat kondisi Sanjay dan dia terbelalak setelah usahanya berhasil. Sanjay terkapar di lantai toko manisan dengan reruntuhan dinding dan kaca jendela yang pecah di sekitarnya. Serban di kepalanya terlepas, sehingga luka dan banyaknya darah yang mengalir dari kepalanya terlihat dengan jelas. Dia juga mengalami banyak luka di bagian tubuh lain yang mungkin disebabkan oleh pecahan kaca. Tangannya pun tak luput dari pecahan kaca yang menancap, tetapi tas manisan yang dia bawa masih dia pegang dengan erat. Tak ada yang mau menunggu polisi atau ambulans datang, orang-orang berinisiatif untuk cepat-cepat membawa Sanjay ke rumah sakit. Sebagian besar rombongan kembali pulang, sisanya ada yang ikut ke rumah sakit dan ada pula yang pergi ke rumah Ragta untuk menyampaikan kabar. Dathav, Fikhar, Ravi, dan Areev memilih untuk ikut ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, mereka diam tak berpikir untuk bicara sepatah kata pun, saking panik dan cemasnya akan kondisi Sanjay. Tiba di rumah sakit, saat menanti hasil penanganan dokter, suasana di ruang tunggu seakan diliputi awan gelap yang mewakili kecemasan dan ketakutan. Ibu Sanjay tak henti-hentinya menangis dan ayah Sanjay terus berusaha menenangkannya, meskipun dirinya sendiri sangat gusar. Beberapa orang yang ikut ke rumah sakit hanya bisa meyakinkan mereka bahwa semua akan baik-baik saja dan berdoa, semoga Sanjay bisa selamat. Dathav bingung, dia merasa tidak pernah belajar bagaimana cara menenangkan seseorang, apalagi di saat seperti itu. Dia tidak tahu harus berkata apa agar kecemasan di hati kedua orang tua Sanjay hilang, atau setidaknya berkurang. Melihat Fikhar, Ravi, dan Areev mondar-mandir tak tenang, hanya menambah kecemasannya saja. Kenapa semua ini terjadi? Padahal ini hari bahagia untuk Sanjay, kenapa dia harus mengalami hal seperti ini? batin Dathav. Menit demi menit berlalu terasa lambat, membuat d**a semakin berdebar. Kedatangan Ragta dan keluarganya sedikit memecah ketegangan, tetapi air mata makin tak kuasa ditahan. Ragta yang mengenakan gaun pengantin berwarna merah dan emas, dengan perhiasan nan indah, wajahnya tampak pucat penuh derai air mata. Riasan wajahnya begitu sempurna sehingga tak luntur meski air mata yang mengalir deras mengenainya, tetapi riasan itu tetap tak bisa menyembunyikan kesedihannya. "Ibu, bagaimana keadaan Sanjay?" Dengan terisak, Ragta menggenggam kedua tangan ibu Sanjay dan bersimpuh di hadapannya. Sejak tadi dia hampir tak bisa berdiri, mendengar kabar buruk tentang Sanjay membuat lututnya lemas seketika. Dia ingin mencoba terlihat tegar di hadapan semua orang, agar mereka tak semakin sedih, tetapi apalah dayanya yang tak bisa kuat menahan tangisan. Ibu Sanjay tak bisa menjawab pertanyaannya, karena dia sendiri tak kuasa menahan air mata. "Kami juga belum tahu, Nak." Ayah Sanjay yang mewakili untuk menjawabnya. "Berdoalah saja untuk keselamatannya, berdoalah agar dia masih diberi kesempatan untuk hidup." Ragta merasakan sesak karena tangisan dan degupan jantung yang sangat kacau. Dia benar-benar tak ingin hal yang lebih buruk terjadi kepada Sanjay. Seharusnya mereka berbahagia hari ini, seharusnya cinta mereka akan membawa mereka menjadi raja dan ratu meski sehari, tetapi keadaan justru berubah begitu cepat dan sangat kontras dengan apa yang mereka harapkan. Mendengar tangis ibu Sanjay makin menjadi, hatinya pun makin pilu, dia memeluk erat ibu Sanjay, berharap bisa membuatnya sedikit lebih tenang. Belum lama Ragta memeluk ibu Sanjay, dia harus melerai pelukannya karena dokter keluar dari ruangan, menarik perhatian semua orang yang menunggu kabar Sanjay darinya. Raut muka dokter itu kurang melegakan, seperti berat baginya akan mengatakan satu patah kata pun. "Dokter, bagaimana keadaan putra saya?" Ayah Sanjay mewakili semua orang untuk bertanya. "Maaf, Pak. Pasien mengalami luka yang sangat serius di bagian kepalanya. Saya tidak akan menjelaskan secara detail lukanya sekarang, untuk saat ini, saya harap Anda dan keluarga diberi ketabahan, karena nyawanya tidak bisa diselamatkan." Bak tersambar petir di pagi hari yang cerah, ibu Sanjay dan Ragta langsung ambruk begitu mendengarnya. Ibu Sanjay pingsan dan segera dibawa ke salah satu ruangan untuk mendapatkan perawatan. Ragta menangis sejadi-jadinya dalam dekapan ayah dan ibunya, dia benar-benar tidak menyangka Sanjay akan meninggalkannya tepat di hari pernikahan mereka. Dathav juga tidak mengira Sanjay telah pergi untuk selamanya, padahal kemarin dia tampak sangat bahagia menantikan pernikahannya berlangsung. Tadi pagi pun wajahnya teramat berseri, dengan serban berwarna merah dan emas yang senada dengan baju pengantinnya, serta tilak merah besar di keningnya, dia terlihat seperti pangeran yang sudah siap menjemput tuan putrinya. Sekarang, bukannya menghadap tuan putrinya di mandap, dia justru harus menghadap Yang Mahakuasa. "Dathav." Fikhar menepuk bahu Dathav, suaranya jelas menandakan ada tangis yang sedang ditahan. "Kita harus mengabari orang-orang di rumah Sanjay untuk mempersiapkan upacara pemakaman. Biarkan paman menjaga bibi di sini dulu bersama orang-orang yang lain, kita saja yang pulang." "Baiklah." Dathav bisa memahami perasaannya, sama halnya seperti kehilangan keluarga atau kekasih, kehilangan seorang sahabat pasti juga berat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN