Bab 127 Tiga Hati yang Merumit

1142 Kata
Di dalam lift, Casilda menggertakkan gigi marah menatap suami aktornya. “Apa matamu minta kucolok berani menatap kepadaku seperti itu?!” ancam Arkan kesal, mencubit dagu dari istri berpipi bakpaonya itu. Casilda tersenyum menyeringai licik, mata mendatar malas. “Sikap mesumnya Tuan Arkan mau kumat di sini lagi, ya? Tidak takut tertangkap kamera? Meskipun saya adalah istri Anda, tapi lihatlah penampilan saya yang gendut dan jelek ini, apa kata orang yang sama sekali tidak tahu pernikahan rahasia kita yang berselimut balas dendam itu? Bisa-bisa, mereka akan mengecap selera aktor kesukaan mereka jatuh ke jurang terdalam. Atau... tidak takut ada rumor aneh beredar di luar sana? Misalnya... Arkan sang Top Star, karena sudah bosan menyentuh wanita cantik dan seksi, kini sudah mulai punya selera aneh? Atau... karena tunangan supermodelnya terlalu sibuk, Arkan sang Top Star sibuk bermain-main, karena bosan akan segera menikah dan hanya akan memiliki satu wanita saja?” Mendengar hal itu, Arkan tertegun kaget. Wajah marah gelapnya seketika saja menjadi gelisah. 'Apakah dia menarikku tadi agar menjauh dari kamera CCTV? Tidak mungkin...' batin Arkan bingung, yang memang tadi sempat ditarik oleh Casilda sangat cepat ke salah satu sudut lift tepat di mana titik buta CCTV berada. Membuat mereka sedikit merasa aman dari pantauan elektronik itu. Melihat Arkan tidak bergerak lagi, dan tampak syok penuh kebingungan, Casilda segera mendorongnya cepat. “Sebaiknya Tuan Arkan segera bereskan masalah CCTV di lift ini. Walau saya sudah menarik Anda seperti tadi, dan bisa saja memberi narasi gara-gara salah paham atau karena ditolong hampir terjatuh, tetap saja jita videonya bocor, akan jadi skandal memalukan untuk Anda, bukan? Walaupun karir sebagai aktor dan supermodel tetap bersinar, jejak skandal dan gosip tidak mengenakkan bersama saya sudah jelas akan merusak citra Anda sedikit. Tolong pikirkan diri Anda sendiri lebih dulu ketimbang masalah dendam di antara kita berdua.” Arkan seketika saja mengencangkan alisnya kesal, meraih lehernya dalam cekikannya yang sedikit dilonggarkan. Tampak sedang bermain-main dengan nyawa Casilda di tangannya, wajah tampannya terlihat bengis, tapi memikat di saat yang sama. “Heh! Kamu hanya tidak mau hidupmu terusik oleh media, kan? Tidak benar-benar peduli kepadaku!” Casilda diam saja selama beberapa detik, membuat Arkan merasa gemas dan tidak peduli lagi dengan CCTV di lift yang mereka naiki itu. Memangnya kenapa kalau sampai ada yang melihat mereka? Jangan-jangan, dia itu malu punya suami sepertinya dirinya? Dia benar-benar tukang akting! “Jika memang suatu saat media mengusik saya karena bersinggungan dengan seorang selebriti seperti Anda, bukankah saya tinggal lari dan bersembunyi saja? Ganti nama dan merusak wajah saya? Ada banyak orang di dunia ini yang tidak begitu update soal berita dan gosip para selebriti. Bukan masalah besar buat saya. Tapi, bagaimana dengan Anda, Arkan sang Top Star? Selamanya akan diingat dengan skandal dan gosip jelek bersama saya sama setiap kali wajah tampan Anda muncul di berbagai media.” Dengan malas, Casilda melepas cekikan sang aktor yang semakin terasa lemah, lalu mendengus geli membalasnya, “lain kali, kalau mau pergi, tolong beritahukan kepada istri Anda mau ke mana. Kalau pun tidak dianggap istri, dan hanya dianggap sebagai asisten tidak berarti, tetap harus memberi tahu akan ke mana, bukan? Setidaknya, kalau tidak mau berpapasan dengan saya seperti ini dan membuat Anda malu, saya bisa menghindarinya dengan cepat.” Ketika mengatakan hal itu, di hati Casilda ada rasa perih dan hampa hadir secara bersamaan di sana. Ekspresinya memang tampak datar dan tegas, sangat galak begitu cuek, tapi kedua bahunya terasa melemas. Casilda mendorong suami aktornya yang tampak terpukul itu, lalu segera memperbaiki posisinya lagi memegang troli barang di dekatnya. “Jangan lupa soal CCTV lift ini. Anda punya banyak koneksi, bukan, dengan latar belakang dan reputasi hebat sebagai selebriti kaya raya? Hal kecil bisa merusak hidup seseorang. Jadi, sebaiknya kita harus mengevaluasi bagaimana kita berinteraksi di luar mulai sekarang. Kalau ada paparazzi yang sampai tahu hal ini, hidup Anda pasti akan jadi sangat menyebalkan, bukan?” Casilda berbicara panjang lebar sambil menatap pintu lift di depannya, sementara sang suami berdiri tepat di belakangnya, meringis gelap dengan sorot mata bingung bercampur amarah. “Oh, ya, saya dengar, tidak lama lagi akan ada syuting acara khusus di mansion Anda. Selama itu berlangsung, saya akan kembali ke rumah orang tua saya untuk sementara waktu. Karena Anda sendiri sedang sibuk, saya berniat untuk berlama-lama di rumah orang tua saya itu. Mohon Tuan Arkan bisa memakluminya. Saya juga tidak ada kerjaan lain selain bekerja di kedai ayam krispi itu sekarang ini, bukan?” Mendengar ucapannya yang sangat cerewet itu, Arkan yang sudah kesal dan kupingnya mau meledak marah, tiba-tiba menyentak sebelah tangan sang istri. “Apa yang kamu lakukan? Tidak paham juga, ya? Di sini ada CCTV!” Namun, Arkan tak mendengarkannya sama sekali, malah kembali mengungkungnya tepat ke arah di mana CCTV melihat jelas keduanya, dan sang aktor dengan gerakan posesif menahan tubuh Casilda yang melawan hebat. Kemudian, perlahan-lahan kepalanya diturunkan ke wajah sang istri seraya mencubit dagunya gemas. *** “Presdir, ini dokumen yang Anda minta.” Jimmy masuk sembari memberikan dokumen kepada Ethan ke atas meja. Sebelah kening sang sekretaris naik dengan kebingungan di bola matanya. “Ada apa? Apakah masih kepikiran soal penyambutan tadi?” Ethan yang melamun menatap isi mejanya, pelan-pelan kembali ke dunia nyata dan menatap sang sekretaris di seberang meja. “Apakah mereka masih akan mengadakan penyambutan itu?” “Sepertinya begitu, mereka masih mencoba untuk meyakinkan Anda, Pak Presdir. Anda ingin memarahi ketua mereka?” Ethan menggerakkan tangan kanannya malas di udara. “Lalu?” Ethan tak menjawabnya, malah sibuk kembali termenung. Wanita yang dilihatnya beberapa saat lalu memang memiliki suara yang sangat mirip dengan mantan pacarnya. Tapi, walau wajahnya juga mirip, ukuran tubuh mereka sangat jelas berbeda. Penampilan Ratu Casilda Wijaya yang diingatnya bak bidadari yang sangat cantik. Anggun dan sangat elegan, meski sifatnya kadang sangat sombong dan angkuh. Dia juga adalah tipe wanita yang tidak suka bekerja keras, apalagi hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan kasar seperti mengantarkan pesanan. Bukankah dia sangat takut kulit halusnya akan rusak? “Pak Presdir?” tegur Jimmy dengan wajah penasaran. Lama sang bos baru menyahut, menaikkan pandangan dengan kening ditautkan gelisah dan bingung. “Apa kamu punya nomor kontak kedai ayam krispi itu?” Jimmy sempat terbengong mendengarnya, tapi segera tersenyum dan mengangguk cepat. “Tentu saja. Anda mau saya berikan nomornya, Pak Presdir?” Ethan tak membalasnya, hanya diam kembali sambil termenung. Dia sebenarnya sangat penasaran dengan sosok wanita gendut tadi. Walaupun dia tidak yakin kalau itu adalah wanita yang dikenalnya, tapi sanggup menghadirkan perasaan hangat yang dulu sempat dipaksa mati di dalam hatinya. Ya. Dia diam-diam perlahan merindukan Ratu Casilda Wijaya. Ratu yang sengaja dibuangnya karena terlalu sangat mencintainya sampai membuat wanita itu berada dalam masalah yang sangat serius. Rasa bersalah hadir di hati pria ini, tapi dia yang sudah beku karena patah hati, tidak tahu bagaimana menganalisis perasaannya detik ini juga. Di mana sebenarnya wanita itu sekarang berada? Apakah dia baik-baik saja?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN