Selamat membaca!
“Kamu tenang aja, aku nggak akan membatasi apa pun yang ingin kamu lakukan selama kita menjadi teman tidur, tapi aku ingin kamu berhenti jadi model majalah dewasa.”
"Terus apa lagi yang kamu tawarkan?" tanya Dania sebelum memutuskan, meski ia sudah mulai tergiur dengan semua tawaran Nathan.
"Sesuai dengan perkataanku tadi, aku akan memberikan apa pun yang kamu butuhkan, tapi aku minta dalam hubungan kita tidak boleh ada hati. Aku suka kebebasan, kalau kita saling jatuh cinta, itu hanya akan membuatku jadi terikat dan aku nggak mau itu terjadi."
Dania mengangkat sebelah alisnya, ia pun akhirnya setuju dengan tawaran Nathan yang menurutnya akan sangat menguntungkan dirinya. Bisa dibayangkan Dania akan mendapat semua fasilitas mewah dari Nathan hanya dengan melayani pria itu di atas ranjang tanpa sebuah ikatan dan hanya sebatas kesepakatan saja.
“Oke, aku setuju. Menjadi teman tidurmu dan nggak boleh ada cinta, itu pasti akan sangat menyenangkan karena bagiku cinta itu bulshit! Cinta hanya membuat kita sakit dan hancur!”
"Ya, kamu benar. Kalau kamu berpikir seperti itu, berarti kamu memang cerdas." Tiba-tiba terbesit hal lain dalam pikiran Nathan. Sesuatu yang harus ia hindari dalam menjalin hubungan dengan Dania, hubungan sebatas teman tidur tanpa sebuah komitmen. “Oh ya, nanti siang akan ada dokter yang datang ke sini?”
“Dokter, untuk apa? Aku nggak sakit, Nathan.”
“Bukan, bukan untuk memeriksamu. Dokter wanita yang akan memasangkanmu spiral agar kita aman saat berhubungan. Aku nggak mau kalau kamu sampai hamil. Pokoknya, setelah urusanmu dengan dokter itu selesai, anak buahku akan membawamu ke apartemen mewah yang khusus aku belikan untukmu.”
"Tapi aku biasanya minum pil KB dan itu berjalan aman selama ini!"
"Suatu saat kamu bisa saja lupa minum pil itu. Jadi, sebaiknya kamu ikuti saranku karena spiral itu jauh lebih aman daripada pil KB, oke, Sayang."
“Baiklah, apa pun yang kamu inginkan, aku menurut saja.” Dania pun mengangguk, menuruti perintah Nathan dengan bayangan kemewahan yang akan diterimanya dengan menjadi teman tidur Nathan. Pria kaya yang seolah ditakdirkan Tuhan sebagai penghibur hatinya di saat terluka karena Vano.
***
Setelah urusannya dengan dokter selesai, Dania kini telah berada di sebuah lobi apartemen yang terbilang sangat mewah. Salah satu unit dari Apartemen Langham Residence yang terletak di Jakarta Selatan menjadi milik Dania sesuai dengan apa yang dijanjikan Nathan saat di hotel.
"Nona, ini access card apartemen Anda dan kunci mobil baru yang dibelikan Tuan Nathan. Mobilnya ada di area parkir VVIP."
Dania terperangah mendengar itu. Namun, buru-buru bersikap biasa di depan Erik–salah satu anak buah Nathan yang ditugaskan mengantarnya. Tentu saja Dania tidak ingin bersikap kampungan, seolah itu hal yang tidak pernah ia miliki.
"Secepat itu kah Nathan membelikan mobil untukku? Dia sungguh menepati janjinya." Dania bermonolog. Terkesan betapa cepatnya Nathan dalam memenuhi janji, padahal belum satu hari pria itu berucap.
"Tuan Nathan tidak pernah mengingkari janjinya. Jadi, Nona harus menuruti semua keinginan dan perintahnya!" Erik memperingati Dania agar wanita itu tidak mengecewakan sang majikan. Erik tahu betul jika Dania adalah wanita pertama yang ditawari kesepakatan untuk menjadi teman tidur meski ia sendiri masih tidak percaya bahwa tuannya itu bisa menjalin hubungan dengan seorang wanita yang baru pertama kali ditemui.
"Aku tahu itu, katakan pada Nathan rasa terima kasihku atas semua fasilitas yang sudah dia berikan."
"Baik, Nona. Saya akan menyampaikannya pada Tuan Nathan. Kalau begitu, saya pamit undur diri." Erik membungkukkan setengah badannya pada Dania sebagai tanda hormat.
"Eh, tunggu Erik! Aku lupa menyimpan nomor ponsel Nathan. Boleh kau sebutkan berapa nomornya, biar aku bisa menghubunginya?" tanya Dania menghentikan langkah Erik yang hampir berlalu pergi.
Dania segera mengeluarkan benda pipih miliknya dari dalam tas untuk bersiap menyimpan nomor Nathan. Namun, Erik malah tersenyum canggung. Menolak permintaan Dania dengan terpaksa karena memang
"Tuan Nathan bilang, Anda tidak perlu mencatat nomornya karena dia akan datang setiap malam ke sini."
"Lalu, kalau aku ada urusan penting dengannya bagaimana?" tanya Dania dengan raut sedih.
"Anda bisa menghubungi saya, Nona." Erik merogoh saku celana untuk mengeluarkan kartu nama yang tersusun rapi di dalam dompetnya. Lalu, ia menyodorkan selembar kartu nama yang terdapat nomor ponselnya. "Terima ini, Nona. Anda bisa menghubungi saya kapanpun dan saya akan menyampaikan pesan yang Anda titipkan untuk Tuan Nathan."
Dania mendengus kesal. Ia tak menyangka bahwa privasi Nathan terlewat sangat dijaga sampai-sampai masalah nomor telepon pun harus dirahasiakan darinya.
"Ya sudah, terima kasih informasinya. Sekarang pergilah, aku mau tidur!"
"Baik, Nona. Selamat beristirahat." Erik berlalu pergi meninggalkan Dania yang masih berdiri di depan pintu apartemen barunya.
"Ah, lebih baik aku kirim direct massage aja ke Nathan, biar urusan kita berdua nggak diketahui oleh anak buahnya tadi."
"Eh, tapi kira-kira Nathan punya sosial media nggak, ya? Nama lengkapnya aja aku nggak tahu!" Dania benar-benar merasa bodoh karena tidak sempat menanyakan nama lengkap Nathan ataupun meminta langsung nomor teleponnya, padahal pria itu telah bersamanya semalaman.
***
Di dalam ruang kerja yang begitu luas dilengkapi furniture modern, terlihat seorang pria tampan yang tak lain adalah seorang CEO sekaligus pemilik perusahaan yang ia dapat dari warisan ayahnya, sedang berkutat dengan pekerjaan yang menumpuk di atas meja kerjanya. Nathan saat ini tengah membaca, sekaligus mempelajari berkas-berkas yang memang memerlukan tanda tangan darinya.
Setelah waktu mulai memasuki jam makan siang, Nathan menghentikan pekerjaannya. Ia menutup laptop dan menyandarkan kepalanya sejenak di sandaran kursi kebesarannya.
Nathan memijat keningnya berulang kali, saat bayangan Dania memenuhi isi kepalanya.
"Ah, kenapa aku jadi kangen wanita itu? Sedang apa ya dia sekarang?" tanya Nathan yang tiba-tiba terbesit sebuah ide untuk pergi ke apartemen Dania dan mengajak makan siang bersama.
"Semua pekerjaanku sudah selesai, lebih baik aku menemui Dania dan istirahat di sana sebelum pulang ke rumah!" Nathan bangkit dari posisi duduknya, kemudian dengan cepat ia berlalu meninggalkan ruang kerjanya yang sangat nyaman itu. Ruang kerja yang sudah Nathan anggap seperti rumah kedua baginya. Terlebih saat pekerjaannya di kantor sudah benar-benar menumpuk, ia bisa seharian penuh menghabiskan waktu di ruangannya.
"Tuan, mau makan siang di mana?" tanya salah satu pengawal yang selalu berjaga di depan pintu ruangannya.
"Saya mau pergi ke Apartemen Langham Residence dan makan siang di sana, tapi saya mau nyetir sendiri." Nathan menjawabnya dengan tegas.
Seorang pria yang tak kalah tampan dengannya menoleh ke belakang tanpa mengubah posisinya yang tengah duduk di bangku kerja dengan laptop yang masih menyala.
"Sejak kapan kau mengunjungi Apartemen Langham Residence , Dude?" tanya Bima, seorang asisten pribadi Nathan yang sudah bekerja selama delapan tahun dengannya.
Bima Prasetya adalah sahabat terbaik Nathan sejak mereka masih remaja dan Bima tahu banyak hal tentang sahabatnya itu yang paling takut dengan yang namanya cinta.
"Aku ada urusan di sana," jawab Nathan singkat.
"Dengan seorang wanita?" tanya Bima sambil mengangkat kedua alisnya.
Nathan mengangguk sembari menatap tajam wajah sahabatnya yang tengah tertawa meledeknya.
"Tapi ... bukannya ini masih siang, memangnya kau mau melewati one afternoon stand dengan seorang wanita yang tinggal di sana? Dari mana kalian bisa kenal, apakah kalian bertemu di bar tadi malam? Hei, kenapa nggak ngasih tahu aku soal itu?" tanya Bima sangat penasaran hingga ia bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Nathan, lalu ia memukul lengan sahabatnya itu karena merasa kesal Nathan tidak menceritakan masalah wanita yang akan ditidurinya itu.
"Bim, aku tidak sempat menceritakannya. Sudahlah, sana kembali kerja dan jangan ikut campur urusan ranjangku lagi!"
"Tapi tunggu dulu, aku melihat ada yang aneh dari sikapmu hari ini. Jangan-jangan semalam kau sudah tidur dengan wanita yang tinggal di Langham Residence itu ya dan jangan bilang sekarang kau ingin menidurinya lagi?"
Nathan sempat bingung menjawab. Namun, ia tetap tidak ingin menceritakan pada Bima yang memang selalu ingin tahu dengan segala urusannya. Bukan karena ia takut diketahui Bima, tetapi Nathan menjaga agar mainan barunya tidak sampai ke telinga omanya. Wanita paruh baya yang bisa saja akan melarangnya menemui Dania.
Bersambung✍️