*** WARNING: RATE 21 PLUS ***
BIJAKLAH DALAM MEMBACA!
SEMUA INI HANYALAH IMAJINASI DAN KARANGAN AUTHOR.
YANG J E L E K DAN BURUK, JANGAN DITIRU!
MOHON MAAF ATAS KETIDAKNYAMANANNYA!
----------------------------------------------
#WARNING:
MENGANDUNG ADEGAN YANG MUNGKIN TIDAK MENYENANGKAN BAGI BEBERAPA PEMBACA
……………
Ratu Casilda Wijaya, akhirnya paham kenapa manager Renata membujuknya untuk menjadi manager Arkan.
Jadwal syuting wawancara Arkan yang seharusnya dimulai pada hari Senin kemarin, tiba-tiba ditunda sampai detik ini.
Ketika dirinya diantar oleh manager Renata ke sebuah studio rekaman yang masih berada dalam satu gedung, Casilda kaget mendengar sebuah suara yang sangat merdu.
Suara itu adalah milik seorang pria. Begitu melodis, halus, lembut, dentingnya bagaikan suara kaca yang sangat jernih. Hatinya tiba-tiba sangat bahagia.
Baru saja melangkah masuk beberapa kaki, tiba-tiba pintu dibanting keras seiring berhentinya suara nyanyian merdu tadi.
“AKU TIDAK MAU MELAKUKANNYA LAGI!” koar Arkan kesal, wajah tampan marahnya yang sangat gelap, membuat takut siapa pun yang melihatnya sampai ingin rasanya melompat terjun dari jembatan gantung.
Casilda tertegun kaget.
Jadi, pria yang baru saja bernyanyi itu adalah dia?
Pantas saja dapat julukan Superstar?!
Sepengetahuan Casilda, setahun lalu, Arkan memutuskan untuk berhenti di bidang tarik suara.
Pada mulanya, suaminya itu sempat menjadi penyanyi solo selama hampir 2 tahun, tapi entah kenapa tiba-tiba dia berhenti, berkata ingin fokus pada dunia akting dan model saja.
Casilda hanya membaca profil singkat Arkan di internet. Itu pun baru diketahuinya beberapa saat lalu.
Sewaktu dirinya mencari informasi soal Arkan saat berada di panti asuhan, dia hanya membaca cepat beberapa data penting Arkan terkait statusnya sebagai pewaris Grup Yamazaki, dan data diri Arkan yang lain lewat di matanya begitu saja.
Karena tidak ingin memupuk rasa cintanya semakin dalam, Casilda memutuskan tidak mau menggali lebih banyak soal suaminya. Termasuk ketika dia baru tahu mengenai status Superstar yang disandang olehnya. Dia tidak pernah tergoda untuk mendengarkan lagunya yang banyak beredar di internet.
Melangkah ke studio ini, secara pribadi membuat Casilda menyesal.
Arkan Quinn Ezra Yamazaki benar-benar sangat sempurna, dan jauh dari levelnya.
Menikah dengannya karena balas dendam, kini dianggap sedikit ada berkah di dalamnya.
Tapi, masihkah disebut berkah sementara dirinya hanya dijadikan alat kepuasan olehnya?
“KAMU?! UNTUK APA DATANG KE MARI?!” bentaknya kepada Casilda hingga sang istri terkejut, lalu menatap marah kepada Renata.
“Jangan marah begitu, Arkan sang Top Star. Dia ini adalah manajer barumu,” balasnya dengan senyuman lebar menyebalkan.
Arkan tertegun kaget, menatap marah kepada istrinya.
“Apa katamu?!” desisnya kesal.
“Kenapa? Kamu punya asisten hebat sepertinya, lantas managermu selama ini tidak jelas antara aku dan Abian, apa salahnya mengangkatnya jadi manager tetapmu selama setahun?”
“Aku tidak setuju! Apa-apaan kamu, Rena? Setelah menjebakku bernyanyi seperti ini, sekarang kamu menunjuk babi gendut itu untuk menjadi managerku? Membeli segelas kopi saja dia tidak becus! Larinya seperti siput!”
Semua orang yang kebetulan ada di studio itu tertawa diam-diam mendengar ejekan Arkan, membuat Casilda hanya bisa merajuk sebal dengan kepala tertunduk malu-malu.
Apa suaminya memang hobi untuk mempermalukannya di depan umum seperti ini?
Ya. Tentu saja, kan?
Orang yang tak dicintai sepertinya, jelas akan dimaki-maki terus. Belum lagi dendamnya yang bertubi-tubi untuk selamanya.
Casilda terlihat sedikit lebih santai, malas meladeni Arkan yang marah-marah seperti monyet kehilangan makan siangnya, membuat wanita berkacamata tebal ini terkikik diam-diam dengan satu tangan menutupi mulut.
“A-apa yang kamu lakukan? Lepaskan!” teriak Casilda kaget, tiba-tiba ditarik oleh Arkan begitu saja keluar dari ruangan.
“A-Arkan! Lepaskan aku! Lepaskan!” bisiknya memohon, panik dan takut jika ada yang melihat tingkah Arkan yang aneh menarik-narik seorang wanita gendut sepertinya.
Sang aktor menarik masuk Casilda ke sebuah ruangan kosong, jika dilihat itu adalah sebuah ruang rapat kecil dan minimalis.
“Kenapa denganmu?!” bentak Casilda marah, mengelus pergelangan tangannya yang sakit.
Tubuh sang wanita tiba-tiba didorong ke dinding, langsung dikungkung oleh Arkan dengan ekspresi bengis dan gelapnya.
“Kamu? Ingin menjadi managerku? Apa otak ayammu sudah berkembang, hah?!”
“Aku ditawari oleh manager Renata! Memangnya kamu siapa menentukan hidupku?! Kamu hanyalah suami palsu!”
Tanpa sadar, Casilda mengeluarkan isi hatinya yang kesal sejak hari Minggu lalu, kontan saja membuat mata Arkan membesar marah.
“Coba katakan sekali lagi!” desis Arkan dingin, mencubit rahangnya ganas.
Sang istri merintih kesakitan, tapi mata juga membesar marah membalas tatapannya.
“Aku bilang, kamu hanyalah suami palsu! Suami ghaib! Tidak kelihatan sama sekali! Suami tembus pandang! Apa hakmu melarangku melakukan apa pun?! Mau aku bekerja di sini, apa pedulimu?! Kamu pikir hanya kamu bintang yang bisa aku tangani sebagai manager! Aku akan mengurus bintang lain yang sama hebatnya denganmu!”
“BERISIK!” raung Arkan marah, lalu memajukan wajahnya ke wajah Casilda.
Selama hampir 15 menit penuh, bibir sang wanita dijadikan pelampiasan kekesalan sang aktor sejak pagi tadi.
Gerakan Arkan semakin intense dan menggoda, tubuhnya menekan sang istri ke dinding hingga tidak ada kesempatan baginya untuk melawan. Kedua kaki Casilda sudah terangkat pelan dari lantai berkarpet di bawahnya.
“Hmmp! Ephaskan! Ephaskan!” ronta Casilda begitu mendapat kesempatan untuk berbicara.
Arkan dengan cepat menjatuhkan Casilda ke lantai, membuat sang wanita meringis kesakitan mengelus pantatnya.
“Heh! Tidak buruk juga kamu datang ke mari. Setidaknya aku jadi sedikit lebih rileks melampiaskan kekesalanku seharian ini kepadamu.”
Arkan menatap rendah Casilda yang berada di kakinya, lalu kekesalan kembali muncul di hati pria ini ketika teringat ucapannya ingin menjadi manager dari bintang lain.
“Cepat pulang! Jangan main-main di tempat ini. Masalah Renata, biar aku yang mengurusnya.”
“Tidak mau! Aku mau bekerja di sini! Orang sepertimu yang punya banyak uang dengan mudah, mana paham perasaan orang-orang seperti kami?! Lagi pula, pernikahan kita hanyalah status semata! Aku harus menghidupi diriku sendiri jika tidak mau mati kelaparan!”
“Apa yang kamu bicarakan, Gendut?! Aku memberimu tempat berlindung dan juga makanan! Dasar tidak tahu bersyukur!” gerung Arkan murka, langsung menendang sebelah bahu Casilda hingga membuatnya duduk bersandar ke dinding.
Casilda tercoreng malu, dan ketika baru saja mendongak hendak menatapnya, setumpuk uang merah tiba-tiba dilemparkan kasar ke wajahnya.
“Ambil! Itu yang kamu inginkan, bukan? Kalau butuh lagi, datang saja kepadaku! Jual tubuhmu dan buat aku senang!”
Casilda tertegun syok, menatap lembaran uang merah yang berhamburan di lantai.
Dia memang sempat ingin jual diri, tapi perlakuan Arkan saat ini entah kenapa menggores hatinya.
“Kenapa diam saja? Cepat ambil!” titah Arkan dingin, menendang beberapa lembar uang itu di depan Casilda yang masih terduduk lesu di lantai.
Dia pikir, dia tidak akan mengambilnya?!
Dia sudah diperlakukan tidak layak selama ini! Tentu saja akan diambilnya uang itu sebagai kompensasi meski tidak seberapa!
Casilda mulai memunguti uang itu satu per satu, membuat wajah Arkan menggelap kesal.
“Murahan. Dasar mata duitan.”
Sambil masih memunguti uang itu sambil membalasnya dingin, “benar. Aku memang murahan. Yang membuatku murahan, bukankah kamu sendiri sejak awal? Mulai sekarang, silakan mengataiku dengan kata-kata seburuk apa pun....”
Casilda menjeda kalimatnya, lalu mendongak ke arah Arkan dengan tatapan dingin yang serius, melanjutkan dengan wajah tegas penuh tekad, “... tapi, Tuan Arkan harus membayarnya.”
Arkan syok, lalu meringis kesal melihat ekspresi sang istri.
“Baru saja sehari tidak bertemu, kamu sudah berani melawanku lagi?”
“Aku tidak—”
Casilda tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, dan uang yang sudah dipungutnya langsung jatuh berhamburan kembali ke lantai.
Arkan tiba-tiba saja menyentak cepat lengan sang wanita, kemudian tubuhnya dihempaskan ke sebuah meja di sana dalam posisi sebelah pipi menempel di meja.
“APA YANG KAMU LAKUKAN?! SUDAH GILA, YA?! INI DI TEMPAT KERJAMU!” maki Casilda penuh emosi, sudah merasakan ujung rok lipit berwarna kremnya terangkat menutupi punggungnya.
“DIAM!” bentak Arkan dingin setengah menggeram, lalu menarik turun kain segitiga jelek sang wanita dari tempatnya.
“HENTIKAN! HENTIKAN! AKU BILANG HENTIKAN! JANGAN LAKUKAN DI SINI! AKU MOHON! AKU MOHON, ARKAN!” teriak Casilda histeris.
Arkan terkekeh jahat dan dingin, membuka cepat-cepat ikat pinggangnya dengan satu tangan, sementara tangan satunya menahan tubuh Casilda di meja.
“Berteriaklah sepuasmu, ruangan ini kedap suara.”
Casilda tertegun syok.
“BAIKLAH! AKU AKAN MENOLAK TAWARAN MANAGER RE—”
Terlambat, Arkan sudah menindihnya, dan mulai melakukan gerakan cintanya di antara kedua pahanya yang dirapatkan.
Bulu kuduk Casilda merinding, hawa dingin menggigit kulitnya, wajah pucat pasi dalam diam.
“Kamu sangat kering!” omel Arkan tak puas, lalu menjilati telapak tangannya sendiri beberapa kali, kemudian diselipkan masuk di bawah sana.
“Jangan bergerak,” titahnya geram, wajah gelap murkanya sangat tidak ramah.
Casilda merasakan hatinya tenggelam dingin. Sangat perih dan sakit.
“Katakan saja kepadaku, kamu ingin berapa setelah ini. Akan aku kirimkan uang ke rekeningmu, dan jangan berurusan lagi dengan Renata,” desis Arkan penuh tirani, tangan terus memberikan kenikmatan memabukkan kepada Casilda.
Casilda hanya bisa diam, tidak menjawabnya, malah mulai memejamkan mata menahan patah hati di hatinya dengan perbuatan Arkan yang kini menjadikannya seorang murahan yang lebih rendah lagi daripada sebelumnya.
“Enak, bukan?” bisik Arkan licik dan nakal di telinga Casilda, segera membuka kedua kaki sang wanita agar bisa segera merasakan kenikmatan bersama-sama.
Siksaan Casilda berlangsung selama hampir 1 jam penuh, sementara di luar sana Renata sibuk mencari keduanya yang menghilang bagaikan ditelan bumi.
Karena Arkan tidak memasukinya juga seperti dulu, maka Casilda terpaksa melayaninya menggunakan mulutnya sampai akhir.
Tubuh Casilda yang tengah terbatuk akibat menelan jus alami sang aktor tanpa sisa, didorong kasar usai menyelesaikan tugasnya.
“Apa lima juta, cukup? Atau sepuluh juta? Berapa maumu?”
Casilda masih terbatuk, tidak membalasnya.
“Kamu sendiri yang bilang kalau dirimu murahan, bukan? Maka bertingkahlah seperti seorang murahan,” ejek Arkan, kepala dimiringkan angkuh, kedua tangannya sibuk memasang ikat pinggangnya lagi.
Casilda saat ini sudah berbau feromon, menyengat dan manis. Semua orang pasti akan mencurigainya jika keluar tanpa membersihkan diri dulu.
“Di sana ada toilet. Bersihkan dirimu seadanya, lalu pergi dari sini,” terang Arkan dingin, melempari kain tipis segitiganya yang sudah dirobek selama proses penyiksaannya berlangsung.
Wajah pucat Casilda menatap sesaat benda tipis yang tergeletak di lantai di depannya, lalu meraihnya dengan tangan dingin gemetar.
Arkan sepertinya bukan hanya menjadikannya alat pelampiasan balas dendam, tapi juga sudah menjadikannya sebagai alat pelampiasan jika merasa sedang kesal seperti sekarang.
Dengan perlahan dan tertatih, Casilda meraih kain tipis di lantai, dan berjalan susah payah menuju arah toilet.
Begitu Casilda hilang dari pandang dan suara pintu toilet terdengar menutup, Arkan sang Top Star yang tengah duduk di tepi meja dalam mode angkuh melipat tangan dan kaki, tiba-tiba mendesah seksi dengan mata terpejam nikmat membayangkan permainan mulut kecil Casilda beberapa saat lalu.
Di tangannya tergenggam secarik potongan kain segitiga tipis Casilda, dan dihirup kuat-kuat bau sang wanita yang tertinggal di sana seraya mendesah pasrah dalam mode mabuk kepayang, mata dipejamkan lebih erat, bergumam penuh damba dalam bisikan kecil yang seksi, “Casilda... Casildaku sayang... aku sangat menyukaimu....”
Di kamar mandi, Casilda yang baru saja membersihkan mulut dari sisa-sisa jus alami Arkan, kini mulai sibuk mencuci kain segitiga tipisnya yang sudah berbentuk tidak karuan, menggunakannya untuk mengelap kedua kaki bagian dalamnya yang sangat basah dan lengket.
Air matanya menetes-netes bagaikan mutiara putus, dan hatinya bagaikan dipotong. Sakit dan begitu perih.
Dikiranya, dia bisa menjadi seorang manager dan menunjukkan kemampuannya di mata Arkan, ternyata masih saja rendah di mata pria itu, malah dia berakhir menyedihkan seperti ini.
Casilda yang tengah mengelap dirinya, akhirnya duduk di dekat wastafel, tidak tahan lagi dan mulai menangis tersedu-sedu dalam diam.
Selama hampir 20 menit, Casilda belum juga keluar, membuat Arkan lagi-lagi kesal.
Dengan sebuah pukulan di pintu, Arkan berteriak marah, “kenapa kamu lama sekali, Gendut? Tidak pingsan, kan?”
“Buka sebelum aku merusak pintunya!” lanjut sang aktor dalam suara yang semakin meninggi.
Pintu toilet itu kemudian terbuka, menampilkan wajah dingin dan datar sang istri.
“Maaf lama, Tuan Arkan. Kalau tidak dibersihkan dengan baik, bisa membuat orang curiga.”
Wajah sembab Casilda terlihat dengan jelas. Arkan tertegun syok.
Dia habis menangis?
“Kenapa dengan mukamu?” tanyanya jengkel.
“Ada apa dengan muka saya? Apakah ada yang aneh?” balas Casilda bak robot tanpa jiwa, cahaya di kedua bola matanya setengah redup.
Arkan terkejut kecil melihat sikap aneh Casilda, meringis kesal dan membentaknya marah, “tunggu di sini sampai aku kembali. Aku juga sudah mau pulang.”
“Baik,” balas Casilda patuh.
Kening Arkan mengeryit kesal, lalu mendecak marah.
“Jangan matikan ponselmu, dan kunci pintunya begitu aku keluar.”
“Baik.”
Ucapan pendek-pendek tanpa jiwa itu membuat Arkan sangat marah, lalu dia menarik Casilda, mendesis di depan wajahnya, “apa kamu robot, um? Atau kaset rusak yang jawabannya sama terus berulang kali?”
Casilda tidak membalas, hanya meliriknya dingin dengan mata hampanya.
“KAMU—” desis Arkan kesal, lalu menarik Casilda untuk segera memberinya hukuman di bibir kecil kesukaan barunya itu.
Casilda tidak melawan, atau pun membalasnya, dia hanya diam persis sebuah patung, membiarkan Arkan sang Top Star melakukan aksinya sampai merasa puas dan berhenti sendiri.