Bab 12. Penyelamat

1122 Kata
Selamat membaca! Dania berhenti melangkah, ia menatap wajah Bima dalam-dalam, kemudian mengangguk dengan penuh keyakinan. "Oke! Kalau begitu tolong antarkan aku ke Apartemen Langham Residence, nggak ada yang tahu kalau aku udah pindah ke sana." Bima pun tersenyum saat tawarannya ditanggapi dengan baik oleh Dania. "Oke, kalau begitu cepat naik ke mobilmu!" perintah Bima saat mendengar suara sirene mulai mendekat. "Tapi, a-ku nggak ingat di mana kunci mobilku. Bagaimana ini? Aku benar-benar nggak bisa mikir!" Tubuh Dania seketika lemas seakan tak bertulang. Ia memilih untuk mengubah posisinya dari berdiri jadi berjongkok di atas aspal dengan tangan yang terus meremas rambutnya. Bima mengulurkan tangannya untuk membangunkan wanita itu. "Suara sirine itu suara mobil ambulance! Cepat bangun, kunci mobilmu ada padaku, tadi kamu meninggalkannya di atas meja bar, makanya aku terpaksa mengikutimu." Dania tersenyum getir, ia merasa Tuhan masih sayang padanya dengan mengirimkan seorang pria yang baik untuk membantunya malam ini. Dengan cepat, Dania meraih tangan Bima dan segera berdiri. Bima menekan tombol unlock untuk membuka kunci mobil, lalu membiarkan wanita itu untuk masuk terlebih dulu. Setelah Dania masuk ke dalam mobil, pria itu dengan cepat mengambil barang-barang Dania yang berserakan di jalan, seperti dua buah ponsel, dompet, tissue kecil, dan beberapa alat make up, semua ia lakukan tanpa rasa pamrih sedikit pun. Bima pun memasukkan semua yang telah diambilnya ke dalam tas Dania, lalu ia masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi. "Ini tasmu, ambilah! Semua barang yang jatuh sudah aku masukkan ke dalam tasmu, tapi coba periksa saja!" Dania menerima tas itu dengan senyuman berbinar. "Makasih ya karena kamu mau bantuin aku. Aku beruntung ketemu orang baik seperti kamu." Bima pun tersenyum mendengar pujian itu. "Kamu itu terlalu memuji, aku baik bukan ke kamu aja, tapi juga ke setiap orang yang aku lihat butuh bantuan. Bukankah sesama manusia memang wajib saling menolong!" tutur Bima sambil menyalakan mesin mobil dan bersiap untuk melajukan kendaraan mewah milik wanita yang baru satu jam lalu berkenalan dengannya. "Pria ini sama baiknya dengan Nathan," batin Dania penuh decak kagum terhadap sosok pria yang saat ini masih terus dipandanginya. "Sudah siap?" tanya Bima sebelum menginjak pedal gas mobil mewah milik Dania sembari menatap wajah Dania yang juga sedang melihatnya. "Siap apanya?" tanya Dania dengan cemas. "Siap masuk penjara dong! Lihat ke depan, pria itu sedang digotong oleh beberapa paramedis untuk masuk ke dalam ambulance." Bima menajamkan sorot matanya menatap mobil ambulance yang berada lima meter di depannya. Dania kembali ketakutan dengan apa yang dilihatnya hingga membuatnya begitu sulit menelan salivanya sendiri. Saat ini, bibirnya sampai bergetar ketika menyaksikan kondisi Vano yang sudah tak sadarkan diri dengan luka di kepala yang penuh darah. Mata wanita itu tampak berkaca-kaca karena merasa sangat bersalah telah melukai Vano sampai separah itu. Namun, seringai penuh ironi mulai terbit saat menyaksikan Dian yang tengah menangisi kondisi Vano dan ikut masuk ke dalam ambulance. "Mampus lo, Di. Aku harap Vano nggak bisa diselamatkan agar kamu merasakan sakitnya ditinggal orang yang kamu cintai!" ucap Dania dalam hati tampak begitu geram setelah melihat sahabatnya yang tega mengkhianatinya. Bima tampak bingung dengan raut wajah Dania yang mudah berubah-ubah. "Hei wanita. Jadi, kamu nggak takut kalau sampai dihukum mati karena sudah menghilangkan nyawa orang." Dania mengesah kasar. "Kalau nggak ada pilihan lain, aku bisa apa? Biarin aja aku dihukum mati." Jawaban Dania membuat Bima bergedik ngeri. "Sepertinya kamu sangat mencintai pria itu, ya? Cinta yang terlalu berlebihan sampai membuatmu rela dihukum mati agar kalian bisa sehidup semati bersama," ucap Bima coba mencairkan ketegangan yang ada dengan ledekannya. "Jadi, sekarang kamu akan mengantarkan aku ke penjara?" tanya Dania dengan raut wajah serius. Bima hanya mengangguk hingga membuat Dania kembali didera rasa panik. "Sialan, ternyata kamu sengaja menjebakku dengan pura-pura baik seperti malaikat penolong untuk bisa menangkapku dan membawaku ke penjara!" Dania mulai menyerang pria itu dengan menghajarnya berkali-kali. "Turun kamu, sialan!" Bima menahan kedua tangan Dania sembari tertawa keras. "Dania, cukup! Aku cuma bercanda." Dania menarik tangannya agar lepas dari genggaman Bima. Kedua bola matanya kini membulat sempurna saat mendengar jawaban Bima. "Kamu ini apa-apaan sih? Kenapa malah ngajakin bercanda saat situasi seperti ini! Aku tarik lagi kata-kataku tadi, sekarang kamu keluar, aku bisa pulang ke apartemen tanpa bantuanmu!" "Hei Dania, ayolah! Jangan marah-marah, nanti cepat tua, loh! Aku itu hanya bercanda biar kamu nggak tegang, maafin aku, ya." Bima terlihat begitu tulusnya saat mengatakannya hingga mampu membuat hati Dania luluh. Dania pun bersedekap dan membuang pandangannya ke arah lain. Memilih acuh pada Bima. "Oke, aku akan memberikanmu maaf jika kamu sudah mengantarkanku sampai ke apartemen dalam 20 menit!" Bima pun langsung menyentuh pundak Dania. "Aku akan melakukannya dalam waktu sepuluh menit. Bersiaplah!" Dania melirik ke arah Bima sebagai isyarat bahwa ia tak percaya dengan apa yang Bima katakan. Pria itu pun mulai melajukan mobil milik Dania dengan kecepatan tinggi agar sampai lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Kedua tangan Dania mulai mencengkram apa saja yang bisa ia genggam dengan erat, tangan kanannya saat ini mencengkram lengan Bima dan tangan kirinya mencengkram pegangan mobil. "Hei pria, jangan ngebut-ngebut! Aku masih mau hidup!" teriak Dania sekeras-kerasnya. "Aku punya nama, Dania! Panggil namaku saja!" jawab Bima dengan begitu santainya tanpa memperlambat laju kendaraan yang membuat Dania ketakutan setengah mati. "Aku lupa siapa namamu. Pokoknya siapa pun namamu, tolong pelan-pelan saja! Jangan buat aku jantungan, bisa-bisa aku mati kalau terus begini!" Reaksi menggemaskan Dania benar-benar membuat Bima terhibur. Pria itu sampai terkekeh lucu tak menghiraukan rasa takut Dania. "Ternyata daya ingatmu cukup rendah juga. Namaku Bima, tolong ingat semua yang udah aku lakuin malam ini buat kamu!" "Nggak, aku nggak mau kalau kamu ngebut seperti ini!" Mendengar ancaman Dania, akhirnya Bima pun mengurangi kecepatan mobil. "Oke, sekarang aku akan lebih pelan, lagi pula apartemenmu sudah dekat, hanya satu kilo lagi dari sini." Dania tak dapat menjawabnya karena saat ini rasa mual sudah benar-benar menguasai dirinya. Dengan sekuat tenaga, Dania menutup mulutnya rapat-rapat menggunakan telapak tangan agar tidak muntah di dalam mobil. Bima yang menyadari kondisi Dania dengan cepat menepikan mobil di pinggir jalan. Setelah menghentikan mobilnya, ia pun keluar dengan tergesa memutari mobil untuk membuka pintu di sisi Dania dan menarik tangan Dania agar segera keluar dari mobil. "Ayo, Dania, cepat muntahkan saja!" Bima memijat tengkuk wanita itu berulang kali, untuk mengurangi rasa mual yang Dania rasakan. Dania pun tanpa malu memuntahkan isi perutnya hingga rasa mual yang ia rasakan kini sudah mereda. Setelah selesai, tubuh Dania mulai melemah. Wanita itu pun tak mampu berdiri lebih lama lagi. Tubuhnya limbung dan jatuh dalam pelukan Bima yang tepat berdiri di sebelahnya. "Dania bangun, hei!" Bima mulai panik melihat kondisi Dania yang sudah tak sadarkan diri. "Waduh, kenapa mesti pingsan segala?" Bima segera membawa tubuh Dania masuk ke dalam mobil, lalu ia pun kembali melajukan kendaraannya menuju Apartemen Langham Residence. Bersambung✍️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN