teman

1996 Kata
Makan bersama belum dilaksanakan tapi di istana telah terjadi kekacauan. Para wanita-wanita kerajaan yang ikut makan bersama di sana tidak menginginkan kedatangan Quella. Mereka takut jika mereka akan tertular penyakit Quella. Menurut rumor penyakit kulit yang Quella alami adalah penyakit menular dan tentu saja mereka yang sangat memperhatikan kecantikan tak ingin Quella hadir di sana. Tapi, siapa yang berani menentang keputusan Kaisar, bahkan Ratupun tak bisa mengeluh tentang kehadiran Quella. Namun di sini Ratu tak mencoba untuk mengeluh, ia sengaja membiarkan Quella datang agar bisa mengolok-olok istri dari Pangeran Kedua, pangeran yang sangat ia lenyapkan selain Putra Mahkota. Ada banyak alasan kebencian Ratu pada Ethaan. Bukan hanya karena pria itu memiliki kuasa di kerajaan, bukan karena Ethaan menghalangi jalan anaknya tapi karena ada alasan lain. Alasan yang tak bisa ia sebutkan di depan orang lain. Alasan yang selalu membuat hatinya begitu mendendam. Di kediaman Perdana Menteri, tiga adik Quella juga diundang untuk makan bersama di kerajaan. Tidak hanya mereka tapi beberapa anak pejabat tinggi kerajaan lain juga diundang. Ajang makan seperti ini biasanya digunakan untuk memperkenalkan diri kepada keluarga kerajaan dan keluarga bangsawan berpengaruh. Di sini juga para gadis akan berusaha untuk menarik perhatian pria yang ia sukai atau mungkin pria yang bisa membuat posisi mereka lebih tinggi lagi. Selain keluarga kerajaan, banyak anak laki-laki keluarga bangsawan yang menjadi incaran para gadis muda. Namun tiga adik Quella menargetkan para pangeran sebagai calon suami mereka. Allysta menargetkan Pangeran Ketiga, Allysta melihat bahwa Pangeran Ketiga memiliki ambisi untuk menjadi Kaisar, dan ia pikir hanya Pangeran Ketiga yang bisa membuatnya menjadi Ratu. Allysta tidak berpikir untuk merayu Putra Mahkota karena ia tahu saat ini Ratu yang berkuasa pasti akan melakukan segala cara untuk menyingkirkan Putra Mahkota. Allysta tak bodoh untuk merayu calon penguasa yang akan segera mati. Sementara Nona Ketiga, Delillah memilih Pangeran Kelima. Dan Nona Keempat, memilih Pangeran Keenam, meski Pangeran Keenam tidak lebih baik dari lima pangeran lainnya tapi dia memiliki sisi riang yang tak dimiliki oleh lima Pangeran lainnya. Jenaath memiliki cita-cita hidup bahagia dengan suami yang hangat dan mampu membuatnya tertawa, ia pikir Pangeran Keenam adalah orang yang tepat. Untuk makan bersama itu, tiga anak Perdana Menteri pergi ke tempat penjahit terkenal di Provinsi itu. Mereka ingin menjadi yang terbaik di sana, tapi tentunya Delillah dan Jeenath tak boleh melebihi penampilan kakak mereka. Jelas Nyonya Aster akan membuat mereka sengsara jika mereka berani lancang. "Apa yang kau lakukan di sini, Monster?" Delillah menatap sinis Quella yang mengunjungi tempat jahit terkenal itu. "Sapaanmu terlalu hangat, Delillah." Quella membalas acuh tak acuh. "Kau berani berpikir untuk datang ke jamuan itu?" Allysta menatap remeh Quella, "Kau benar-benar punya nyali. Kau bahkan lebih tidak tahu diri dari yang aku pikirkan." "Suamiku ingin aku hadir di sana, jadi sebagai istri Pangeran Kedua, aku harus hadir di sana." "Dengar, kehadiranmu dan juga suamimu tidak diharapkan di sana. Kalian hanya sampah Aestland. Lebih baik kau dan suamimu berada di rumah, jangan merusak jamuan itu!" Allysta tahu benar bagaimana caranya berbicara. "Kau lihat, orang-orang di sini saja mundur saat kau ada. Kau benar-benar sampah, Quella." Quella melihat ke sekitarnya, beberapa putri bangsawan yang ada di sana memang terlihat menjauh. Tapi, Quella tak peduli, ia datang untuk membeli pakaian. Karena Quella mengabaikannya, Allysta menarik pergelangan tangan Quella, mengangkat tangannya lalu suara cukup nyaring terdengar dari pertemuan telapak tangan Allysta dan pipi Azyla. Quella mengepalkan kedua tangannya, bagaimana tabiat Allysta begitu buruk seperti ini? Ia yakin bukan ayahnya yang menurunkan sikap seperti ini. Seorang anak Perdana Menteri tidak pantas memiliki sisi bar-bar seperti ini, apalagi dia seorang wanita yang lahir dari rahim wanita terhormat. Karena tamparannya tak kena, Allysta mengulang lagi, dan akhirnya ia berakhir di lantai. Quella menghempas tangannya dengan keras hingga ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh. "Apa yang terjadi d isini?" Suara tegas seorang Pria terdengar. Di belakang pria tadi terdapat tiga pria lain. "Kami memberi hormat pada Pangeran Ketiga, Kelima, dan Keenam." Semua yang ada di sana memberi hormat, kecuali Quella. Ia tak harus memberi hormat pada adik-adik iparnya. "Pangeran Ketiga, Kakak Allysta telah didorong oleh Kak Quella. Monster ini membuat para wanita di sini takut tapi dia tidak mau pergi dari sini." Delillah mengadu. Rasanya Quella ingin sekali menyumpal mulut Dellilah dengan handuk bekas mandi pelayan. Dasar wanita bermuka dua. Pangeran Ketiga melihat Quella, sebagai pria yang memiliki arogansi tinggi tentu saja dia tidak akan menyukai sampah seperti Quella. Ditambah lagi Quella adalah istri Pangeran Kedua. Quella masuk daftar orang yang harus ia bunuh. Siapa saja yang berhubungan dengan Ethaan adalah orang-orang yang akan masuk daftar orang yang harus dimusnahkan oleh Pangeran Ketiga. "Apakah Kakak Keduaku yang memerintahkanmu kemari? Apa dia ingin mengubah itik buruk rupa menjadi angsa yang cantik?" Hill tersenyum sarkas, "Kembalilah ke kediaman Pangeran Kedua, dan katakan padanya bahwa seorang monster memang cocok dengan monster, jangan mencoba merubah takdir." Quella tak terganggu, matanya terlihat setenang lautan. Ada saatnya lautan itu akan menenggelamkan semuanya, "Pangeran Hill, bukan begitu caranya bicara dengan saudari iparmu. Setidaknya kau harus memberikan hormat terlebih dahulu." Rahang Hill mengeras seketika, "Apa aku tidak salah dengar? Aku harus memberi hormat pada sampah sepertimu? Aku pikir rumor tentang Putri Perdana Menteri adalah seorang sampah dan bodoh hanyalah omong kosong, tapi ternyata mereka benar. Kau bukan hanya sampah dan bodoh tapi kau juga tidak tahu diri. Satu-satunya yang harus memberi hormat di sini adalah kau!" Hill dengan cepat membuat Quella berlutut di depannya. Semua yang ada di sana tersenyum didepan maupun dibalik punggung Quella. "Sampah sepertimu jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan hormat dariku!" "Kau memperlakukan istriku dengan buruk, Pangeran." Suara dingin Ethaan terdengar di sana. Hill mendengus, senyuman jijik terlihat di wajahnya, "Istrimu adalah sampah yang paling buruk. Bahkan sampah saja tidak sehina dia. Berani-beraninya dia mengajari aku." "Bantu dia berdiri!" Ethaan memerintah Azyla. "Aku tidak tahu apa yang istriku katakan padamu, tapi, jangan berani memperlakukannya seperti ini lagi karena aku tidak terima seseorang melukai istriku. Kau, lebih baik menjaga sikapmu jika kau masih menyayangi tanganmu!" Hill tidak terima dipermalukan seperti ini, ia menyerang Ethaan tapi beberapa kali ia melayangkan serangan tak satupun yang mengenai Ethaan. Ia malah berakhir dengan satu tendangan yang membuatnya berakhir mematahkan sebuah meja di dekat dinding. "Aku akan mengirimkan orang untuk membayar kerugian di tempat ini." Ethaan membalik tubuhnya dan pergi. Hill ingin kembali menyerang tapi adik-adiknya menahan Hill. Mereka takut Hill akan menderita pukulan lebih banyak jika tidak dihentikan. Quella dan Azyla pergi dari tempat itu. Tujuan Quella untuk membeli pakaian telah hilang. "Pangeran Ketiga, kau terluka." Allysta mulai menunjukan perhatiannya. "Biar aku obati," Ia menawarkan dirinya. Ketika tangannya hendak menyentuh wajah Pangeran Ketiga, tangannya segera ditepis kasar oleh Pangeran Ketiga. Plak! Satu tamparan mendarat di wajah Allysta, "Jangan pernah lancang menyentuhku!" Peringatan keras dari Hill membuat Allysta ingin menenggelamkan dirinya ke lautan. Ia dipermalukan oleh pria yang ia sukai. Dengan kemarahan yang meletup-letup, Hill keluar dari tempat jahit itu. Niatnya yang tadinya hanya melewati tempat itu malah membuatnya semakin mendendam pada Ethaan. Hill bersumpah ia akan membunuh Ethaan dan Quella bagaimanapun caranya. "Kakak, kau baik-baik saja?" Delillah bertanya pada Allysta. Dalam hatinya ia tidak bisa menyembunyikan rasa senang, akhirnya anak kesayangan Perdana Menteri dan Nyonya Aster dipermalukan di depan umum. Begitupun juga dengan Jeenath, ia sudah menunggu hari-hari seperti ini. Di jalan, Quella mencoba mensejajarkan langkah kakinya dengan Ethaan. "Terimakasih karena sudah membelaku." Quella tak pernah berpikir jika Ethaan akan membelanya. Ini adalah pertama kalinya ada seseorang yang mau membelanya. "Kau benar-benar menyedihkan. Menghadapi adikmu saja kau tidak mampu. Aku benci dengan pecundang! Aku benci ketika seseorang mengakui bahwa dia adalah sampah! Jangan membawaku dalam keburukanmu. Setidaknya, meski kau benar-benar sampah lakukan sedikit pembelaan. Apa sangat menyenangkan dihina oleh orang lain?!" Kata-kata Ethaan benar-benar pedas. Membuat Quella merasakan sakit dihatinya. Pria ini bukan membelanya, tapi lebih tepatnya ia tak ingin diikut sertakan dalam hinaan orang lain. Ehtaan naik ke kudanya dan segera meninggalkan Quella. "Kau dengar dia, Azyla?" Quella bertanya lirih, "Dia menganggap aku sama seperti yang orang lain pikirkan. Menyedihkan, sampah, tidak berguna dan pecundang." Azyla menggenggam tangan Quella, "Pangeran Ethaan tidak mengetahui apapun tentangmu. Dia akan menarik kata-katanya kembali setelah ia mengetahui semua tentangmu." "Aku tidak ingin mempermalukannya, Azyla. Aku tidak ingin dihina lagi. Akan aku tunjukan pada mereka semua bahwa yang berdiri saat ini bukanlah sampah." Quella tak pernah merasa sesakit hati ini. Karena seorang Ehtaan dia akan menunjukan pada semua orang bahwa ia adalah manusia yang layak hidup. Bukan manusia sampah yang dikutuk. Ia bukan monster menjijikan seperti yang selama ini diberitakan. "Semua orang wajib mengetahui itu, Nona. Sudah cukup mereka melihat Anda dengan sebelah mata." Air mata Quella akhirnya jatuh juga, ia ingin mendapatkan pengakuan dari Ethaan. Benar-benar menginginkan itu. "Nona, sebaiknya kita ke sungai di belakang hutan. Anda akan lebih tenang setelahnya." Azyla tahu tempat yang bisa membuat Quella lebih baik. Tentu saja tempat yang tak didatangi oleh orang lain. Quella melangkah pergi bersama dengan Azyla. Dengan kuda, mereka sampai di sungai. Aroma air sungai membuat Quella jauh lebih tenang. "Hamba akan pergi menangkap ikan. Tetaplah di sini sampai aku kembali, Nona." Azyla pamit pergi. wanita itu melangkah ke bebatuan yang ada di sungai, berpijak di sana dan mulai mencari ikan dengan anak panah yang ia bawa ke mana-mana. Quella duduk di sebuah batu, ia memejamkan matanya sejenak. Silau yang masih terasa meski ia menutup mata tiba-tiba menghilang. Quella membuka matanya dan menemukan seseorang tengah berdiri di depannya. "Nona Hutan Hujan, kita bertemu lagi." Quella masih mengingat wajah di depannya, "Kenapa kau di sini, Tuan Aldwick? Dikejar oleh perampok lagi?" Aldwick tertawa kecil, "Tidak. Aku sedang lapar. Aku mendengar suara sungai jadi aku pikir bisa mendapatkan makanan dari sungai, dan tidak disangka aku bertemu denganmu di sini." Jelasnya, "Apa yang kau lakukan di sini?" "Bukan urusanmu." "Oh, Nona Hutan Hujan, bagaimana bisa kau seperti ini? Kau ingin tahu urusanku tapi aku tidak boleh tahu urusanmu." Quella memejamkan matanya lagi, "Carilah makananmu. Aku hanya ingin duduk saja di sini." "Ah, bagaimana jika aku temani?" "Jika aku butuh teman aku tidak akan datang kemari." "Ayolah. Aku pikir ditemani lebih baik daripada sendirian." "Kau tidak mengenalku jadi kau ingin berteman denganku. Jika kau tahu siapa aku kau pasti tidak akan mau berteman denganku." "Kalau begitu biarkan aku tahu siapa kau, jadi kita bisa berteman." "Aku tidak butuh teman." "Tapi aku sangat ingin menjadikanmu temanku." Aldwick memaksa. Quella kembali membuka matanya, "Aku memiliki penyakit menular, jadi kau harus pergi sebelum tertular." "Apa kau sedang mempermainkanku?" Aldwick duduk di sebelah Quella, "Kau pandai dalam racun, tentu saja kau tidak mungkin menderita penyakit seperti itu. Pengetahuanmu tentang obat pasti bisa membuatmu menyembuhkan penyakitmu." "Aku adalah sampah tidak berguna." "Mana ada sampah yang begitu pandai." "Aku adalah monster." "Matamu sangat indah. Tentu wajahmu tidak seperti monster." "Aku adalah kutukan." "Aku tidak percaya takhayul." "Aku adalah pecundang." "Aku tetap ingin berteman denganmu." Aldwick tak menyerah. "Ayolah, tidak akan merugikanmu berteman denganku. Dengar, aku ini tampan, dan kau harus tahu bahwa aku sangat dekat dengan salah satu pangeran. Kau pernah dengar, istana adalah tempat yang sangat indah. Aku bisa membawamu kesana jika kau mau berteman denganku." Aldwick menyogok Quella. Mengiming-imingi tentang tempat yang akan Quella datangi tidak lama lagi. "Jangan membual untuk jadi temanku!" "Aku serius. Aku sangat dekat dengan Pangeran Kedua." Itu suamiku. "Kau tahu, kan? Dia adalah Panglima Agung di Aestland. Dia yang terhebat. Dia adalah kenalanku. Dengan bantuannya kita bisa masuk ke istana." "Maaf sekali. Aku tidak tertarik." "Astaga, kau memang berbeda. Semua orang ingin masuk ke istana tapi kau tidak ingin. Kau tidak ingin melihat Putra Mahkota. Dia adalah pria yang sangat tampan. Dia berwibawa dan memiliki hati yang baik." "Sepertinya temanmu bukan hanya Pangeran Kedua tapi juga Putra Mahkota." Quella meremehkan Aldwick. Aldwick cemberut tapi detik kemudian dia kembali merayu Quella, "Tidak peduli kau menerima atau tidak, mulai saat ini kau adalah temanku." Quella memutar bola matanya, ia tak menanggapi ucapan Aldwick dan memilih untuk menutup matanya lagi. Teman? Setidaknya ada satu orang yang mau berteman denganku setelah tahu semua tentang keburukanku. Quella tersenyum kecil. Hari ini ia merasa buruk tapi juga merasa baik, berkat Ethaan dan berkat Aldwick.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN