Bab 17. Siapa yang Datang?

1220 Kata
Selamat membaca! Keesokan paginya, Dania terbangun dengan kedua mata yang sembab. Kedua matanya mulai terbuka. Melihat di sekitar ranjang tak ada Nathan di sana. Terakhir kali yang Dania ingat jika pria itu masih mendekapnya hingga ia terpejam. "Ke mana Nathan? Apa dia sudah pergi karena nggak mau melihat penangkapanku?" Dania tampak sedih, padahal semalam pria itu sudah berjanji akan menemaninya sampai polisi datang. "Ah, kenapa aku malah sedih begini? Biarkan saja dia pergi. Bukankah yang terpenting dia nggak mengambil semua yang udah dia kasih." Dania coba menghibur diri. Membuang Nathan jauh-jauh dari pikirannya. Namun, semakin lama sosok itu malah semakin bertahta hingga terus mengusiknya. "Ih, kenapa aku terus mikirin dia sih? Dia aja nggak mikirin nasibku? Kenapa rasanya aku nggak rela dia pergi? Aduh, kenapa jadi begini? Ingat, Dania! Dia itu hanya teman tidurmu aja!" Dania yang frustasi kini mulai mengacak-acak rambutnya sampai terlihat lebih berantakan. Namun, tiba-tiba hal yang ditakutinya kembali hadir dalam pikiran. Bayangan kehidupan di dalam sel tahanan yang begitu menakutkan bagi wanita itu. Dania menggelengkan kepala. Coba menyemangati dirinya sendiri, walau tak bisa dipungkiri, rasa takut itu masih mengganggu. "Aku hanya sementara menjalani hukuman di penjara. Jadi, aku nggak perlu takut. Lagi pula semalam Nathan kan bilang kalau aku harus bertanggung jawab atas apa yang telah aku lakukan. Ya, betul yang Nathan katakan, aku itu kan bukan gadis penakut, anggaplah selama aku hidup di penjara itu adalah waktu untuk aku beristirahat sejenak dari kehidupan yang begitu memusingkan. Aku pasti akan bebas, aku yakin saat keluar dari penjara nanti aku akan menjadi Dania yang lebih dewasa, mungkin hidupku akan lebih indah." Dania terus meyakinkan dan menguatkan dirinya. Kini wanita itu mulai menampilkan senyum manis di wajahnya, ia terlihat penuh percaya diri dalam menghadapi segala hukuman yang sudah menantinya. Saat Dania tengah membanggakan dirinya sendiri, tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang berasal dari perutnya. "Baiklah perut, aku akan mengisimu dengan makanan yang lezat sebelum masuk penjara! Ayo sekarang ikutlah bersamaku, kita akan pergi mencari makanan enak di luar!". Dania segera turun dari ranjang. Namun, sebelum itu ia menyempatkan diri untuk membasuh wajahnya yang terlihat lusuh di kamar mandi. Setelah itu, Dania masuk ke dalam walking closet untuk mengganti pakaian yang sudah penuh dengan aroma alkohol karena memang semalam itu ia tidak sempat mengganti pakaiannya. Selang beberapa menit kemudian, Dania sudah terlihat rapi dan mulai melangkah keluar dari kamar. Ia berjalan sembari bersenandung dengan riang menuruni anak tangga. Tak ada rasa takut dalam pikirannya kala itu. Hatinya kini sudah lebih tenang dari sebelumnya dan ia sudah terlihat lebih santai. Walaupun apa yang ia rasakan saat ini, mungkin akan berbeda saat polisi datang untuk menangkapnya. Langkah kakinya seketika terhenti saat aroma masakan mulai terendus indera penciumannya. "Sepertinya makanan ini enak, tapi siapa yang masak di apartemenku?" tanya Dania menautkan kedua alisnya sambil mempercepat langkah kakinya untuk menuruni anak tangga. Setibanya di lantai dasar, Dania langsung menuju ke arah dapur dengan sorot mata penuh selidik. Langkahnya mematung diam saat mendapati ternyata orang yang sedang sibuk memasak itu adalah Nathan. Pria yang dikiranya sudah pergi dari apartemen. "Ternyata dia belum pulang!" gumam Dania dengan kedua alis yang saling bertaut. "Nathan ...." Dania memanggil pria yang segera menoleh ke belakang dan mengulas senyum di wajah tampannya. "Hei, kamu sudah bangun?" tanya Nathan masih fokus dengan masakannya yang hampir matang. "Sudahlah, kalau belum untuk apa aku keluar dari kamar dan malah turun ke dapur!" jawab Dania sembari bersedekap. Jawaban Dania pun membuat Nathan terkekeh. Pria itu sampai tidak malu tertawa karena merasa gemas melihat ekspresi Dania saat menjawab pertanyaannya. "Terus ngapain kamu keluar dari kamar?" "Aku mau cari makan keluar, perutku lapar!" "Tunggu saja di ruang makan, kamu nggak perlu beli makanan karena aku sudah buat sarapan untuk kita berdua." "Kamu serius, Than? Memangnya kamu bisa masak?" tanya Dania yang meragukan perkataan Nathan. Wanita itu sampai berjinjit untuk mengintip dari belakang tubuh pria itu agar tahu makanan apa yang tengah dimasak. "Oh, jadi kamu meragukan kemampuanku dalam memasak? Tahan dulu, jangan terlalu banyak berkomentar, Nona! Cepat duduk di depan meja makan! Setelah merasakan hasil masakanku, kamu akan tahu sendiri rasanya!" perintah Nathan seraya mematikan api kompor karena masakannya telah matang dan siap untuk disajikan. "Baiklah, jangan terlalu asin ya, Tuan Chef!" ledek Dania seraya berlalu meninggalkan dapur menuju ruang makan. Nathan tersenyum tipis sembari melirik sekilas saat Dania belum meninggalkan dapur. "Ternyata dia lucu juga, selalu bisa membuatku tersenyum. Dulu aku juga sering tersenyum saat bersama Reina. Ah, kenapa aku jadi bisa ingat tentang wanita itu lagi!" ucap Nathan sambil memukul dahinya sendiri. Tak butuh waktu lama untuk Dania menunggu di ruang makan karena Nathan kini sudah datang dengan membawa dua porsi makanan dan beberapa gelas minuman yang tertata rapi di atas nampan. "Tara ... sarapan kita sudah matang, silakan dinikmati dan jangan lupa ucapkan terima kasih padaku!" Nathan mulai meletakkan sepiring makanan dan segelas s**u, juga segelas ice jeruk di hadapan Dania yang kelihatan antusias melihat hasil masakannya. Dania pun mengangkat kedua alisnya sembari tersenyum lebar. "Ternyata Nathan benaran bisa masak, bahkan dia bisa memberi hiasan di atas masakannya dan membuat makanan ini terlihat sangat cantik dan enak dilihat. Kalau dari luar saja begitu menggugah selera, apalagi rasanya. Ah ... pasti enak," batin Dania merasa kagum dengan yang ada di hadapannya. "Aku cobain, ya." Dania segera meraih sendok dan garpu untuk mulai mencicipi hasil masakan Nathan. Saat suapan pertama masuk ke dalam mulut Dania, kedua mata wanita itu membulat sempurna sembari mengunyah makanan. Ia segera mengacungkan kedua jempolnya ke hadapan pria yang sudah memasak makanan untuknya. "Hum, yummy. Sumpah ... makanan yang kamu masak enak banget!" Pujian itu terdengar begitu tulus dan apa adanya. Membuat Nathan tersenyum puas. "Tentu dong, siapa dulu chef yang masaknya!" Nathan terdengar membanggakan dirinya. Dania pun kembali melahap makanannya. Suapan demi suapan terus masuk ke dalam mulutnya secara bertahap. Nathan merasa bahagia saat masakannya disukai Dania. Ini adalah masakan pertama Nathan setelah lima tahun tak pernah menginjakkan kakinya lagi di dapur. Setelah makanan dan minuman milik Dania tandas tanpa sisa, suara bel apartemen pun berbunyi. Dahi wanita itu mengerut dalam. "Than, itu siapa yang datang?" Raut wajah Dania terlihat panik. Tentu saja ia tidak akan lupa kasus hukumnya. Bisa saja polisi kini sudah datang dan ingin menangkapnya. "Mungkin itu polisi yang akan menangkapmu." "Oh, my God! Kenapa mereka bisa secepat ini menemukanku?" Dania mulai bangkit dari posisi duduknya. "Polisi memang selalu bertindak cepat untuk menangkap pelaku kejahatan, makanya kamu jangan berbuat jahat lagi biar tidak ditangkap polisi!" ucap Nathan dengan maksud meledek. Pria itu terlihat santai hingga membuat Dania kesal. "Than, sumpah ini bukan waktunya bercanda! Aduh mana aku gugup banget lagi." "Sana ngumpet di kamar, biar aku yang buka pintu dan menyambut kedatangan mereka!" perintah Nathan seraya berdiri dan mulai melangkah untuk membuka pintu. Dania menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Than, tunggu! Jangan buka pintunya dulu sampai aku benar-benar masuk kamar." Nathan menaikkan kedua alisnya. "Cepat, sana naik!" Dania pun berlari sekencang-kencangnya saat menaiki anak tangga agar segera sampai di kamar. Jantungnya berdetak tak beraturan, bahkan ia merasa seperti akan copot dari tempatnya berada. Kedua kakinya juga gemetar hebat hingga sesekali ia tersandung beberapa anak tangga. Namun, usaha kerasnya membuahkan hasil dan sekarang ia bisa sampai di dalam kamar sesaat sebelum Nathan membuka pintu apartemen. "Ya Tuhan, kali ini tolonglah aku. Aku janji nggak akan melakukan lagi apa yang aku perbuat semalam," ucap Dania penuh harap. Bersambung✍️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN