Sebutir Bawang Bombay

1604 Kata
"Sayang, Mas udah bikin sarapan buat kamu," kata Nurhan sambil mengelus kepala sang istri dengan begitu lembut, meskipun sentuhan dan belaian itu begitu mampu membawa ketenangan untuk Gumilar tapi tetap mampu menarik wanita itu dari mimpi indahnya ke dunia nyata. Perlahan kedua mata indah berbingkai bulu lebat nan lentik itu terbuka, lalu terbelalak lebar karena melihat kamarnya sudah begitu terang, tirai jendela pun sudah terbuka menampakan burung burung beterbangan meninggalkan sarang untuk mencari makan. "Mas aku kesiangan," kata Gumilar sambil menyingkap selimut yang masih menutup tubuh polosnya, Nurhan tersenyum melihatnya lalu mengambilkan kimono piyama yang tergeletak di lantai dan memberikannya pada sang istri. "Enggak apa apa, kamu bangun kesiangan kan karena kecapekan. Itu juga karena Mas," kata Nurhan sambil menyolek ujung hidung mancung sang istri, wanita itu tersenyum malu teringat pergumulan hebat mereka semalam. Nurhan begitu bersemangat seolah tidak akan ada hari esok untuk mereka, laki laki itu begitu memanjakan sang istri dengan keindahan seolah tidak akan bisa memberikannya lagi keesokan harinya. Padahal, Gumilar akan selalu ada di sisi sang suami dan siap memberikan hak sang suami kapanpun laki laki itu mau, di waktu yang halal. "Mas, Nurhan, jangan di bahas lagi dong aku malu," kata Gumilar sambil tersipu malu. "Kamu nih, malu malu kayak pengantin baru aja!" kata Nurhan sambil tertawa kecil, sang istri mengulum senyum mendengarnya. "Walaupun kita bukan pengantin baru, tapi aku selalu mencintai Mas Nurhan seperti waktu kita pengantin baru, bahkan selalu dan selalu bertambah besar setiap hari," kata Gumilar sambil menggenggam tangan sang suami, Nurhan tersenyum lebar mendengar ungkapan cinta sang istri. "Sama, Mas juga gitu," jawab Nurhan lalu mengecup kening Gumilar singkat, "yuk, kita sarapan Mas udah masak." Gumilar mengenakan piyama terusannya lalu melapisinya dengan kimono piyama yang tadi suaminya berikan. "Hah, kamu udah masak, Mas?" tanya Gumilar sambil tersenyum lebar, wanita itu mengikuti sang suami keluar dari kamarnya. Selama pernikahan mereka Gumilar selalu berusaha menjadi istri yang baik dan sempurna, bangun pagi sebelum sang suami dan menyiapkan sarapan beserta seluruh keperluannya adalah salah satu upayanya. "Iya, tapi cuma masak nasi sama telur dadar doang, enggak apa apa kan?" kata Nurhan sambil menarikkan kursi dan meminta sang istri untuk duduk sana, di kursi yang biasa wanita itu tempati. "Ya enggak apa apa dong, Mas, itu juga enak banget apalagi suami aku yang masak," kata Gumilar pada sang suami yang sudah duduk di sebelahnya. "Belajar gombal dari mana sih dari tadi," kata Nurhan sambil tertawa geli. "Bukan gombal tapi emang kamu manis banget dari pagi," jawab Gumilar sambil mengisi piring sang suami dengan nasi, walaupun nasi yang Nurhan masak agak kelembekan tapi Gumilar tidak berkomentar apa apa justru wanita itu sangat menghargainya. Telur dadar yang Nurhan masak juga terasa hambar karena kurang garam tapi bagi gumilar terasa begitu nikmat, mereka menikmati sarapan tanpa banyak bicara. "Nur, kamu udah siap? itu Yusman udah dateng dari tadi loh," kata Bu Sari yang datang dari pintu samping rumah Nurhan, Gumilar langsung menatap wanita yang sudah rapi mengenakan gamis dan kerudungnya. "Bu, udah sarapan?" tanya Gumilar pada sang ibu mertua, "ibu kok udah rapi, mau ke mana?" "Ibu udah sarapan tadi, Nduk. Nurhan enggak cerita sama kamu toh?" tanya Bu Sari membuat Gumilar semakin bingung menatap sang suami. "Aku lupa Bu, jadi belum bilang sama Gumilar," jawab Nurhan sambil menatap sang ibu, "aku sarapan dulu ya, Ibu sama Mas Yus tunggu sebentar." Melihat sang menantu kebingungan sampai menghentikan makannya, Bu Sari akhirnya menjelaskan, "ibu sama Mas Yus mau kondangan ke rumah kerabat mendiang bapaknya Nurhan di Kedungwungu, kebutuhan kan Ketandan ngelewatin Kedungwungu jadi ibu nebeng sama Nurhan." "Mas juga enggak mampir kok cuma ngedrop mereka ada di sana, Mas lagi banyak kerjaan di Ketandan," imbuh Nurhan membuat sang istri mengangguk paham. "Ya udah ibu tungguin di garasi sama Yusman ya," kata Bu Sari sambil menepuk pundak sang putra, Gumilar melanjutkan makannya. "Maaf, ya, Sayang, semalem kita terlalu sibuk jadi Mas lupa cerita," kata Nurhan pada sang istri membuat wanita itu tersenyum penuh pengertian. "Iya Mas enggak apa apa," jawab Gumilar. "Kalau gitu Mas berangkat ya. kamu enggak usah nganterin sampe depan, ada Mas Yus kamu kan masih pake piyama," ucap Nurhan, Gumilar mengangguk lalu mencium punggung tangan sang suami. "Hati hati, ya, Mas," kata Gumilar dengan lembut, entah kenapa wanita itu seolah merasa begitu berat melepaskan kepergian sang suami. Rasanya wanita itu masih ingin memeluk sang suami dengan erat dan lama tapi dia sadar kalau Bu Sari dan Yusman sudah menunggunya. "Iya, Sayang, kamu baik baik di rumah. Mas cinta sama kamu selamanya." *** Gumilar teringat nasehat yang ibunya katakan kemarin kalau Gumilar harus tenang tapi waspada tapi entah kenapa rasanya wanita itu tidak bisa tenang dan merasa gelisah dari tadi, dan sebagai wujud kewaspadaannya Gumilar merencanakan sesuatu hingga di waktu menjelang siang hari itu Gumilar berencana keluar. Wanita cantik itu baru saja mengeluarkan sepeda motornya dari garasi saat melihat Pak Mulyono berboncengan dengan Bu Wati dan di tengah mereka ada Galuh. "Pak lek, Bulek," sapa Gumilar meninggalkan sepeda motornya lalu mencium punggung tangan kedua orang tua Betari itu. "Gum, kamu mau pergi?" tanya Bu Wati yang terlihat bingung, wanita itu turun dari sepeda motor bersama Galuh sedangkan Pak Mulyono masih duduk di sepeda motornya. "Cuma mau ke tukang sayur kok Bulek," jawab Gumilar yang tidak mungkin memberi tahu apa yang akan dia lakukan pada orang lain demi menjaga harga diri sang suami tercinta. "Kalau begitu, Bulek boleh minta tolong?" tanya Bu Wati yang terlihat sungkan pada Gumilar. "Minta tolong apa, sih, Bulek? enggak usah segan gitu ah, kayak sama siapa aja," jawab Gumilar dengan begitu ringan seperti senyum yang wanita itu berikan. "Bulek minta tolong kamu jagain Galuh, ya. Bulek sama Pak Lek mau ke Randudongkal ada saudara Pak Lek yang meninggal, Galuh enggak mungkin kita ajak, dia takut," kata Bu Wati, Gumilar tersenyum geli karena saat itu Galuh memeluknya erat. Gumilar tahu kalau Galuh memang takut kalau dia ajak takziah. "Iya, Bulek, aku jagain Galuh. Bulek sama Pak lek berangkat takziah aja," kata Gumilar sambil mengelus kepala Galuh yang masih memeluknya. "Maaf , ya, Gum," kata Pak Mulyono pada wanita cantik itu, "terima kasih." "Iya, Pak lek, aku seneng kok jagain Galuh. Pak Lek sama Bulek hati hati di perjalanan," jawab Gumilar, Bu Wati kembali naik ke boncengan motor sang suami. Mereka saling melambaikan tangan lalu Pak Mulyono menjalan sepeda motornya tanpa Galuh. "Budhe, ayo katanya mau ke tukang sayur?" kata Galuh mengingatkan. "Ayo, sekalian beli jajan buat kamu," kata Gumilar, wanita itu akhirnya benar benar ke tukang sayur meski hanya sebutir bawang Bombay yang dia beli karena memang dia sedang tidak ingin berbelanja. *** "Mas Nurhan kok belum ngasih kabar, ya," gumam Gumilar yang duduk di sofa ruang tamu sambil menemani Galuh bermain puzzle. Gumilar memperkirakan kalau sang suami sudah sampai di Ketandan sejak tadi tapi tidak seperti biasanya laki laki itu belum memberinya kabar padahal biasanya begitu dia sampai pasti akan selalu memberikan kabar pada sang istri. "Mungkin Mas Nurhan sibuk, dia kan bilang kalau banyak kerjaan," kata Gumilar lagi untuk menghibur hatinya sendiri meski tetap dia tidak merasa terhibur malah semakin merasa tidak nyaman di hati. "Galuh, kita keluar, yuk," ajak Gumilar pada Galuh yang sedang sibuk dengan kepingan kepingan puzzle nya. "Ke mana budhe?" tanya Galuh penasaran dan gadis kecil langsung bangun dadi duduknya. "COD donat," jawab Gumilar asal. "Asik ... aku suka donat!" Sudah beberapa waktu berlalu, Galuh sudah mulai bosan memetik bunga bunga rumput yang ada di pinggir jalan tempat Gumilar memarkirkan sepeda motornya, untungnya ada pohon rindang di atas mereka hingga mereka tidak kepanasan. Gumilar yang sedari tadi sedang mengintai sebuah rumah tersenyum tipis saat melihat seorang gadis yang kemarin bertemu dengannya, gadis cantik itu duduk di bangku teras rumahnya dari tempatnya Gumilar bisa melihat dengan jelas apa yang gadis itu lakukan. Sesekali Gumilar menatap layar ponselnya yang berada di chat room dengan sang suami, pesan yang tadi dia kirimkan tidak juga Nurhan baca, laki laki itu bahkan tidak mengangkat panggilannya meski ponsel laki laki itu berdering. Dari tempatnya berdiri Gumilar bisa melihat Intan memainkan ponselnya lalu menelepon seseorang, Gumilar langsung menelepon sang suami dan mendapat laporan jika nomor laki laki itu sedang berada di panggilan lain. Jantung Gumilar terasa akan meledak seketika itu, Gumilar yakin kalau Nurhan lah yang sedang berbicara dengan gadis itu. Gumilar terus berusaha menghubungi sang suami dan terus saja mendapatkan laporan yang sama, Nurhan sedang berbincang dengan seseorang di telepon dan Gumilar yakin kalau yang sedang berbincang dengannya adalah seorang gadis yang sedang dia pandang sekarang. Wanita itu memegangi ponselnya lebih erat seperti hatinya yang terasa terremas apalagi saat melihat bagaimana Intan tersenyum atau tertawa saat berbicara dengan seseorang di telepon yang dia yakini adalah suaminya. "Dia udah selesai," gumam Gumilar saat melihat Intan menjauhkan ponsel dari telinganya dan membuat gerakan mengecup di dekat ponsel tanda sedang memberikan ciuman jarak jauh. Lalu ... saat Intan menaruh ponselnya di meja Gumilar buru buru menelepon sang suami lagi dan hatinya kembali terasa di remas remas karena panggilannya tersambung tanda Nurhan juga sudah mengakhiri panggilannya. "Jadi, Mas Nurhan bener bener ada hubungan sama Intan? Gadis itu yang Mas Nurhan sembunyikan selama ini?" kata Gumilar dalam hati, hati yang sedang merasa sakit sekali hingga air matanya jatuh tak tertahan. "Budhe, tukang donatnya lama banget. kita pulang aja yuk." Gumilar mengusap air matanya lalu menganggukkan kepala, wanita itu tidak tahu kalau jauh di sana sedang ada peristiwa besar terjadi. "Wahai ananda Nurhan Agnibrata, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri kandung saya yang bernama Betari Garwita binti Mulyono dengan emas kawin sebuah rumah, sebuah mobil, sebuah sepeda motor dan uang tunai sepuluh juta rupiah di bayar tunai." "Saya terima nikah dan kawinnya Betari Garwita binti Mulyono dengan Mas kawin tersebut di bayar tunai."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN