9. Malam Yang Mencekam

956 Kata
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam dan saat ini Aruna sedang tertidur di kamarnya. Sedangkan Wisnu, ia sudah pulang sedari tadi. Aruna tertidur dengan lelapnya sehingga ia tidak menyadari bahwa ada seseorang yang menyelinap ke dalam rumahnya. Orang itu berpakaian serba hitam dari atas kepala sampai ujung kaki, bahkan ia juga menutupi wajahnya sehingga yang terlihat hanyalah mata, hidung, dan mulutnya saja. Orang itu berjalan dengan mengendap-endap dan memperhatikan ke sekitar untuk memastikan keadaan sedang aman. Ia terus berjalan hingga ia melihat sebuah kamar yang pintunya tertutup. Perlahan ia mengulurkan tangan, meraih kenop pintu dan memutarnya. Ternyata pintu itu tidak terkunci. Lalu dengan hati-hati ia membukanya dan ia melihat Aruna yang sedang tertidur di dalam dan membelakanginya. Ia pun melangkah masuk ke dalam kamar itu dan menutup pintunya kembali. Dengan hati-hati ia melangkah dan berjalan menghampiri Aruna. Dan kemudian ia berhenti dan berdiri di dekat gadis itu yang masih terlelap, bahkan ia tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang mengawasinya. Namun ia hanya terdiam dan memperhatikan Aruna. Perlahan tangannya terulur ke belakang dan mengambil sesuatu dari balik baju yang ia kenakan, ternyata itu adalah sebuah pisau. Lalu ia mengangkat pisau itu tinggi-tinggi dan bersiap untuk menancapkan benda tersebut di perut Aruna. Aruna bergerak dengan perlahan dan membalikkan tubuhnya sehingga membuat orang itu buru-buru menurunkan pisaunya dan menyembunyikannya di balik tubuhnya. Aruna pun kembali tertidur dengan posisi terlentang, ia masih terlihat nyenyak dan tidak menyadari keberadaan orang asing itu. Orang itu menghela nafas dengan lega karena hampir saja ia ketahuan. Lalu ia mengangkat pisau itu kembali dan bersiap untuk menusukkannya pada perut gadis itu, kali ini ia berharap usahanya tidak akan gagal. Ia pun terus mengangkat pisaunya setinggi mungkin dan... Pisau itu tertancap di kasur saat Aruna dengan cepat berguling dari tempatnya sehingga benda tajam itu gagal mengenainya. Matanya melebar saat melihat orang asing itu yang berdiri di dekat tempat tidurnya. "S-Siapa kau?" tanyanya dengan terbata-bata. Namun orang itu hanya terdiam dan beralih menatap Aruna tanpa mengatakan apa-apa, lalu ia mencabut pisaunya dari kasur. Aruna pun segera bangkit dari tempat tidur dan berlari ke arah pintu kamarnya, lalu ia membukanya dan melangkah keluar. "Siapa orang itu?" ia berkata pada dirinya dan terus berlari menuju pintu rumahnya, lalu ia berhenti dan melihat ke arah lubang kunci. Namun ia terkejut saat melihat kunci rumahnya yang tidak tergantung di lubangnya. "Lho, kuncinya ke mana?" ia bertanya dengan dahi yang mengerut, karena seingatnya sebelum ia tidur kuncinya berada di sana. "Apakah kau mencari ini?" Aruna langsung berbalik dan melihat orang itu yang sedang memegang kunci rumahnya, matanya melebar saat melihat itu. Orang itu menyeringai. "Aku tahu kau akan mencoba melarikan diri saat mengetahui bahwa aku ingin membunuhmu itu sebabnya kenapa aku mengambil kunci ini, agar kau tidak bisa kabur" ia berkata, berjalan menghampiri Aruna dengan tangannya yang lain masih memegang pisau. "Tolong jangan bunuh aku" Aruna menggeleng dan berjalan ke sisi kiri berusaha untuk menghindari orang asing itu. Namun orang itu hanya menyeringai dan terus berjalan menghampiri Aruna. "Lagipula, aku tidak mengenalmu kenapa kau ingin membunuhku?" tambah Aruna menatap orang itu dengan dahi yang mengerut sambil terus berjalan ke sisi kiri. "Kau mengenalku atau tidak itu bukan urusanku. Tapi yang pasti aku akan mengakhiri hidupmu malam ini juga" orang itu berkata dan terus berjalan menghampiri Aruna, nadanya terdengar serius seolah ia bersungguh-sungguh dengan yang ia katakan. "Tuhan, tolong lindungi aku. Aku tidak ingin mati di tangan orang ini" Aruna berkata di dalam hati, jantungnya berdebar begitu kencang seakan ingin lepas dari tempatnya. Ia pun mencari cara untuk melarikan diri. Perlahan tangannya meraba-raba ke atas meja yang ia lewati, sementara matanya memperhatikan gerak-gerik orang itu. Namun ia tidak sengaja menyentuh sebuah vas bunga yang terbuat dari kaca, seketika terlintas sebuah ide di pikirannya. Diam-diam ia mengambil vas bunga itu, lalu dengan cepat melemparkannya ke arah orang asing itu. Orang itu tidak sempat menghindar sehingga vas bunga itu mengenai wajahnya membuat kunci dan pisau yang ia bawa terjatuh ke lantai. Dengan cepat Aruna segera mengambil kunci rumahnya dan berlari ke arah pintu, lalu ia memasukkan kunci itu di lubangnya dan memutarnya. Kemudian ia membuka pintu dan melangkah keluar rumahnya untuk meminta bantuan pada orang sekitar. "Tolonggg... Tolonggggg..." ia berlari dan berteriak sekencang mungkin sambil memperhatikan ke sekitar, berharap ada seseorang mendengarnya. Namun tempat itu begitu sepi, tidak ada siapapun di sana karena sudah hampir tengah malam. Aruna pun terus berlari sekuat tenaga sambil sesekali berteriak. "Tolonggg... Tolonggggg saya..." ia kembali berteriak dan memperhatikan ke sekitar. Seorang pria berseragam hansip pun berlari menghampiri Aruna dan membawa pentungan di tangannya. "Ada apa, Neng? Ada maling?" tanyanya yang terlihat penasaran. Aruna berhenti dan membungkukkan tubuhnya sambil mengatur nafasnya yang terengah-engah. "Bukan, Pak" jawabnya menggelengkan kepala. "Tapi... Ada yang mau membunuh saya" Mata hansip itu melebar saat mendengar jawaban Aruna. "Ada yang mau membunuh Neng? Di mana?" tanyanya dengan dahi yang mengerut. "Di rumah saya, Pak. Dia masih ada di sana" jawab Aruna dengan nafasnya yang belum stabil. "Kalau begitu ayo kita ke rumah Neng, biar saya yang hadapi orang itu sekalian saya panggil warga" Hansip itu berkata dengan antusias. Aruna hanya mengangguk dan menegakkan tubuhnya, lalu ia mengantar hansip itu menuju rumahnya. Beberapa saat kemudian mereka berhenti saat tiba di depan rumah Aruna, mereka melihat pintunya yang tidak tertutup. "Neng tunggu di sini, ya? Biar saya yang cek ke dalam" Hansip itu berkata dan menoleh ke arah Aruna. "Enggak mau, Pak" Aruna menggeleng dan hansip itu mengerutkan dahi. "Saya mau ikut aja ke dalam. Takutnya nanti dia ada di luar dan membunuh saya" "Ya sudah, kalau begitu ayo kita masuk ke dalam. Tapi Neng di belakang saya, ya?" Hansip itu berkata dan Aruna mengangguk. Kemudian mereka pun melangkah masuk ke rumah Aruna dengan hati-hati sambil berjaga-jaga jika orang asing itu masih berada di dalam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN