Bab 147 Dia Lebih Memilih Mati

2127 Kata
*** WARNING: RATE 21 PLUS *** BIJAKLAH DALAM MEMBACA! SEMUA INI HANYALAH IMAJINASI DAN KARANGAN AUTHOR. YANG J E L E K DAN BURUK, JANGAN DITIRU! MOHON MAAF ATAS KETIDAKNYAMANANNYA! --------------------------------------- Hola! NatsuHika di sini!^^ Mohon maaf lahir dan batin, ya, guys! Selamat berpuasa dan semoga lancar sampai akhir. Aamiin. Amin allahumma amin. Btw, selain bab ini, ada beberap bab lagi di bulan puasa yang cukup khooott. Jadi, sebaiknya baca setelah berbuka puasa aja bagi yang berpuasa, ya.^^ .......................... Kelakuan Arkan malam ini membuat Casilda sesak napas! Pria itu tidak segan-segan membuatnya kelelahan di salah satu ruangan studio tersebut selama hampir 1 jam penuh. Sang supir di luar sampai gelisah tidak karuan dibuatnya, tapi tidak bisa melakukan apa pun selain menunggu dengan setia seperti orang bodoh. Setelah puas mendapatkan apa yang diinginkan, kedua orang itu pergi dari sana secara diam-diam dan sangat hati-hati. Di mobil, Casilda duduk di samping suaminya, melirik pria yang tengah sibuk menyiapkan penyamarannya agar tidak ketahuan. Apakah dia sungguh malu punya istri gendut seperti Casilda? Kenapa mereka tidak cerai saja kalau begitu? Sungguh mengherankan aksi balas dendamnya yang membuat mereka berdua menderita seperti ini! “Apa lihat-lihat? Masih tidak puas sebelumnya? Ingin lanjut di sini?” sinis Arkan dengan senyum jahatnya, di tangan kanan sedang memegang cermin mengamati rambut palsu yang tengah dipasangnya. Sang supir menelan ludah gugup mendengar percakapan tersebut. Dia telah mengetahui hubungan keduanya demi kelancaran kegiatan harian sang aktor. Tentu saja tidak hanya sekedar diberi peringatan dan pemberitahuan biasa, tapi juga disertai perjanjian yang memberatkan sang supir supaya mulutnya tetap terjaga. Bagaimanapun juga, pernikahan majikannya dengan wanita itu adalah sebuah rahasia besar yang bisa mengguncang seluruh negeri. “Kamu gila! Tidak tahu malu! Apa mulutmu tidak bisa diam?” balas Casilda marah, kesal melihat Arkan mulai dekat-dekat menempel ke tubuhnya, menggoda dengan gerakan mesumnya yang sangat nakal dan genit. Sang suami bahkan mulai memasang ekspresi jahil hanya untuk membuatnya naik darah! “Aku? Tidak bisa diam? Bukannya kamu yang tidak bisa diam di ruangan tadi?” sindirnya dengan wajah puas, matanya tersenyum mengejek mengingat erangan keenakan Casilda di bawah tubuhnya. Wajah sang istri memerah hebat! Sudah mau meledak marah dan malu! Kenapa otak pria ini begitu kotor?! Tidak heran dia menjadi seorang playboy nasional seperti sekarang! Apa dulu otaknya pernah terbentur hebat sampai mengalami kelainan? “Diam! Hormati sedikit Pak Supir! Apa kamu tidak punya tata krama sebagai seorang pria?” bentaknya penuh emosi. Casilda benar-benar marah! Tubuhnya masih sakit semua, dan kesulitan berjalan. Belum lagi pakaiannya masih berantakan dan berbau aroma hasil dari percintaan mereka sebelumnya. Jika dipikir-pikir, kondisi Casilda sekarang sangat mengenaskan dibandingkan ketika dia datang dengan penampilan yang begitu cantik dan rapi. Arkan tidak memberikannya kesempatan untuk membersihkan diri seperti biasa, langsung menariknya pergi dan berkata akan singgah sebentar ke sebuah hotel untuk membersihkan diri sebelum lanjut ke mall tujuan mereka. “Kamu berani mengguruiku?” geram Arkan marah, matanya melotot hebat, tangan sudah mencubit dagunya gemas. Casilda mencoba menatapnya dengan berani, tapi kalah begitu saja saat melihat senyum jahat suaminya yang semakin lebar. Senyum itu penuh makna yang dalam. Arkan menuduhnya cemburu, dan Casilda tidak mau mengakuinya sama sekali. Maka dari itu, di ruangan studio tadi, sang aktor menyiksanya untuk mengaku. Walaupun tidak mengatakannya sampai akhir meski sudah dibuat mabuk kepayang dengan olahraga panas mereka, sang suami akhirnya melepaskannya sambil tertawa puas. Seolah-olah dia telah mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa perlu konfirmasi lebih lanjut. “Arkan, kamu maunya apa sebenarnya?” tanya Casilda dingin dan dalam, menyipit menatapnya kesal. Dia tidak mengerti dengan semua tingkah sang suami. Baru juga bertemu setelah kabur darinya, sekarang dia malah disiksa sebagai alat pelampiasan nafsunya tanpa henti. Seolah-olah dia adalah serigala yang kelaparan dan tidak pernah makan selama sebulan! Apakah dia kekurangan wanita sampai Casilda yang harus melayaninya? Atau nafsunya sama sekali tidak punya batasan dan semakin liar? Dasar gila! Wajah Arkan membesar di depannya, sudut bibir tertarik licik, “aku? Apa mauku? Kamu masih saja bertanya seperti ini? Hei, otak ayam, apa perlu aku mendaftarkanmu untuk berkuliah di sekolah swasta terbaik di dunia? Heh! Ayam bodoh akan berkuliah? Sungguh lucu jika melihatnya terjadi!” “Apa maksud perkataanmu itu? Siapa pula yang ingin kuliah? Aku tidak butuh belas kasihmu!” Supir di depan mulai keringat dingin, masih mencoba fokus mengemudi. Karena telah menandatangani perjanjian untuk tutup mulut, maka mau tak mau dia harus melihat dan mendengar semua hal terkait suami istri tersebut. Arkan sangat jelas dengan peringatannya sehingga tanpa peduli apa pun, tetap saja bertengkar hebat dengan istrinya di belakang sana. “Oh... jadi kamu tidak butuh belas kasihku sama sekali?” sinis Arkan dingin, wajahnya memuram kelam dengan sorot mata berkilat mengerikan. Senyumnya kaku dan miring begitu licik. Casilda langsung menyesal dengan ucapannya barusan. Tubuhnya menciut bersandar di pintu mobil, mata menghindari tatapan murka Arkan, bibir digigit gugup. “Tepikan mobilnya,” titah Arkan cepat, dingin dan tajam sambil terus melihat Casilda yang memucat kelam menahan napas bagaikan ayam yang hendak disembelih. Sang supir salah tingkah, merasa salah dengar. Bukankah mereka harus cepat sampai ke hotel terdekat? Di sini tidak ada satu hotel pun yang terlihat! “Aku bilang tepikan mobilnya dan keluar dari sini!” Mobil seketika saja berhenti mendadak begitu Arkan berteriak marah, membuat tubuh sang supir gemetar hebat, dan buru-buru melakukan perintahnya. Apa pun yang akan terjadi di antara kedua orang itu di dalam mobil, sang supir tidak bisa berbuat apa-apa. Dia telah ditekan dan diancam, masih sayang pada pekerjaan dan keluarganya. Dengan berat hati, supir itu akhirnya pergi meninggalkan keduanya dalam keadaan tegang. “A-Arkan... apa yang mau kamu lakukan?” gagap Casilda tidak nyaman, tangan diam-diam sudah siap membuka pintu dan lari darinya. Arkan sang Top Star tampak acuh tak acuh, setengah tubuhnya menyebrang ke depan kursi pengemudi, entah menekan apa di sana. Melihat hal itu, firasat Casilda tidak enak. Tanpa menunggu lebih lama, Casilda buru-buru berbalik dan mencoba membuka pintu mobil sekuat tenaga. Keringat dingin sudah mulai menuruni punggungnya. Dia ini masih capek! Tubuhnya masih bau feromon hasil olahraga mereka sebelumnya! Apa dia ingin membunuhnya dengan cara keji seperti itu?! Dengan gaya santai dan malas-malasan, Arkan yang telah memakai rambut palsu berwarna cokelat pirang sebatas leher dan memakai kacamata tipis ala pria intelek, bersandar bersedekap melihat punggung istrinya yang panik dalam diam. “Bukankah kamu bilang tidak butuh belas kasih dariku?” ledeknya arogan, sikapnya sungguh sombong dan tak berperasaan. Casilda membeku, kedua tangan gemetar memegang pintu mobil, tidak berani membalik tubuhnya menatap sang suami. Nada bicara itu sangat dingin, seolah menusuknya hingga ke tulang. Pria sialan itu selalu punya banyak cara untuk menyiksanya selama ini. Sekarang, hanya ada mereka berdua di sini, entah pikiran jahat apa yang ada di benaknya sekarang! Setelah menikah, Arkan benar-benar memakainya sebagia alat semata. Tidak pernah menghargainya sedikit pun, baik sebagai istrinya, apalagi sebagai seorang wanita. Otaknya juga sangat kotor dan selalu dipenuhi dengan kejahatan. Pria itu luarnya saja yang bagus! Isinya sendiri adalah sampah busuk dari neraka! Arkan tertawa santai melihat Casilda mati kutu di depannya, masih bersikap malas-malasan menonton tingkah istrinya yang suka membangkang. “Kenapa? Pintunya tidak bisa terbuka?” “A-Arkan... ini di jalan raya. Kamu tidak takut ada yang mengetahui perbuatanmu?” tanya Casilda pelan, meliriknya hati-hati melalui bahunya. Dia tidak punya nyali melihat ekspresi jahat pria itu! Dengusan geli keluar dari bibir sang aktor, “mereka tidak tahu mobil ini milik siapa. Lagi pula, aku yakin tidak ada yang mengikuti kita. Jalan ini juga adalah jalan raya yang tidak begitu bagus penerangannya. Tidak akan ada yang curiga bahkan jika sekarang aku membunuhmu.” Kalimat terakhir darinya sukses membuat Casilda berbalik penuh, wajah sangat marah! “Kamu ingin membunuhku? Kalau begitu bunuh saja sekarang!” tantang Casilda geram, merasa itu jauh lebih baik daripada harus dihina setiap hari olehnya. Wajah Arkan mendingin hingga ke titik beku, menggelap sangat mengerikan bagaikan malaikat kematian. “Oh... kamu masih juga punya nyali melawan suami sendiri?” “Suami? Kamu masih saja menyebut dirimu sebagai suami? Suami mana yang suka mengekang istrinya dan berbuat seenaknya seperti dirimu? Kamu tahu apa itu rumah tangga? Hubungan di antara kita bukanlah pernikahan, melainkan majikan dan budaknya! Mulai sekarang, jangan pernah menganggap kita sebagai suami istri! Kamu tidak layak!” Darah di kepala Arkan langsung memanas luar biasa! Leher Casilda langsung dicengkeram kuat, menatapnya penuh benci. “Berani sekali berkata begitu kepadaku! Awas jika kamu mengulanginya lagi! Kamu benar-benar punya kebiasaan buruk, Casilda! Sedikit saja diberi kebaikan, sudah banyak tingkah! Cari mati, ya?!” Casilda kesulitan bernapas, rasanya seluruh oksigen ditarik keluar dari paru-parunya! Apa dia sungguh akan mencekiknya sampai mati di sini? Dasar pria berengsek tak bermoral! Tidak mau membuang-buang tenaganya berdebat dengan Arkan, Casilda memejamkan mata membiarkan dirinya disiksa. Mungkin mati tidak akan begitu mengerikan seperti bayangannya selama ini. Sang aktor yang melihat istrinya pasrah di tangannya, sangat kesal luar biasa dan segera saja menggigit bibirnya gemas! Wanita ini sungguh menyebalkan! Kenapa dengan mudah selalu membuat hatinya berkecamuk?! Casilda menjerit histeris dengan amukan Arkan yang sudah seperti akan merobek bibirnya. Kedua tangan mencoba mendorongnya menjauh, tapi semuanya tidak ada gunanya. Firasat Casilda akhirnya terbukti benar! Arkan benar-benar pria yang tidak punya rasa malu! “Buka kakimu sekarang juga! Aku mau minum!” titahnya galak, berkata marah dengan mata melotot hebat, kedua tangan menarik dan mendorong Casilda untuk baring di kursi mobil. Wanita bergaun indah itu mulai pusing dan kepayahan. Kedua tangannya yang mencoba mendorong Arkan, terlihat gemetar saking tidak kuatnya harus melakukannya lagi di malam yang sama. “Arkan, jangan sekarang! Aku mohon! Bukankah kamu ingin pergi membeli sesuatu?” racau Casilda lirih, mata berkunang-kunang di bawah keremangan lampu mobil. “Berisik! Kamu pikir aku masih punya minat melakukannya?” bentak Arkan emosi, segera menarik gaunnya ke atas dadanya, kedua kaki Casilda dibuka lebar-lebar sudah mirip ikan asin hingga pemandangan menggiurkan itu menghiasi mata Arkan. Tanpa aba-aba, kepala Arkan sudah tenggelam di bawah sana! Sejujurnya, menyentuh Casilda selalu tidak bisa membuatnya puas. Sekalipun Arkan telah mencapai kepuasan, dorongan itu datang kembali dalam hitungan menit, seperti orang yang ketergantungan parah pada obat-obatan terlarang. Casilda bagaikan magnet ajaib, selalu membuat Arkan menginginkannya lagi dan lagi, mabuk dalam pesonanya yang aneh. Semakin sering menyentuhnya, semakin tidak bisa lepas darinya! Mobil mulai bergoyang dari luar, dan untungnya sang supir memilih sebuah tempat yang cukup gelap dan pas untuk menghindari tatapan mata banyak orang. Kebisingan di jalan raya cukup padat dan sibuk di mana-mana, tidak ada yang akan menduga kalau seorang aktor yang digilai oleh seluruh wanita sedang memberi hukuman kejam kepada istri rahasianya di tempat umum. Jeritan dan kepiluan Casilda dibungkam oleh ciuman panas dan menggelora dari sang aktor berkali-kali. Tubuhnya ditekan dan dinikmati sedemikian rupa. “Kamu bilang tidak perlu belas kasih dariku, bukan? Baiklah! Mari kita lihat apakah itu benar atau tidak?!” geram Arkan kesal, wajahnya dingin dan gelap bagaikan awan mendung mengandung badai. Kedua kaki Casilda diangkat posesif, dan perlahan secara mengejutkan, sang aktor menggodanya pelan dan romantis di bagian itu selama beberapa saat sebelum akhirnya memasukinya perlahan-lahan! Casilda tersentak kaget dalam diam! Wajahnya sudah memerah dan beruap panas, napas juga sudah seperti di ujung kematian, tapi rasa sakit seperti dirobek itu seolah menyetrum seluruh sel di tubuhnya! Otaknya menjerit kesakitan! Arkan tertawa jahat dengan wajah tampannya, puas melihat reaksi Casilda di bawahnya, langsung menekannya dan mencium bibirnya posesif penuh kerinduan. Beraninya dia berkata tidak mau belas kasih darinya! Kesombongan Casilda akan diruntuhkannya saat ini juga! Arkan sangat tersinggung mendengar kalimat istrinya yang dinilainya sangat sombong dan percaya diri, maka dari itu dengan segala tekad, dia memasuki Casilda hanya sampai separuhnya. Begitu puas bermain-main dan menggodanya sedikit, dengan sangat tidak rela dan ingin gila dibuatnya, mau tak mau Arkan menarik diri menghentikan kegiatannya itu demi menyiksa Casilda. “Bagaimana? Kamu tidak puas, kan? Sekarang, memohonlah kepadaku! Jika kamu ingin rasa tersiksa itu berhenti, katakan kalau kamu ingin belas kasih dariku!” ancam Arkan posesif, matanya berkilat dengan kesombongan luar biasa, berpikir Casilda pasti tidak tahan, lalu mengemis untuk melakukannya sampai akhir. Sayangnya, Casilda hanya sakit hati dan semakin membuat lapisan kebenciannya terhadap Arkan bertambah satu tingkat! Dengan air mata berlinang dan bibir gemetar, Casilda susah payah menatapnya dengan raut wajah penuh kebencian, terlihat sangat jijik. “Memohon kepadamu? Lebih baik aku mati!” jerit Casilda marah, gigi digertakkan tertahan. Saking marahnya wanita ini, sekujur tubuhnya gemetar hebat! Arkan yang tidak menduga reaksi istrinya akan seperti itu, tiba-tiba saja langsung membisu dan linglung luar biasa. Aktor ini bagaikan ditampar keras mendengar balasan Casilda! Dia lebih memilih mati? Apanya yang salah? Apanya yang kurang? Kenapa istrinya ini tidak bisa terpesona oleh karismanya sedikitpun? Kenapa Casilda tidak bisa tergila-gila kepadanya seperti wanita lain di luar sana? Bahkan ketika dia sudah setampan dan sekeren ini, masih tidak bisa mencintainya? Casilda terus tergugu dan terisak, sementara Arkan setengah melamun menatapnya dengan isi pikiran yang kacau. Apa yang harus dilakukannya agar dia mencintainya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN