Puzzle di sore hari.

1301 Kata
"Ini kopinya, Mas," kata Gumilar sambil menaruh secangkir kopi dan setoples camilan di meja kecil yang ada di sebelah Nurhan. Laki laki itu duduk di kursi teras sambil memangku Galuh, mereka sedang menata puzzle yang tadi Nurhan belikan di toko mainan. "Terima kasih, Sayang," kata Nurhan dengan senyum manisnya pada sang istri yang lalu duduk di kursi teras yang ada di sebelah meja. di teras rumah mereka itu ada satu set kursi rotan dengan satu meja dan dua kursi di sana lah mereka kini berada menikmati sore hari sambil menunggu Betari menjemput sang putri. "Ayo Budhe juga bantu, puzzle ini susaaahhhh banget," kata Galuh pada Gumilar, wanita itu tersenyum lalu menatap puzzle yang memang baru setengah tertata itu. "Duh, budhe tuh bisa pusing kalau main puzzle begitu. kayaknya Galuh deh yang jago, Galuh pasti bisa. Budhe ngaku kalah deh," kata Gumilar agar Galuh lebih semangat menyelesaikan menata puzzle nya, Nurhan tersenyum melihat interaksi sang istri dan Galuh itu. "Itu Ibu," kata Galuh saat melihat sang ibu datang dengan mengendarai sepeda motor milik orang tuanya yang untuk sementara waktu dia pakai, Gumilar tersenyum menyambut sang sahabat begitu juga dengan Nurhan. "Ibu, aku di beliin boneka dan puzzle sama Pakde Nurhan dan Budhe Gum," adu Galuh dengan senyum cerianya, bocah itu turun dari pangkuan Nurhan dan memeluk sang ibu. "Wah, seneng nya, udah bilang terima kasih sama Budhe dan Pakde?" tanya Betari sambil mengelus kepala putrinya itu. "Sudah, dong, Bu," jawab Galuh, Betari tersenyum manis menatap sang putri tapi Gumilar bisa merasakan kesedihan di balik senyuman itu. "Eh, Galuh udah mau pulang?" tanya Bu Sari yang baru keluar dari rumahnya, wanita itu pasti baru selesai mandi dan menyelesaikan kegiatan lainnya. "Enggak ibu baru dateng, pasti ibu mau ngobrol dulu sama Budhe Gum," jawab Galuh yang sudah begitu hapal dengan kegiatan sang ibu dan Gumilar yang pasti tidak cukup kalau hanya bertemu singkat, pasti mereka berdua harus menghabiskan waktu untuk mengobrol. Gumilar dan Betari tersenyum mendengar ucapan Galuh. "Bu," sapa Betari lalu mencium punggung tangan Bu Sari yang berdiri di sebelahnya. "Gimana?" tanya Bu Sari, Gumilar langsung mengerti apa yang wanita itu maksud karena tidak mungkin Bu Sari bertanya secara gamblang dan membuat Galuh mendengarnya. "Lancar, Bu," jawab Betari sambil tersenyum lega, Bu Sari mengelus lengan Betari sebagai tanda dukungan. "Duduk, Bu, atau mau di dalam, Gum bikinin teh, ya," kata Gumilar sambil bangun dari duduknya dan memberikan tempatnya pada sang ibu mertua. "Enggak usah, kalian ngobrol ngobrol aja di dalam sana, ibu mau di sini aja sama Galuh," jawab Bu Sari sembari duduk di kursi yang baru Gumilar tinggalkan, wanita itu tahu kalau Betari sedang butuh dukungan dan hiburan dan Gumilar adalah orang yang tepat untuk memberikan itu. "Eyang Sari mau bantuin aku main puzzle?" tanya Galuh dengan ceria. "Eyang mana bisa, Eyang liatin Galuh aja," jawab Bu Sari. "Bisa, nanti Galuh ajarin," sahut Galuh enteng, Gumilar dan Betari tertawa mendengarnya lalu memasuki rumah dan duduk di ruang tamu untuk mengobrol ringan. Hingga waktu sudah lama bergulir, langit yang semula terang sudah semakin menggelap. "Tuh kan, kalau udah ngobrol pasti lupa waktu," kata Nurhan yang baru masuk rumah sambil menggandeng tangan Galuh. "Oh iya, udah mau magrib," kata Gumilar sambil menatap keluar, wanita itu lalu menutupi tirai jendela rumahnya. "Bener kata Mas Nurhan, kalau udah ngobrol pasti lupa waktu," sahut Betari sambil tertawa kecil. "Ayo Galuh, kita pulang," ajak Betari pada sang putri. "Loh, udah mau Maghrib itu enggak baik di jalan pada waktu begini, kalian pulangnya nanti aja," cegah Gumilar, "sekalian Betari bantuin aku siapin makanan dulu kita makan bareng. kalian pulang abis makan." "Asik, aku bisa main sama Pakde Nurhan lagi," kata Galuh gembira, semua hanya tertawa mendengarnya. Betari menuruti apa yang Gumilar minta, kedua wanita itu bekerja sama menata meja makan dan menyajikan makanan yang sudah Gumilar masak tadi. "Mbak Gum masak banyak, nanti kalau enggak cukup gimana?" tanya Betari tidak enak hati. "Banyak, kok, cukup untuk kita berempat. walaupun di rumah cuma berdua sama Mas Nurhan aku selalu masak banyak sekalian buat ibu," jawab Gumilar, "aku panggil Mas Nurhan sama Galuh dulu ya." Betari menggangguk di tempat duduknya dan tidak begitu lama kemudian wanita itu kembali dengan Nurhan dan Galuh mengikuti. Suasana ruang makan itu lebih ramai karena kehadiran Galuh dan Betari yang duduk berdampingan sedangkan di depan mereka Gumilar dan Nurhan juga duduk berdampingan. "Budhe Gum, Ikan gorengnya enak," kata Galuh yang makan sambil di bantu sang ibu memisahkan duri ikan dan dagingnya dan di depan mereka Nurhan juga melakukan hal yang sama untuk sang istri, Gumilar tersenyum mendengar apa yang Galuh katakan. "Emang masakan Budhe Gum sama masakan ibu enakan mana?" tanya Betari pada sang putri. "Enakan Budhe Gum!" jawab Galuh membuat kedua mata Betari membola seketika, Gumilar dan Nurhan saling pandang sambil menahan tawa. "Tapi opar ayam bikinan Budhe sama opor ayam bikinan Ibu kamu enakan bikinan ibu kamu," jawab Gumilar cepat. "Masa sih Mbak, bukannya sama aja wong kita belajar bikin opor ayam sama sama. Kita belajar dari bude Murni kan waktu itu," jawab Betari sambil mengunyah makanannya. "Enggak tuh, buktinya Mas Nurhan sama Ibu bilang enakan bikinan kamu," jawab Gumilar sambil tertawa kecil. "Kebetulan aja, mungkin bahan yang Mbak Gum pakai kurang bagus," sahut Betari ringan, wanita itu tersenyum melihat bagaimana Nurhan menyuapi sang istri dengan daging ikan yang baru laki laki itu pisahkan dari durinya. Galuh terkekeh melihatnya, "budhe Gum kayak anak kecil di suapin!" Betari mendesis mengode sang putri untuk tidak berkata demikian. "Mas ini, ada mereka, malu!" bisik Gumilar sambil tersenyum malu. "Enggak apa apa, Galuh, walaupun udah dewasa tapi wanita itu patut di sayang," kata Nurhan dengan lembut sambil menatap Galuh memberi gadis kecil itu pengertian, Galuh hanya membulatkan bibirnya karena gadis kecil itu tidak pernah melihat pemandangan begitu di rumahnya, Betari hanya diam. "Kalau orang bertengkar berarti enggak sayang ya Pakde?" tanya Galuh, Nurhan hanya diam memikirkan jawaban yang tepat, "berarti ayah enggak sayang sama ibu soalnya ayah enggak pernah nyuapin Ibu malah mereka selalu bertengkar." "Sayang, orang bertengkar bukan berarti enggak sayang tapi bisa aja mereka cuma lagi beda pendapat aja. Teman teman di sekolah juga ada yang suka bertengkar kan?" Galuh mengangguk mendengar pertanyaan Gumilar, "tapi akhirnya mereka baikan lagi kan." "Tapi ibu sama Ayah enggak baikan buktinya Kita enggak tinggal di rumah ayah lagi," kata Galuh membuat ketiga orang dewasa di sekitarnya saling pandang. "Enggak tinggal satu rumah bukan berarti enggak baikan, Galuh, kalau kamu ada perlu sama Ayah kan kamu bisa ketemu sama ayah," kata Betari cepat pada sang putri, wanita itu tampak enggan membicarakan hal itu. "Galuh, nanti kalau pulang puzzle nya mau di bawa semua atau di tinggal di sini beberapa?" tanya Nurhan untuk mengalihkan perhatian gadis kecil itu. "aku bawa dua aja deh, yang dua buat main kalau aku ke sini," jawab Galuh, Gumilar dan Betari tersenyum dengan senyum yang berbeda arti. Betari mengajak sang putri untuk pulang ke rumah orang tuanya setelah mereka selesai makan malam. *** Nurhan mendekap tubuh sang istri yang begitu di cintainya tubuh wanita cantik itu semakin lama terasa semakin berat pertanda kalau wanita itu sudah semakin lelap di atas d**a bidang sang suami, tempat ternyaman bagi wanita itu untuk menjemput mimpi. Laki laki itu membelai kepala sang istri tercinta lalu mengecup pucuk kepalanya entah mengapa tidak seperti biasanya Nurhan tidak bisa terlelap dengan mudah meski malam sudah semakin larut. Gumilar yang sudah begitu nyenyak menggeliat dan mengubah posisi tidurnya, wanita itu memunggungi sang suami, Nurhan yang belum juga bisa memejamkan matanya akhirnya mengambil ponsel dan melihat-lihat foto yang ada di galery ponselnya. Nurhan tersenyum melihat foto sang istri yang sedang tersenyum manis sambil memeluk Galuh. 'My Lovely' Keterangan yang Nurhan tulis di keterangan foto yang baru di unggahnya itu. [Makasih, ya, Mas. Buat semuanya dan karena Galuh juga ikut merasakan kasih Sayang Mas Nurhan] Nurhan tersenyum membaca pesan yang baru masuk sebagai balasan unggahan pembaruan statusnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN