Bab 5. Istimewa

1042 Kata
Selamat membaca! "Jadi bagaimana? Apa kamu bisa masakin aku?" tanya Nathan kembali, mengulangi pertanyaannya hingga membuat Dania tersadar dari lamunannya. "Aku nggak bisa masak, Than. Selama ini aku selalu beli makanan di luar." Nathan sedikit merasa kecewa karena harapannya yang ingin makan hasil masakan Dania ternyata harus terkubur dalam-dalam. Dania pun menatap dalam wajah Nathan yang menampilkan raut kecewa. "Kamu marah ya karena aku nggak bisa masak?" tanya Dania membuyarkan keterdiaman Nathan. Walaupun kecewa. Namun, Nathan berusaha menanggapinya dengan santai. Pria itu pun terlihat mengedikkan bahunya dengan satu alisnya yang terangkat. "Nggak masalah kalau kamu nggak bisa masak. Yang penting urusan di atas ranjang, kamulah juaranya." Ucapan Nathan kali ini sampai membuat Dania tersedak salivanya sendiri. Dania langsung berkacak pinggang dengan bibir yang mengerucut, tanda ia kurang menyukai apa yang terlontar dari mulut pria yang ada di hadapannya itu. "Kenapa sih, kalau kita sedang bicara seperti ini kamu malah membahas soal ranjang?" protes Dania cemberut. Melihat ekspresi Dania, Nathan jadi terkekeh lucu. Ia mulai mendekat pada tubuh Dania sambil melingkarkan kedua tangan pada pinggang wanita itu. "Nggak apa-apa, entah kenapa setiap melihatmu selalu membuatku bergairah." Dania berusaha melepas pelukan Nathan yang begitu erat saat memeluknya. Namun, apa daya, dekapan dari kedua tangan kekar Nathan membuatnya gagal melepaskan diri. Dania akhirnya hanya bisa pasrah dan terdiam, ia sengaja membenamkan wajahnya pada d**a bidang Nathan untuk menyembunyikan raut wajahnya yang saat ini sedang dilanda kesedihan karena perkataan yang terucap dari mulut pria yang saat ini sedang memeluknya. "Sadar, Dania! Kamu memang dibayar dengan kemewahan ini hanya untuk memuaskan Nathan di atas ranjang. Jangan pikirkan soal harga diri atau statusmu yang rendahan saat ini! Sekarang yang terpenting kamu sudah punya banyak harta yang bisa kamu pamerkan pada semua orang yang selama ini selalu menghinamu!" batin Dania memantapkan hatinya untuk tidak tersinggung dengan perkataan Nathan. Dalam sekejap Dania mampu membuyarkan pikirannya yang salah. Saat perasaan di hatinya hampir saja mengalahkan pikirannya, Dania mampu membuang semua itu dengan mengingat segala kenangan buruk yang pernah dilewatinya. "Kamu benar, Nathan!" Dania melepas pelukan Nathan saat suara tawanya terdengar seperti dipaksakan. "Wanita ini ... kenapa seperti ada yang berbeda darinya? Aku dapat melihat jelas dari raut wajahnya," batin Nathan dengan segala pikiran yang berputar memenuhi isi kepalanya. Dania lalu melangkah meninggalkan Nathan di balkon seorang diri. Sementara Nathan hanya menatap nanar kepergiannya. Dania terus melangkah menuju kamar utama karena memang di apartemen itu terdapat tiga kamar di lantai atas dan satu kamar di lantai bawah. Dania meraih outer yang berada di atas ranjang untuk dikenakannya. Setelah memakainya, wanita cantik itu berdiri di depan cermin untuk mengoles kulitnya dengan sun screen karena memang cuaca di luar sangatlah terik. "Ke mana kamu akan pergi, Dania?" tanya Nathan yang sudah berdiri di ambang pintu kamar yang menjadi ruang tidur wanita itu selama tinggal di apartemen. "Aku mau keluar buat nyari makanan untuk kita berdua. Kamu tunggu sebentar di sini, ya!" jawab Dania tanpa mengalihkan pandangannya dari cermin. "Kenapa kamu harus repot-repot keluar buat nyari makan? Aku bisa delivery order dan makanan akan dikirim ke sini." "Ah iya, aku lupa. Eh, tapi kalau aku yang keluar juga nggak apa-apa sih, sekalian jalan-jalan." Nathan menyeringai penuh arti, ia berjalan dengan perlahan untuk menghampiri Dania dan memeluk tubuh wanita itu dari belakang. "Kamu nggak perlu keluar, temani aku di sini! Aku akan pesan dari restoran yang paling jauh agar kita punya banyak waktu siang ini." Nathan menggerakkan jemarinya untuk mengusap pipi Dania yang begitu lembut dan glowing. "Than ... tapi ini masih siang, nanti malam aja, ya!" Dania yang mengerti akan permintaan Nathan, coba menolaknya dengan halus. "Malam dan siang itu nggak ada bedanya bagiku, Dania. Aku ingin sekarang!" Nathan seketika menarik tangan Dania dan membawanya ke atas ranjang. Nathan pun kini duduk di tepi ranjang, kemudian kedua tangannya mengangkat ketiak Dania untuk menempatkan wanita itu agar duduk di atas pahanya. Dania menggelengkan kepalanya sembari tersenyum kecut. "Nathan, Nathan ... kamu lebih memilih mendahulukan nafsumu, sampai-sampai melupakan urusan perut kita yang sedang lapar." Nathan tersenyum tipis dengan raut wajah yang terlihat begitu tampan di manik mata Dania hingga membuat wanita cantik itu menuruti apa pun yang Nathan inginkan. "Aku memang sedang menginginkannya saat ini," ucap Nathan dengan suara seraknya yang khas. Nathan mulai mendekatkan wajahnya dengan wajah Dania hingga membuat embusan napasnya yang hangat dapat terasa oleh Dania yang telah membuatnya diburu nafsu. Tiba-tiba tanpa izin terlebih dahulu pada sang pemilik, pria berwajah tampan itu langsung mencium dan memagut bibir merah Dania yang terlihat begitu seksi dan merekah. Namun, beberapa detik kemudian, kedua tangan Dania dengan perlahan menjauhkan wajah Nathan yang masih terus ingin menciumnya. "Than, urus dulu delivery order yang kamu bilang tadi, pesan menu yang banyak untukku karena setelah ini aku pasti akan sangat lapar dan aku ingin makan banyak!" "Ah, soal urusan itu aku bisa memesannya setelah urusan kita selesai," jawab Nathan yang kembali ingin mencium bibir Dania. Namun, wanita cantik itu dengan cepat mengelak. "Than, ih ... aku lapar!" protes Dania dengan memalingkan wajahnya, membuat Nathan akhirnya menuruti permintaan Dania dan melakukannya dengan secepat mungkin agar hasratnya yang sedang memburu tak tertunda dalam waktu yang lama. "Baiklah, aku pesan sekarang, tapi setelah itu jangan ada alasan lain lagi. Dasar wanita pemaksa!" seru Nathan yang dengan berat hati menuruti permintaan Dania. "Hei, tarik lagi ucapanmu! Di sini yang pemaksa itu ya kamu sendiri!" protes Dania sambil mencebik kesal. Nathan terkekeh dengan perdebatan kecil yang terjadi di antara keduanya. Namun, entah kenapa semua hal yang saat ini dilaluinya bersama Dania, menimbulkan kesan yang berbeda dari pengalamannya bersama wanita lain yang pernah ditidurinya. "Wanita ini benar-benar istimewa, dia bisa membuatku seperti ini. Lucu sekali aku harus mengalah dan menunda hasratku demi rasa laparnya," batin Nathan sambil terus menatap kagum sosok Dania. Nathan langsung mengambil ponsel pada saku jas yang dikenakannya, lalu ia mulai menghubungi sebuah restoran mewah yang dimiliki oleh Bima–asisten pribadinya di kantor. Kebetulan restoran itu tidak terlalu jauh jaraknya dari apartemen tempatnya sekarang berada. Setelah selesai memesan beberapa menu makanan, sesuai dengan yang Dania inginkan. Nathan langsung melempar ponsel yang digenggamnya ke arah ranjang, lalu melepas jas yang ia kenakan. "Aku udah nurutin kemauan kamu, sekarang giliran kamu yang harus nurutin aku! Cepat lepaskan pakaianku! Lakukan apa pun yang ingin kamu lakukan, aku akan terima semuanya dengan pasrah." Bersambung✍️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN