Tari menuruni tangga, ia menuju lantai bawah. Di ruang tengah di lihatnya Raka tengah berusaha menelpon seseorang.
"Ponsel Soleh non aktif Yank, kenapa ya? Aku jadi khawatir, tidak biasanya dia begini" ujar Raka.
"Aku telpon ibu ya Aa, mungkin ibu tahu, Soleh sedang ada di mana"
"Iya Yank"
Tari masuk ke dalam kamar, lalu ke luar dengan membawa ponselnya.
"Assalamuallaikum Bu"
"Walaikum salam"
"Bu, Soleh di mana ya?"
"Di Jakarta"
"Di Jakarta? Ada apa Soleh ke Jakarta Bu?"
"Dia dapat panggilan wawancara untuk bekerja, apa dia tidak bercerita soal itu pada kalian?"
"Tidak Bu"
"Ibu kira, kalian sudah tahu"
"Kami tidak tahu sama sekali Bu, ponselnya tidak bisa dihubungi Bu"
"Iya, tadi pagi dia minta restu ibu biar bisa lancar menjalani wawancara, dia juga bilang kalau hp nya dia matikan, biar bisa fokus katanya"
"Ooh begitu, ya sudah Bu, kami hanya cemas kalau terjadi sesuatu pada Soleh"
"Terimakasih banyak Nak Tari atas perhatiannya. Sampaikan salam dan terimakasih Ibu sama Raka dan Cantika ya"
"Iya Bu, assalamuallaikum"
"Walaikum salam"
Sambungan terputus, tapi Tari belum memindahkan ponsel dari telinganya. Langkah kaki Cantika menuruni tangga, membuat ia seakan masih bicara dengan Ibu Soleh.
"Ooh jadi begitu ya Bu, ehmm jadi Soleh akan tinggal di sana, Alhamdulillah kalau ada wanita yang bersedia Soleh nikahi Bu, usia Soleh sudah sangat matang, ehmm ... heum ... iya Bu, Cantika bilang tidak ingin bertemu Soleh la.... "
"Amma! Cantika kangen sama Paman Soleh, bilang sama nenek, Paman Soleh suruh cepat pulang!" Cantika berdiri di depan Tari.
"Ooh jadi begitu Bu, siapa namanya? Mira, Yati, Ratna, dan ... oooh Lila ... ya ... ya pasti cantik-cantik ya Bu"
"Amma, Amma suruh Paman Soleh pulang!" Rengeknya.
"Psstttt!" Tari meletakan jari telunjuknya di atas bibir.
"Ooh ... jadi Soleh akan pulang dulu ke sini untuk menjual rumah dan barang-barangnya, baru kembali ke sana, dan tidak akan kembali lagi. Iya Bu, coba kalau dapat istri orang sini pasti dia akan tetap tinggal di sini ya Bu. Oh hahahaha iya Bu,yang namanya jodoh kita nggak tahu ya Bu. Iya, pasti Bu, kalau Cantika menikah pastilah ibu kami kabari, iya Bu, assalamuallaikum."
"Soleh benar mau pergi dari sini Yank?" Tanya Raka.
"Tuh kan bener kata Cantika, Paman Soleh ingin pergi hiks ... hikss ... Paman Soleh tega! Cantika benci sama Paman Soleh!"
"Sayang, Paman Soleh kan pasti punya keinginannya sendiri, punya masa depannya sendiri, begitu juga dengan Cantika" ujar Raka sambil memeluk tubuh mungil putrinya.
"Kata Ibu ada 4 orang perempuan yang siap jadi istri Soleh, mungkin Soleh akan menikah setelah Cantika menikah Aa" ujar Tari sambil mengamati wajah Cantika.
"Ibu bilang begitu Yank?"
"Heemm"
"Paman Soleh tega! Paman Soleh tidak sayang Cantika lagi huuuhuuu ... Abba, cuma Abba yang sayang Cantika hiks ... hikss ...."
"Kalau Cantika menikah, nanti ada suami Cantika yang menggantikan Paman Soleh menyayangi Cantika, iyakan Abba?" Ujar Tari.
"Iya, Ammamu benar sayang, kamu punya suami yang akan menjagamu, Paman Soleh punya istri yang akan dia jaga, oh iya, hari ini temannya Ayah yang ingin melamar Cantika untuk anaknya akan datang Yank"
"Ooh begitu ya Abba"
"Iya, sekarang Cantika istirahat lagi ya, obatnya sudah diminum belum?"
"Belum Abba"
"Minum obatnya dulu, setelah itu istirahat, biar cepat pulih"
"Terus Paman Solehnya bagaimana?"
"Besok Paman Solehmu pulang, setelah kamu menikah baru dia pindah ke Jawa" sahut Tari.
"Tidak mau ditinggal Paman Soleh, Abba" rengek Cantika.
"Nanti Abba yang bicara sama Paman Soleh ya, sekarang Cantiknya Abba iatirahat dulu, oke!"
"Heum, antar ke kamar Abba"
"Ayo Abba antar"
Raka membimbing lengan putrinya dengan lembut.
Tari tersenyum melihat Raka dan Cantika yang melangkah meninggalkannya.
'Hmmm sudah pantas dapat piala citra nih aku hihihihi ... Abba sama anak, sama-sama terkecoh aktingku'
--
Soleh sudah selesai menjalani wawancaranya. Dia bermaksud untuk makan siang ketika sebuah mobil berhenti di hadapannya.
"Soleh!" Panggil seseorang saat kaca mobil terbuka.
"Mami!"
Salsa turun dari dalam mobil. Soleh mencium tangan Salsa.
"Kok di sini?"
"Dapat panggilan wawancara di sana Mi" Soleh menunjuk kantor tempat dia wawancara tadi.
"Ikut wawancara? Kamu ingin tinggal di Jakarta? Mami pikir kamu akan bertahan di kampung selamanya"
"Mau cari pengalaman saja Mi"
"Soleh!" Surya akhirnya ikut turun dari mobil, Soleh mencium tangan Surya.
"Kenapa tidak telpon Mami kalau kamu mau ke Jakarta, biar bisa dijemput di bandara"
"Aku tidak mau merepotkan Mi"
"Merepotkan apanya, kamu itu adik Raka, artinya anak Mami dan Papi juga, oh ya kamu menginap di mana?"
"Di penginapan.... " Soleh menyebutkan nama penginapan tempat di bermalam.
"Soleh, Soleh ... di Jakarta kamu punya Mami dan Papi, punya Ayah dan Bunda, kenapa menginap di penginapan sih, ini kalau Bundamu tahu kamu datang ke Jakarta tidak bilang-bilang pasti marah deh, rumah kami itu rumahmu juga, sekarang kita ambil barangmu, kamu menginap di rumah Mami saja"
"Iya Soleh, kamu jangan sungkan, kamu itu putra kami juga" ujar Surya.
"Maaf Mi, Pi, tapi sore ini aku akan kembali ke Banjarbaru" jawab Soleh.
"Loh, tidak ingin jalan-jalan dulu mumpung di Jakarta?"
"Tidak Mi, sawah sedang panen, kak Raka pasti sangat sibuk. Aku tidak bisa lama-lama di sini"
"Hhhh ... kamu memang cocok jadi adik Raka, sama-sama mencintai kampung dan sawah" Surya menepuk bahu Soleh. Soleh hanya tersenyum mendengar ucapan Surya.
'Alasan sebenarnya aku ingin cepat pulang, karena aku rindu Cantikaku'
--
Tari masuk ke kamar Cantika, dengan membawa pakaian Cantika yang sudah di setrika.
"Amma"
"Ya sayang" setelah Tari memasukan pakaian ke dalam lemari, ia duduk di sisi pembaringam Cantika.
"Paman Soleh beneran mau pergi dari sini Amma"
"Iya, kan Cantika juga sudah tahu dari Paman Soleh sendiri"
"Cantika tidak mau ditinggal Paman Soleh Amma"
"Kalau Cantika tidak mau ditinggal Paman Soleh, Cantika harus memilih suami yang paling tepat, yang akan membuat Paman Soleh tidak bisa pergi meninggalkan Cantika"
"Menurut Amma, Cantika harus pilih calon yang mana yang akan membuat Paman Soleh tidak pergi Amma?"
"Jangan terpaku pada calon yang melamarmu sayang, lihat juga pria lain, selain mereka yang ada di sekitar Cantika"
"Cantika tidak mengerti Amma"
"Cantika pintar, baru 20 tahun sudah sarjana, Amma yakin, Cantika pasti tahu, pria mana yang membuat Cantika paling merasa aman dan nyaman bersamanya, dan pastinya yang akan membuat Paman Soleh membatalkan kepergiannya, pikirkanlah. Amma masih banyak pekerjaam di bawah"
Tari mengecup kening putrinya sebelum beranjak pergi. Cantika termangu sesaat, lalu ia turun dari ranjang, ia mengambil buku dan polpen. Lalu mulai menulis nama-nama pria yang mengajukan lamaran untuknya.
Ia berusaha menimbang yang mana yang terbaik untuknya. Dan pastinya pilihannya tidak akan membuat Paman Soleh pergi meninggalkannya.
***BERSAMBUNG***