"Tau enggak? Aku suka banget mie ayam di tempat ini, rasanya enak, porsinya banyak, tapi harganya terjangkau. Pokoknya favorit aku banget deh. Makanya enggak heran kalau..." ucapan Indira terhenti saat ia menoleh ke arah Aruna dan melihatnya yang sedang terdiam sambil mengaduk semangkuk mie ayam miliknya. Sedangkan tatapannya terlihat kosong. "Aruna, kamu baik-baik aja?" ia mengulurkan tangan dan menepuk bahu temannya itu membuatnya langsung terperanjat.
"Eh, iya, ada apa?" Aruna bertanya dan menoleh ke arah Indira.
"Kamu baik-baik aja?" Indira mengulangi pertanyaannya dan mengangkat satu alis.
"Iya, aku baik-baik aja seperti yang kamu lihat" jawab Aruna menganggukkan kepala.
"Terus kenapa kamu malah melamun?" Indira bertanya dan terlihat penasaran. "Bahkan bakso kamu sama sekali belum kamu sentuh"
Aruna hanya terdiam dan menundukkan kepala tanpa mengatakan apa-apa. Dan dalam seketika raut wajahnya berubah menjadi cemas saat ia teringat kembali dengan kejadian yang tadi malam. Beruntung saat ia dan hansip itu mengecek, orang itu sudah tidak ada di rumahnya. Namun hal tersebut membuatnya trauma dan ia tidak berani untuk pulang ke rumahnya dan tidur di sana, karena ia takut orang itu akan datang dan mencoba untuk membunuhnya lagi seperti tadi malam.
Melihat Aruna yang hanya diam saja membuat Indira bertanya-tanya sebenarnya ada apa dengan rekan kerjanya itu? Dan kenapa ia terus-menerus melamun seperti ada sesuatu yang sedang ia pikirkan. Lalu ia menghela nafas dan mengusap-usap bahu Aruna, membuat Aruna menoleh ke arahnya.
"Kamu pasti sedang memikirkan perjodohanmu dengan pak Evan, ya?" Indira bertanya dengan lembut. "Udah enggak usah dipikirkan, aku yakin semuanya akan berjalan sesuai yang kamu inginkan" katanya dengan senyum yang terukir di wajahnya.
"Bukan itu" Aruna menggeleng dan membuat Indira mengerutkan dahi. "Tapi aku sedang memikirkan siapa pria yang tadi malam datang ke rumahku dan ingin membunuhku" jawabnya menundukkan kepala.
"Pria yang datang ke rumahmu dan ingin membunuhmu?" Indira bertanya dengan dahi yang mengerut. "Jadi tadi malam kamu hampir dibunuh oleh seorang pria?"
"Iya" Aruna mengangguk. "Dan aku enggak tahu siapa pria itu karena dia memakai penutup kepala sehingga aku enggak bisa melihat wajahnya. Bahkan aku juga enggak mengenali suaranya" katanya dengan kepala yang masih tertunduk.
"Mungkin itu musuh kamu" Indira berkata dan Aruna langsung menoleh ke arahnya. "Maksudku ya... Mungkin kamu pernah membuat seseorang sakit hati dan sekarang dia ingin membalas dendam" ia melanjutkan dan beralih menatap semangkuk mie ayam miliknya.
"Itu enggak mungkin" jawab Aruna menggelengkan kepala dan Indira melirik ke arahnya. "Karena aku enggak punya musuh dan yang aku ingat aku enggak pernah menyakiti hati seseorang"
"Aku tahu" Indira mengangguk. "Tapi terkadang kita secara enggak sengaja menyakiti seseorang dan biasanya itu karena ucapan kita yang enggak kita sadari, sehingga membuat orang tersebut sakit hati dan dendam kepada kita" jelasnya menyendok mie ayam dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
Namun Aruna hanya terdiam dan menatap Indira tanpa mengatakan apa-apa. Dan ia merasa apa yang dikatakan temannya ada benarnya juga dan mungkin orang itu adalah seseorang yang pernah ia sakiti dimasa lalu tanpa ia sengaja.
"Tapi kamu baik-baik aja, kan? Enggak terluka sedikitpun?" tambah Indira menoleh ke arah Aruna.
"Iya, aku baik-baik aja karena aku berhasil melarikan diri" jawab Aruna menganggukkan kepala.
"Syukurlah, aku senang mendengarnya" Indira berkata menatap Aruna dengan senyum yang terukir di wajahnya.
"Tapi... Aku takut untuk pulang dan tidur di rumahku, karena aku takut orang itu akan datang lagi" Aruna berkata dan kembali menundukkan kepala.
"Bagaimana kalau kamu menginap di kostan aku?" Indira menyarankan dan mengangkat satu alis. "Ya... Kamarnya enggak terlalu besar sih dan mungkin enggak senyaman kamar kamu, tapi seenggaknya itu bisa membuatmu aman dan kamu bisa tidur dengan tenang tanpa takut jika orang itu akan datang lagi" katanya beralih menatap mie ayam miliknya.
***
"Bagaimana? Kamu suka enggak sama kamar kostan aku?" Indira bertanya, mengangkat satu alis dan menatap Aruna yang duduk di tepi tempat tidur.
"Suka kok" Aruna mengangguk. "Kamarnya nyaman enggak beda jauh sama kamar aku" jawabnya dengan senyum yang terukir di wajahnya. "Terima kasih ya, kamu udah mengizinkan aku untuk menginap di kostan kamu. Maaf kalau aku jadi merepotkan kamu"
"Enggak apa-apa, santai aja. Kita kan teman jadi sepantasnya saling membantu satu sama lain" Indira berkata dengan senyum yang terukir di wajahnya. "Eh, ngomong-ngomong bagaimana kalau setelah ini kita beli makan? Aku lapar nih" ajaknya sambil memegangi perutnya.
"Boleh, aku juga lapar" jawab Aruna menganggukkan kepala. "Tapi mau beli makan di mana?"
"Di sekitar sini aja ada banyak tukang makanan kok, kamu tinggal pilih mau beli makanan apa" Indira berkata dan menatap Aruna yang duduk di depannya.
"Ya udah, yuk" Aruna mengangguk. Kemudian mereka berdua pun segera pergi meninggalkan kostan untuk membeli makan.
Beberapa saat kemudian mereka tiba di sebuah tempat yang berada tidak jauh dari kostan Indira, di tempat itu terdapat berbagai macam pedagang kaki lima yang menjual makanan, seperti sate, martabak, bubur, pecel ayam dan lele, dan juga nasi goreng.
"Kamu mau beli makanan apa?" Indira bertanya dan menoleh ke arah Aruna.
"Eum... Kayaknya aku mau beli nasi goreng aja deh" jawab Aruna menatap tukang nasi goreng yang berada beberapa langkah dari tempat mereka.
"Ya udah kalau begitu ayo kita beli nasi goreng dulu, setelah itu baru kita beli pecel ayam soalnya aku pengen makan itu" Indira berkata dan hendak berjalan menuju penjual nasi goreng, namun dengan cepat Aruna memegang tangannya dan membuatnya menoleh.
"Enggak usah, kamu beli pecel ayam aja biar aku yang beli nasi goreng sendiri. Nanti kalau aku udah selesai aku bakal samperin kamu" jelas Aruna dengan senyum yang terukir di wajahnya.
Indira mengangguk. "Oke, nanti kalau aku udah selesai duluan aku yang samperin kamu" katanya dan Aruna tersenyum. Kemudian mereka berpisah untuk membeli makanan masing-masing.
"Pak, nasi goreng dong satu tapi sedang aja" Aruna berkata pada penjual nasi goreng.
"Mau dibungkus atau makan di sini?" tanya penjual nasi goreng.
"Dibungkus aja, Pak. Soalnya mau makan di kostan" jawab Aruna, menatap penjual nasi goreng dan tersenyum.
"Siap, Neng. Silahkan duduk dulu" Penjual nasi goreng berkata dan sibuk membuatkan pesanan orang lain.
Aruna hanya mengangguk dan duduk di sebuah kursi yang berada di dekatnya.
"Takut, ya?"
Aruna langsung menoleh, namun ia mengerutkan dahi saat melihat seorang pria yang duduk di sebelahnya. Pria itu memakai Hoodie berwarna hitam dengan kepala yang tertutup, sedangkan setengah wajahnya tertutup dengan masker.
"Maaf, kamu bertanya pada saya?" Aruna bertanya dan menatap pria itu.
Pria itu menoleh, namun matanya Aruna melebar saat melihat mata pria itu. Dan seketika jantungnya berdebar begitu kencang seakan ingin lepas dari tempatnya.