14. Seharian Bersama Ratu

1944 Kata
Seharian Bersama Ratu Mentari terlah bersinar pagi ini. Burung burung berkicau merdu saling bersahutan. Pagi ini tidak seindah pagi biasanya. Embun masih menetes menyejukan. Namun mata yang sembab masih tergambar jelas di wajah cantik Nada. Hari ini Nada tidak ke kamar pangeran Zhellograf untuk memberikan pengobatan. Ia hanya titipkan obat yang ia racik pada dayang yang mengurus pangeran Zhellograf. Sedih rasanya ia melakukan hal itu. Hanya karena cinta tak terbalaskan. Ia harus berjauhan dengan pasiennya. Nada berharap ini cepat berlalu. Cepat atau lambat raja Zholagraf dan ratu Niyya pasti curiga. Mengapa Nada tidak memeriksa kondisi pangeran. Hmm.. Baru saja kemarin ia mendapatkan kepercayaan kembali dari raja Zholagraf. Mungkin nantinya Nada akan kembali mendapatkan tatapan sinis sang raja. Ia sudah pasrah dengan kondisi ini. "Nada," panggil seseorang dari belakang. Tentunya ia sudah hafal betul suara itu. "Iya tuan ratu, anda perlu sesuatu?" tanya Nada. "Ikutlah kemari denganku," ajak ratu Niyya. Tanpa basa basi Nada langsung mengikuti langkah ratu Niyya. Mungkin ada sesuatu hal yang penting yang ingin ratu Niyya sampaikan. Ia sampai memanggil Nada. Padahalkan bisa saja ia menyuruh dayangnya untuk memanggil Nada. Tibalah di sebuah ruangnya yang cukup luas. Semua benda tertata dengan rapih. Serperti kamar seorang putri. Kamarnya bernuansa merah muda. Sangat indah dan nyaman. Mungkin kah itu kamar ratu Niyya? Tentu bukan. Pastinya kamar seorang putri kerajaan. "Tadinya ini aku siapkan untuk putriku jika ia kembali Nada. Tapi aku takut, jika ia kembali. Penyihir Grozu pasti akan kembali ke sini dan mencoba membunuh putriku. Sungguh malang putriku. Padahal aku ingin sekali bersamanya," jelas ratu Niyya. Tepat sekali bukan? Ini memang kamar seorang putri. Lalu kenapa ratu Niyya mengajak Nada ke sini? "Nada, aku tau kamu pasti bingung. Kenapa aku bawa kamu ke sini. Aku hanya ingin kamu menemani aku sehari saja di sini. Meski kamu tidak mau menganggap aku ini sebagai ibu mu. Tak apa. Yang jelas. Sehari ini saja bersama ku. Mau kan?" tatapan ratu Niyya penuh harap pada Nada. Siapa yang bisa menolak coba? "Baiklah tuan ratu," jawab Nada pasrah. "Nada, aku juga mengetahui kejadian kemarin. Tidak sengaja aku melihat dua kejadian kemarin. Aku harap kamu tetap sabar dan mau tetap tinggal di istana," dua kejadian kemarin? Jangan jangan dua kejadian saat bersama raja Zholagraf dan pangeran Gustavo. Dan yang satunya kejadian di saat pangeran Zhellograf menyatakan perasaannya? "Maksud ratu..." "Iya. Mengenai raja dan pangeran muda itu. Dan pernyataan cinta pangeran Zhellograf," terus ratu Niyya memotong pembicaraan Nada. "Nada. Aku tau kamu banyak pikiran sekarang. Kamu boleh kok curhat sama aku. Aku yakin semua itu terasa berat. Jangan pikul semua itu di pundak kamu sendiri. Karena masih ada aku di sini," ucapan ratu Niyya membuat darah Nada berdesir. Hatinya menghangat. Ini kah kasih sayang seorang ibu? Ibu yang merindukan anaknya. Nada merasa seperti anaknya. Nada benar benar sangat terharu dengan ucapan ratu Niyya. "Sini sayang," ratu Niyya memeluk Nada. Tak terasa air mata Nada mengalir begitu deras. Inilah yang Nada rindukan. Pelukan seorang ibu. Hatinya bergetar hebat. Rasanya benat seperti di peluk ibu kandung sendiri. Beda sekali dengan pelukan yang di berikan bunda Rahma. Yang ini lebih dasyat. Entah apa yang terjadi. Pokoknya Nada terasa nyaman dalam pelukan ratu Niyya. "Kadang ketika kita dewasa memang sulit dalam menentukan pilihan. Apalagi ketika ada seseorang yang mencintai kita. Dulu, akupun begitu. Ada dua orang lelaki yang mencintaiku. Yang satu seorang pemburu, yang satunya seorang pangeran kerajaan. Kamu bisa menebaknya. Saat itu raja Zholagraf adalah seorang pangeran. Aku dulu hanya rakyat biasa. Memang ayahku adalah seorang sultan di negeri Zdellaghoztte ini. Tapi aku merasa tidak pantas bersanding dengan pangeran kerajaan. Namun ayah mendesak agar aku mau menikah dengan pangeran. Padahal saat itu aku sedang jatuh cinta pada pemburu itu," cerita ratu. Nada mendengarkannya dalam pelukan ratu Niyya. "Ayah memberikan persyaratan pada pemburu itu. Jika ingin mendapatkan aku. Tapi sayang permintaan ayah begitu berat. Hingga ia gugur sebelum memenuhi persyaratan ayah," wajahnya berubah menjadi sendu. "Gugur?" "Iya Nada. Ayah meminta dia untuk berperang dengan suatu kerajaan. Ayah meminta untuk merebut tahta kerajaan itu. Kamu bayangkan saja. Dia sendirian melawan kerajaan itu. Memang kerajaan itu di ambang kehancuran. Tapi bagaimana mungkin seorang pemburu. Melawan ratusan pasukan perang. Aku bangga dengan keberaniannya. Tapi seharusnya aku mencegahnya. Itu sama saja mengantarnya pada pintu maut. Aku sangat menyesal. Karena dia bersih kukuh ingin memenuhi syarat dari ayah," Ratu Niyya membenarkan posisi duduknya menghadap Nada, "Saat tau dia gugur. Aku murka pada ayah. Tapi semua itu tidak mempengaruhi apapun. Ayah tetap akan menikahkan aku dengan pangeran Zholagraf. Memang bukan salah pangeran Zholagraf dia meninggal. Tapi tetap saja. Rasa benci ada di hatiku. Setelah menikah. Ayah meninggal karena sakit. Lambat laun aku mulai belajar mencintai pangeran Zholagraf saat itu. Saat naik tahta pangeran Zholagraf menjadi raja. Di situ sedikit mulai terlihat sikap angkuh raja Zholagraf. Ia mulai mempercayai garis keturunan. Ia mulai percaya ramalan peri," "Tak lama. Aku hamil. Aku yakin telah mengandung sorang putri. Tapi raja bersi kukuh. Kalau anak yang di kandung olehku adalah seorang anak lelaki. Karena menurut ramalan. Garis keturuan kerajaan Zdellaghoztte, anak pertama adalah seorang lelaki. Tapi nyatanya yang aku lahirkan adalah seorang putri. Demi menyelamatkan kerajaan dan rakyat. Raja tega membuangnya," ratu Niyya terus bercerita tentang kejadian beberapa tahun silam. Setelah membuang putrinya. Empat tahun kemudian pangeran Zhellograf lahir. Namun anehnya kelahiran pangeran Zhellograf bukan memberikan berkah. Tapi malah mendatangkan petaka. Penyihir Grozu bangkit dari lembah kematian. Ia mengutuk pangeran Zhellograf yang tak berdosa. Ia tebarkan kebencian di mata ratu Niyya pada pangeran Zhellograf. Itulah kenapa ratu Niyya terlihat membenci pangeran Zhellograf. Itu karena kutukan penyihir Grozu. "Maka dari itu. Saran dari aku. Kejarlah cintamu Nada. Jika kamu tidak mencintai pangeran. Jangan! Kamu jangan berpura pura mencintainya. Karena berpura pura itu sakit. Aku tau kamu sukabpada pangeran muda itu kan?" ratu Niyya mengahiri ceritanya dengan pertanyaan yang membuat Nada bingung. "Tuan ratu.." "Sudah terlihat jelas di mata kamu Nada," potong ratu Niyya. Pipi Nada langsung merah seperti kepiting rebus. Tebakan ratu Niyya memang tepat sasaran. Curhatnya hari ini membuat Nada sedikit terbuka pada ratu Niyya. "Dia pangeran desa Moregestte bukan?" Nada mengangguk, "Iya tuan ratu," "Kenapa kamu bisa dekat dengannya?" Nada teringat kata kata pangeran Gustavo kemarin di depan raja Zholagraf. Mungkin ini bisa ia gunakan sebagai alibi di depan ratu. "Aku di minta untuk berkeliling negeri ini bersamanya. Katanya untuk membantu infrastruktur negeri ini. Ia juga selalu meminta pendapat aku dalam berbagai hal," semoga saja ratu Niyya percaya ucapannya. Pasalnya Nada tidak mau bilang kalau ia sedang membantu pangeran Gustavo mencari benda pusakanya yang hilang. "Bagus. Kelihatannya dia orang baik baik. Kalau aku ibumu. Aku setuju kamu bersanding dengannya," loh apa ini? Secara tidak sadar Nada telah mendapatkan restu dari ibu kandungnya sendiri. "Tuan ratu bisa saja. Tapi bunda Rahma tidak akan setuju," cetus Nada. Mungkin dengan curhat pada ratu Niyya. Nada akan menemukan solusi tentang kebencian bunda Rahma pada pangeran Gustavo. "Loh kenapa?" "Dulu itu pangeran Gustavo Orion terkenal sangat angkuh dan sombong. Bahkan dia merebut tanah tanah rakyat. Memang dia menemukan beberapa pertambangan emas dan permata di desa Moregestte. Dia menjadi penguasa dan mengaku sebagai pangeran. Kerajaannya tercipta begitu saja. Meskipun belum ada raja yang duduk di kerajaan Moregestte. Tapi pangeran Gustavo yang menjadi penguasanya. Banyak kerajaan lain mencoba meruntuhkannya. Tapi tidak pernah berhasil. Pangeran Gustavo selalu menjadi pemenang dalam perang. Hingga sekarang ia mempunyai pengikut dan harta yang melimpah. Meski di desa kecil Moregestte," sekarang giliran Nada yang bercerita. Cerita ini ia dapatkan dari bunda Rahma saat ia kecil. "Kata bunda Rahma. Anehnya pangeran Gustavo tidak mau merebut kerajaan di sebuah negeri. Ia menetap di desa kecil kami. Sifatnya yang menyebalkan berubah sejak kenal dengan aku. Aneh kan ratu?" Ratu Niyya tersenyum, "Itu artinya pangeran Gustavo jatuh cinta padamu Nada," Deg! Jantung Nada langsung berdegup kencang. Masa iya seorang pangeran angkuh seperti pangeran Gustavo jatuh cinta padanya? "Ah.. Tuan ratu ini.. Ga mungkinlah," Nada tersipu malu. "Pangeran Gustavo berubah setelah mengenal kamu. Bahkan berubah menjadi lebih baik. Itu artinya cinta Nada. Kamu ternyata lucu juga. Tidak sadar hal itu," "Tapi aku ini hanya gadis miskin yang belum tau asal usulnya," Nada merendah. "Makannya aku mau mengangkat kamu sebagai putriku. Kamu akan menjadi putri kerajaan. Bahkan nanti ketika putriku ketemu. Kamu akan menjadi sodarinya. Aku tidak akan membeda bedakan kasih sayang anatara kamu dan putriku nantinya," Nada seakan teringat sesuatu, "Lalu kenapa tuan ratu membenci pangeran Zhellograf? Maaf jika aku lancang menanyakan hal itu," Ratu memegang tangan Nada, "Nada. Enatah kenapa rasa benci yang seharusnya aku limpahkan pada raja. Malah berbalik pada pangeran. Padahal di hati ini aku sangat menyayangi pangeran. Aneh buka? Kalau kata para peri sih. Rasa benci itu di tumbuhkan oleh penyihir Grozu. Sehingga aku seakan membuang pangeran Zhellograf. Tapi sesungguhnya aku sangat menyayanginya," akhirnya terkuak juga kenyataannya. Nada jadi punya idea. "Bagaimana kalau tuan ratu lawan rasa itu. Apa tuan ratu tidak kasihan melihat pangeran Zhellograf menderita setiap hari? Belum lagi harus menerima kebencian dari tuan ratu?" Ratu Niyya nampak berpikir, "Sudah aku coba. Tapi entah kenapa malah tak bisa," "Di coba lagi tuan ratu. Aku akan membantumu," dukung Nada. "Kelihatannya kamu sangat bersemangat sekali," ratu Niyya sedikit heran. "Harus dong tuan ratu!" ujar Nada penuh semangat. "Nah gitu dong. Aku senang kamu mulai tersenyum lagi. Oh iya mengenai pangeran. Kamu tak usah risaukan. Nanti juga dia baik sendiri. Kasih waktu dia untuk sendiri. Untuk menyebuhkan hatinya yang patah. Sesekali kita sebagai perempuan perlu merasa egois. Jangan lelaki saja yang egois," "Hahaha," mereka berdua tertawa bebarengan. Sudah seperti layaknya anak dan ibu. Hari ini seharian bersama ratu. Terasa begitu cepat. Nada merasa seperti curhat pada seorang ibu. Dan begitupun sebaliknya yang ratu Niyya rasakan. Seakan tidak mau semuanya berakhir sampai di sini. Semua terasa hangat dan lega saat semua tercurahkan. Beban terasa terangkat. Meski memang tidak selesai sepenuhnya. Tapi setidaknya ada perasaan lega di hati mereka. "Mau tidak mau. Aku akan menganggap kamu sebagai anak aku Nada. Aku janji. Ini akan menjadi rahasia kita berdua. Tanpa di ketahui raja ataupun pangeran. Bagaimana?" Nada jadi bingung. Di satu sisi ia ingin sekali. Tapi di sisi lain, ia masih ragu. "Baiklah jika tuan ratu meninginkan hal itu," "Nah kalau sedang berdua saja seperti ini. Kamu panggil aku ibunda dong," pinta ratu Niyya. "Aduh jangan dong tuan ratu. Bisa bahaya kalau ada yang dengar," "Dayangku yang satu ini tidak akan membocorkan hal ini pada siapapun. Dia sudah lama sekali mengabdi pada kerajaan ini," ratu masih mencoba meyakinkan Nada. Dayang Dina memang sudah sangat lama menemani ratu. Tak ada sedikitpun rahasia yang bocor sampai terdengar ke telinga raja. "Baiklah ibunda," "Oh iya. Kamar ini bagus kan?" ratu Niyya mengalihkan pembicaraan. "Bagus sekali," "Kamu suka?" Nada mengangguk. "Kamu boleh kok tidur di sini?" "Aduh ibunda. Dengan di anggap sebagai anak ibunda aja aku udah seneng. Kalau seperti ini terus. Rasanya berlebihan. Nanti raja dan pangeran curiga lagi. Nanti bagaimana kamau putri anda kembali. Ia akan kembali merasa tersaingi sama aku," Nada mulai panik. "Hahaha.. Lucu juga yah ternyata kamu," ratu Niyya tertawa lepas. Senang rasanya Nada melihat senyuman ratu Niyya seperti itu. "Ibunda. Boleh aku meminta sesuatu?" "Boleh. Kamu minta apa?" "Boleh peluk aku sekali lagi?" pinta Nada. Ratu Niyya langsung memeluk Nada dengan erat. Ia benar benar merindukan putrinya yang hilang. Setidaknya dengan adanya Nada. Membuat rindunya sedikit terobati. "Jangan sekali Nada. Sesering mungkin kamu minta pelukan ibunda. Ibunda akan kabulkan dengan senang hati," tak terasa bulir air mata menetes di pelupuk mata mereka berdua. Mereka benar benar bahagia hari ini. Dari jauh dayang Dina memperhatikan bersatunya kedua ibu dan anak itu. Dayang Dina ikut senang melihat kenahagiaan ratu Niyya. Lama sekali dayang Dina tidak melihat kebahagiaan ratu Niyya seperti itu. Dayang Dina juga senang. Karena ternyata ratu Niyya begitu percaya padanya. Ia sangat menyesal. Seharusnya dulu ia tidak menuruti permintaan raja Zholagraf untuk membuang putrinya. Kalau tidak mungkin ratu Niyya sudah bahagia bersama kedua putrinya. Meski Nada hanya putri angkatnya ratu Niyya. Tapi dayang Dina yakin sekali. Ia akan rukun bersama putri dan ratu Niyya. Semoga saja semua yang di harapkan akan segera terwujud. Terlebih lagi. Semoga saja, kutukan ini cepat berlalu. Agar tidak ada lagi kebencian dan penderitaan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN