Tragedi berdarah

1424 Kata
Pernikahan sesuai tradisi dan aturan kekaisaran telah dilaksanakan. Hari ini Quella resmi menjadi istri dari Panglima Agung. Tak banyak orang yang hadir di pernikahan itu. Hanya dua orang yang mengantar Quella dan empat orang tetua di negeri itu. Keluarga Ethaan maupun keluarga Quella tak hadir di sana. Ini semua karena Ethaan yang tak ingin siapapun datang ke pernikahannya. Sekarang Quella tengah beristirahat di kamarnya. Ia tidak menunggu Ethaan untuk datang ke kamarnya dan melewatkan malam pertama mereka karena tahu pernikahan ini bukan pernikahan yang Ethaan inginkan. Waktu berlalu, suara jangkrik terdengar ditengah sunyinya malam. Ini sudah tengah malam dan Ethaan benar-benar tak datang mengunjunginya. Quella menghela nafas, ia berharap akan memiliki kehidupan rumah tangga yang indah tapi pada kenyataannya ia menikah dengan seorang pria berdarah dingin. Brakk! Pintu ruangan terbuka kasar. "Apa yang terjadi, Zyla?" Quella melihat Azyla yang datang terburu. "Terjadi penyerangan, Nona." Suara bising kini terdengar nyaring. Quella keluar dari kamarnya. Ia melihat beberapa orang tengah menyerang penjaga kediaman Ethaan. Mata Quella menyapu pekarangan kediaman itu dan berhenti ketika ia melihat Ethaan yang membunuh beberapa orang hanya dalam beberapa detik. Tangan itu sepertinya hanya diciptakan dengan satu alasan, membunuh dan membunuh. Quella tak bisa diam saja dalam situasi seperti ini. Ia tidak bisa bertarung tapi dia bisa mengobati luka. Akhirnya Quella menghampiri prajurit yang terluka, dengan peralatan medis yang dia milikki. Quella mulai membantu prajurit yang terluka. Saat Quella sibuk mengobati maka Azyla melindungi Nonanya. Ia menghalau serangan yang diarahkan pada Nonanya. Dari satu prajurit ke prajurit lain, Quella bergerak melakukan semua yang ia bisa. Serangan selesai, Ethaan dan pasukannya sudah menumpas semua pembunuh bayaran yang kali ini jumlahnya cukup banyak. Mata Ethaan tak sengaja melihat Quella yang tengah berjongkok di depan seorang prajurit. Ia tak bodoh, ia tahu bahwa saat ini Quella sedang melakukan tindakan medis, tapi baginya itu bukan apa-apa. "Bakar mayat mereka semua!" Ethaan memberi perintah yang membuat semua orang di sana merinding termasuk Quella. "Tak salah jika dia dijuluki monster." Quella bersuara pelan. Setelah selesai mengobati, Quella kembali masuk ke kamarnya. "Kau tahu siapa yang menyerang kediaman ini?" Quella bertanya pada Zyla. "Tidak, Nona. Mereka tidak berasal dari negeri kita." Quella membaringkan tubuhnya di ranjang, ia mengingat kembali bagaimana Ethaan menebas tubuh lawannya. Gerakan tangannya sangat ringan dan pasti, entah sudah berapa ribu nyawa yang melayang karena tangan itu. Tak ingin berpikir terlalu banyak, akhirnya ia menutup mata dan terlelap. Malam pertama itu berlalu dengan tragedi berdarah. && Hari-hari Quella berlalu begitu saja. Tanpa ia pernah bisa melihat Ethaan bahkan bayangannya sekalipun. Dari yang ia tahu, Ethaan saat ini sedang sibuk karena urusan pekerjaan. Tapi Quella tidak mungkin percaya hanya karena urusan pekerjaan, nyatanya ia merasa bahwa Ethaan tak pernah menganggapnya ada. Beberapa hari di kediaman itu Quella merasa ia masih diperlakukan sama seperti di kediamannya, ia dikucilkan. Para pelayan berbisik membicarakannya dari belakang. Ia juga mendengar pelayan mengasihani Ethaan karena memiliki istri sepertinya. "Aku yakin Nyonya sampah itu pasti akan dibuang oleh Pangeran Kedua. Pangeran pasti akan membawakan kota seorang Nyonya besar yang pantas, bukan manusia menjijikan seperti Nyonya sampah itu." Kembali Quella mendengar seorang pelayan membicarakan tentang dirinya. "Benar. Aku berharap Pangeran akan mendapatkan seorang putri yang cantik. Sangat kasihan jika Pangeran hidup dengan sampah itu. Entah bagaimana Pangeran mengatasi rasa jijiknya jika melihat wajah sampah itu." Quella tak bereaksi, ia benar-benar terbiasa dengan kata-kata seperti ini. Kakinya bergerak memutar, tadinya ia ingin ke dapur tapi setelah mendengar ucapan pelayan tadi ia mengurungkan niatnya. Ia benci ketika seseorang yang baru saja menghinanua tiba-tiba menunduk hormat padanya. "Pangeran?" Quella terkejut ketika melihat suaminya berada tak jauh darinya. Siang ini ia bisa melihat suaminya di kediaman itu. Mata sang suami sepertinya diukir dari bongkahan es. Terlihat sangat dingin. Wajar saja jika lawannya menggigil gemetar karena tatapan itu. "Ikut aku. Ada yang harus aku bicarakan padamu!" Ethaan membalik tubuhnya, melangkah dengan perkasa menuju ke ruang kerjanya. Quella mengikuti langkah suaminya dengan sigap. Ini adalah pertama kalinya mereka bicara setelah 2 minggu berada di kediaman itu. Ethaan duduk di tempat duduknya sementara Quella berdiri di depannya, "Satu minggu lagi akan ada acara makan bersama keluarga kerajaan. Kau harus hadir di sana." "Baik, Pangeran." "Jangan mempermalukan aku di sana. Aku benci ketika orang mengolok-olokku karena kebodohan orang lain!" "Menjaga martabat suami adalah tugas seorang istri. Aku tidak akan mengecewakan Pangeran." "Belilah pakaian yang membuatmu terlihat seperti istriku. Mintalah uang pada pengurus rumah tangga." "Baik, Pangeran." "Kau bisa kembali ke ruanganmu!" Quella masih di tempatnya, "Izinkan aku mengurus semua hal yang berhubungan denganmu. Aku tahu kau tidak menginginkan aku tapi kau harus menerima kenyataan bahwa aku istri sahmu." "Lakukan sesukamu. Tapi ingat, jika aku tidak senang maka aku bisa memutuskan tanganmu!" "Aku masih membutuhkan tanganku, jadi aku pastikan tak akan membuat sesuatu yang tak membuatmu senang." "Keluarlah dari tempat ini!" "Baik, Pangeran." Quella memberi hormat lalu segera keluar dari ruang kerja Ethaan. Ia memang malang karena tak dapat cinta dari ayahnya tapi ia pikir, ia bisa berusaha untuk mendapatkan cinta atau setidaknya sedikit saja perhatian dari suaminya. Ia akan melakukan segala cara agar Ethaan bisa menyukainya. Dan jika pada akhirnya Ethaan tetap tidak menyukainya maka sudah cukup memuaskan baginya bahwa ia telah merawat suaminya dengan baik. Ia bisa mati tanpa menyesal jika ia sudah berusaha semampunya. Setelah dari ruangan Ethaan, Quella memerintahkan Azyla untuk menghampiri kepala pengurus rumah tangga. Seorang wanita yang usianya beberapa tahun lebih tua Quella. Tahun ini adalah tahun keempat wanita itu menjadi pengurus rumah tangga di sana. Seseorang yang sebelumnya tewas ditangan Ethaan karena telah melihat wajah Ethaan. Beberapa saat kemudian Azyla kembali, ia tidak membawa kantung berisi koin emas ataupun perak. "Ada apa dengan wajahmu, Azyla?" Quella mendekat. Ia memeriksa wajah Azyla yang lebam. "Pengurus Rumah Tangga menolak memberikan uang dan dia memukulku." Quella benci dengan wanita yang seperti ini, persis seperti ibu tirinya. "Ikut aku." Quella melangkah keluar dari ruangannya. Ia bergegas ke tempat di mana pengurus rumah tangga berada. Plak! Quella dengan kejam memberikan satu tamparan pedas tanpa aba-aba. Membuat sensasi terbakar di wajah putih mulus Pengurus Rumah Tangga. "Apa-apaan ini!" Aishy - Pengurus Rumah Tangga - berteriak tak terima. Plak! Quella memberikan satu tamparan lagi, "Jangan pernah berteriak di depanku!" Matanya memancarkan kemarahan yang besar. "Perempuan sampah ini! Berani sekali kau!" Aishy mengangkat tangannya, hendak membalas namun yang terjadi ia malah terjerembab di lantai karena dorongan keras Quella. Quella berjongkok di depan Aishy, ia mencengkram dagu Aishy dengan keras, "Jika kau masih menyayangi lidahmu maka gunakan lidahmu dengan baik. Dan juga termasuk tanganmu, kau tidak memiliki hak untuk melukai Azyla!" Di kediaman ini statusnya adalah istri sah pangeran, ia terlalu cuek hingga orang-orang bisa menindasnya. Kali ini ia tidak ingin ditindas lagi, sudah terlalu melelahkan dan memuakan. "Sampah ini adalah istri dari pemilik tempat ini! Bagaimanapun sulitnya kau menerima sampah ini sebagai Nyonyamu kau harus menerimanya. Jika kau tidak bisa berada di bawah kakiku maka enyahlah dari tempat ini!" Aishy tidak terima, bagaimana mungkin sampah seperti Quella bisa menjadi Nyonya Rumah. Manusia seperti Quella harusnya menjadi b***k di tempat pelacuran. Ia merasa bahwa dirinya bahkan lebih baik daripada Quella. Harusnya ia yang menjadi putri Perdana Menteri bukan sampah buangan seperti Quella. Sakit di rahang Aishy membuat wanita itu tak bisa membuka mulutnya, ia tak berkutik karena kemarahan Quella. "Berikan uang dengan jumlah yang sudah diperintahkan oleh suamiku!" Quella menghempaskan tangannya hingga kepala Aishy terbentur ke lantai. "Jangan bertingkah di depanku atau aku akan mengirimmu ke neraka!" Aishy bergetar karena kata-kata Quella. Suara dan tatapan matanya tak main-main sama sekali. Wanita ini bangkit, melangkah ke tempat penyimpanan uang dan segera memberikan uang yang Quella minta. Quella memberikan tatapan membekukan pada Aishy sebelum ia keluar dari ruangan Aishy. Harus Aishy tahu bahwa ia bukanlah tandingan Aishy. "Sampah sialan!" Aishy murka setelah Quella pergi. "Aku akan menghancurkanmu, Sampah! Aku pasti akan menendangmu keluar dari tempat ini!" Aishy benar-benar geram. Seseorang seperti Quella tak pantas bertingkah di depannya. Pertengkaran antara Quella dan Aishy disaksikan oleh Ethaan dan juga tangan kanannya. Setidaknya Quella tidak benar-benar sampah, dia masih bisa menghadapi seseorang yang mengambil haknya. Ethaan kembali ke ruangannya, ia memang tidak ada di kediamannya tapi ia selalu tahu apa yang terjadi di tempat tinggalnya. 2 minggu ini ia mengamati gerak-gerik Quella, dan baru hari ini Quella bisa bersikap layaknya seorang Nyonya Rumah. Yang Ethaan butuhkan bukan istri yang cantik tapi istri yang cerdik dan pandai. Jika menghadapi pelayan saja tidak bisa maka tak pantas baginya untuk membiarkan Quella berada di kediamannya. Istrinya adalah wakilnya di rumah, jadi Quella harus bisa mengatur semuanya ketika ia tidak ada. Dan ketika Quella bisa mengatur semuanya barulah wanita itu bisa disebut sebagai istrinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN