Casilda menciut mendengar suara yang memekakkan telinga itu, wajahnya menggelap suram.
“A-apa, sih? Kamu kenapa? Lepas! Aku buru-buru!”
Perempuan berkacamata tebal itu meronta lepas dari cengkeraman Arkan meski tahu usahanya sama sekali tak ada gunanya melawan pria kokoh sepertinya.
“Ulangi yang tadi!” desak sang pria dengan suara lebih keras, dia menahan tangan Casilda yang ditarik untuk dilepaskan, tapi karena aksi tarik-menarik itu membuat Arkan kesal bukan kepalang, langsung menghentakkan tubuh sang wanita dan melemparkannya kasar ke atas tempat tidur.
“Kyaaa!!!” Casilda menjerit takut, tapi segera disumpal oleh tangan besar sang aktor.
“Kamu berisik sekali!” geramnya marah, mata menyala hebat.
Kedua pupil mata Casilda bergetar ngeri meliat wajah Arkan berada di atasnya. Lelaki itu mengungkung tubuhnya dalam mode mendominasi penuh.
“Aku tidak akan melakukan apa pun kepadamu. Kamu pikir dirimu semenarik itu, hah?! Cermin di rumahmu masih belum cukup besar?”
Tatapan sang wanita bergetar, memilu dalam diam.
'Berani-beraninya dia!' batin Casilda menahan amarah.
“Aku hanya bertanya apa yang kamu sebutkan tadi. Jangan terlalu heboh! Aku tidak mungkin menyentuhmu. Tunanganku lebih menarik daripada dirimu,” jelasnya seraya melepas tangannya dari mulut Casilda.
“Puih! Tanganmu masuk ke dalam mulutku! Asin!” lepeh Casilda memalingkan wajahnya.
“Kamu!”
Sudut bibir Arkan berkedut jengkel.
“Apa maumu, sih? Aku salah ucap apa? Aku minta maaf jika sudah menyinggungmu! Sekarang, biarkan aku pergi!”
“Berisik!” desisnya seraya menahan kedua tangan Casilda lebih kuat di kedua sisi kepalanya.
“Kamu! Hei! Kamu ini apa-apaan, sih? Kalau aku teriak, kamu bisa dalam masalah!”
“Wuah! Dengar mulutmu itu. Apa kamu tak punya otak? Jika kamu berteriak, yang rugi adalah dirimu sendiri. Aku ingin melakukan sesuatu pada tubuhmu? Kamu ini menilai dirimu terlalu tinggi! Jika mereka mendapati kita berdua di kamar, aku bisa mengelak kalau kamu adalah fans fanatik gila dengan sifat mesumnya yang sedang menyamar.”
“Dasar licik!”
“Sekarang, patuhi aku. Diam sebentar!”
Arkan melepas kacamata Casilda, mengamati wajahnya dengan saksama.
Pria ini tercengang luar biasa melihat wajah sang wanita tanpa kacamata, dengan perasaan familiar yang menampar hatinya, tangan kanannya hati-hati menelusuri tulang pipinya.
Jantung Casilda bertalu kencang.
'Kenapa dengannya?' batinnya bingung dan takut. Merinding dengan sentuhan sang aktor.
Selama beberapa saat, Arkan memandangi wajah Casilda dengan tatapan tak percaya, diam-diam setengah memuja.
Wajah ini, wajah yang familiar yang berada dalam sentuhannya setelah sekian lama, akhirnya bisa dirasakannya juga melalui ujung jari-jarinya secara langsung!
Arkan menjalankan jari-jarinya mengelus sepanjang rahang Casilda, lalu menyentuh bibir bawahnya penuh kelembutan. Dambaan kuat berdenyar di hatinya.
Tatapan sang aktor tiba-tiba meringis pedih, tapi ada kekejaman hadir di kedua bola matanya yang dingin.
“Siapa namamu, wanita?”
“Hah?”
Sekujur tubuh Casilda gemetar disertai hawa dingin yang menerjangnya.
“Katakan, siapa namamu,” desisnya, mencengkeram dagunya kuat-kuat, didongakkan untuk saling bertatapan.
“Untuk apa kamu tahu?”
“Cepat katakan!” geramnya menggertakkan gigi, tangan kanan sang wanita dicengkeram dan ditekan kuat di kasur.
Sebelah mata Casilda terpejam menahan rasa sakit yang datang tiba-tiba.
“Nama! Sebutkan namamu!”
“Casilda! Ratu Casilda Wijaya! Puas?!” semburnya tepat di depan wajah Arkan yang berada di atasnya, air muka sang wanita meringis terluka. Dia mengepalkan kuat tangan kanannya yang dicengkeram kuat oleh sang aktor, lalu memejamkan mata dengan perasaan ciut.
Arkan membeku mendengar nama perempuan di bawahnya. Jadi, dia benar tak salah dengar beberapa saat lalu?
Kedua bola mata pria ini bergetar tak percaya.
“Ratu...” bisik Arkan lemah dengan bibir digigit gemas. Ekspresi wajahnya dalam sedetik menjadi gelap dan penuh ancaman.
"K-kamu sudah dengar namaku, kan? Apalagi maumu?! Menyeretku masuk penjara? Meledek namaku?"
Casilda menggeliat gelisah, membuat Arkan kembali menahan kedua pergelangan tangannya dengan sangat kuat, seakan-akan berniat untuk mematahkannya.
Lelaki itu mendengus dingin dan angkuh, kekejaman tersirat di wajahnya.
"Kamu tidak mengenaliku atau pura-pura tidak mengenaliku, hah?" nada suaranya sedingin es, kedua matanya memancarkan cahaya menakutkan.
"Apa? Dari tadi kamu bicara yang tidak-tidak! Maaf saja, ya! Aku terlalu sibuk untuk meluangkan waktu menonton TV seperti yang lainnya, jadi aku baru tahu hari ini kalau kamu adalah aktor yang terkenal!"
Casilda salah mengertikan pertanyaan Arkan hingga membuat sudut bibir pria itu tertarik jahat, matanya meringis pedih.
"Jadi maksudmu kamu tidak mengenaliku setelah sekian tahun berlalu?"
"Hah? Memangnya kamu ini siapa? Aku, kan, baru bertemu denganmu. Jika kamu adalah seorang Top Star beberapa tahun terakhir ini, maka aku minta maaf. Sekali lagi aku jelaskan, tidak semua orang punya waktu untuk menonton TV setiap harinya! Dasar narsis!" elak Casilda dengan tawa gila dan dengusan tak percaya, kesal dengan keanehan aktor berwajah tampan itu.
"Hebat sekali kamu melupakan semua perbuatan burukmu kepadaku, hah?! Kamu memang berhati iblis, Dasar Ratu Es!"
Ratu Es? Kenapa dia bisa tahu julukanku semasa SMA dulu? pikir Casilda bingung.
"Si-siapa kamu sebenarnya? Aku belum pernah bertemu denganmu sebelumnya. Aku rasa kamu pasti salah orang," ucapnya berusaha menjernihkan masalah di antara mereka berdua.
"Kamu benar-benar melupakanku, hah?! Memang jika bukan hal indah, kamu tidak akan mengingatnya, kan?" sinisnya, wajah ditundukkan menggelap mengerikan.
'Hah? Siapa pria ini? Apa aku mengenalnya? Seingatku, aku tidak pernah mengenal satu aktor pun selama hidupku,' batin Casilda dengan perasan campur aduk.
"Arkan..." bisik Arkan menyebut namanya pelan seraya menaikkan pandangan sejajar dengan mata Casilda di bawahnya.
"Namaku adalah Arkan Quinn Ezra Yamazaki."
Syok!
Casilda membelalakkan kedua bola matanya, kaget hingga membeku menatap tatapan tajam pria di atas tubuhnya.
Casilda mengerjap-ngerjapkan matanya dengan raut wajah tanpa dosa.
“Ma-maaf, siapa, ya?” tanyanya bego. Sangat lugu dan polos.
“Apa?”
Emosi Arkan naik memenuhi benaknya, kening dikernyitkan marah.
“A-aku, tidak ingat sama sekali. Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Apa kamu satu kampus denganku dulu? A-atau aku punya hutang kepadamu?” suara perempuan ini memekik tertahan di ujung kalimat, mukanya seputih bubur.
Jika dia punya hutang lama sekali kepada pria itu, pasti bunganya sudah sangat banyak.
“Omong kosong apa yang kamu ocehkan?”
Arkan tersenyum miring, hatinya merasa kesal sekali.
“Maaf, tapi aku benar-benar tidak ingat siapa dirimu!”
Casilda terdiam tiba-tiba, lalu terlonjak sendiri.
“Ah! Aku baru ingat soal gosip ibu-ibu dekat rumahku! Namamu Arkan, bukan?”
Casilda tersenyum kecil yang membuat sang pria merasakan detak aneh di jantungnya.
“Benar, benar! Kamu adalah aktor dan model terkenal itu, kan? Arkan sang Top Star itu? Benar-benar sang Top Star itu, kan? Pangeran idaman nasional negeri ini?” lanjutnya dengan wajah ceria, berbinar cerah seolah baru saja sukses menjawab pertanyaan cerdas cermat yang sangat sulit.
“Apa ini? Kamu semudah itu melupakanku?”
Arkan tiba-tiba menggertakkan gigi marah, mencengkeram kuat-kuat kedua pergelangan tangan Casilda sekali lagi.
'Wanita ini! Sungguh keterlaluan! Ekspresinya sungguh menyebalkan!' batin Arkan gusar, raut wajahnya menggelap suram penuh amarah.
“A-aku salah, ya? Di mana salahnya?” gagap sang wanita.
“Tsk! Kamu serius tidak mengingatku sama sekali?”
Arkan menyipitkan mata, menatapnya dengan kepala dimiringkan angkuh penuh kekesalan dan rasa kecewa.
“Maaf! Aku benar-benar tidak ingat siapa dirimu itu. Aku bertemu dan berkenalan dengan banyak orang, suatu kehormatan bisa dikenal oleh orang sepertimu. Tapi, sekarang aku harus pergi,” desaknya, menggeliatkan badan, berusaha lepas dari cengkeraman Arkan yang semakin menyakitinya seiring kata-katanya semakin banyak.
Arkan merasa terpukul dengan sikap dan perlakuan perempuan itu setelah sekian lama waktu berlalu. Seenaknya saja melupakan dosa yang sudah diperbuatnya kepadanya dan berujung membuat dirinya hampir terjun dari balkon kamarnya sendiri setelah dikatai sebagai buruk rupa dan jelek!
Pria ini menggigit gigi dengan amarah bertalu kencang memenuhi dadanya. Lalu, untuk memastikan bahwa itu adalah perempuan yang dikenalnya di masa lalu, dia pun dengan kasar memeriksa belakang leher sang wanita, mendapati sebuah tanda lahir berbentuk hati.
Ini memang dia. Sialan! Dia benar-benar tidak ingat siapa diriku? geram Arkan dalam hati.