Kenangan Sisil 2

1045 Kata
Sisil berlari kecil di tangga, menghampiri Angga yang sedang menunggu gadis tersebut sedari tadi. Sedangkan Ari yang juga mengikuti langkah Sisil hanya menatap ke akraban mereka berdua, di pikir-pikir Ari ngintilin mulu Sisil ya. “Bang Angga, bekal gue yang di siapin bunda mana? gue ada piket jadi harus cepet-cepet berangkat nih!" Ucap Sisil sebari terburur-buru. “Nabil juga dari tadi udah nelfonin aku terus, nyebelin banget!” Eluhnya lagi. “Lah elo, bangunnya siang. Kok nyalahin orang-orang,” Timpal Angga santai yang sudah melangkahkan kedua kakinya keluar dan masuk ke dalam mobil. Gadis itu pun juga kembali berlari kecil untuk keluar dan masuk ke dalam mobil milik Angga, dengan catatan Sisil sudah berpamitan kepada Sinta. Baru saja Sisil akan masuk ke dalam tempat duduk penumpang, kedua sorot matanya tidak sengaja melihat ke arah Ari yang juga ikut masuk ke dalam mobil. “Ngapain lo ikut nganterin gue? Mau modus sama Nabil ya?” Goda Sisil, yang ia ketahui bahwa adik sepupunya yang hanya beda satu tahun di antaranya. Ari memutar bola matanya jengah, menutupi rasa salah tingkahnya sekaligus mencoba menormalkan detak jantung yang sudah tidak beraturan seperti lari marathon. “Pede banget sih lo, gue mau makan bubur ayam yang di sebelah sekolah lo kali sama bang Angga, tanya deh lo ke dia.” Kedua mata Ari mengarah ke arah Angga. “Iya kan Bang?” Angga sedikit mengerutkan keningnya, “HAH?” Ari berdecak, “Lah amnesia lo?” Katanya sebari sedikit memberi kode dengan sebelah alis matanya yang sudah ia narik turunkan. Ah i see! Angga pun akhirnya memahaminya. “Iya kita mau sekalian sarapan di sana kok, udah cepet lo berdua naik. Jangan berantem mulu kerjaannya, panas kuping gue lama-kama denger kalian debat gak jelas,” Celetuk Angga sedikit berbohong agar Ari tidak merasa terojokan lagi oleh Sisil. . . Tidak perlu menuniggu lama, akhirnya Sisil sudah sampai di depan sekolah dan gadis itu sedikit bernafas lega bahwa bell masuk belum berbunyi segimana jam masuk pelajaran sekitar delapan menit lagi. Angga memberikan kotak Tupperware berwarna hitam biru kepada Sisil, dan dengan senang hati Sisil menerima. Baru saja berniat membuka suara, suara pintu terbuka masuk ke indera pendengaran Sisil. Yap! Itu Ari, laki-laki itu keluar dan melangkah ke tukang bubur ayam yang sudah nangkring di dekat sekolahnya. "Ck! Emang ya Ari tuh modus aja kerjaannya," desis Sisil ke arah Ari, Ari pun sedikit samar-samar mendengarkan hal itu dan ia hanya memutar bola matanya jengah, karena menurutnya untuk ribut dengan Sisil nanti saja deh, yang penting modus bentar pagi-pagi. Karena Nabil lebih penting sekarang. "Sil?" Panggil Angga lembut. Sisil yang duduk disebelah menoleh ke arah Angga yang duduk di bangku pengemudi, " Kamu gak turun?" Tanya Angga. “Katanya piket?” Sisil hanya menghela nafas panjang mendengar perkataan Angga dan reflek ia menyenderkan tubuhnya. Laki-laki itu yang paham betul dengan perasaan adiknya langsung menggenggam tangannya erat. "Percaya sama Abang, kamu bakal nemuiin yang terbaik," Ucap Angga meyakinkan. “Aku yakin dia bakal nyesel gak mencoba untuk dekat sama kamu kemarin,” Sisil menaikan kedua bahunya lalu melepaskan tanganya yang di pegang oleh Angga. "Udah lah, aku gak apa-apa kali bang dan gak usah di bahas juga. Lagian kan beberapa bulan lagi aku mau masuk ke SMA,” Sisil tersenyum ke arah Angga. Lantas ia kembali menghela nafas, “Aku boleh minta di peluk gak sebelum turun dari mobil dan berangkat ke sekolah? " rengek Sisil sambil memasang mimik Puppy Facenya yang mampu membuat orang-orang luluh. Angga terkekeh pelan lalu mengakkan tubuhnya dan melentangkan kedua tanganya. “Sure! Semua yang adek aku ma bakal aku kasih biar dia happy,” Celetuk Angga agar bisa membuat mood adiknya di poagi hari ini semakin bagus. Sisil tersenyum sumringah dan tanpa pikir panjang Sisil membalas memeluk tubuh Angga yang menghasilkan harum parfume favoritnya. "Hidup Sisil tuh udah beruntung terlahir dari keluarga bahagia ini, mangkanya Sisil gak perlu sedih segimana secara teknis aku di tolak sama cowok, “ucapnya di sertai tawaan kecil. Angga pun tertawa, lalu melepaskan pelukannya "Ke kelas gih sono, aku yakin Nabil udah nungguin," Gadis itu pun terkekeh dan mencium pipi Angga singkat. " semangat untuk hari ini ya bang!" Angga mengangguk dan menyentuh puncak kepala Sisil lembut "Iya princess,” --------- Setelah pelajaran bu Indri selesai semua murid di kelas Sisil berteriak semangat dan segera keluar menuju kantin. Begitu pun Sisil dan Nabil yang sudah bersahabatan dari Sekolah Dasar sampai mereka menginjak Sekolah Menengah pertama kelas sembilan. “Lo tahu gak sih?“ Ucap Nabil seraya menscroll layar ponselnya. “Ada yang minta id line lo Sil!” Lanjutnya heboh. “Nih! Nih! Lihat deh DM instagramnya. Ya kan? Gue gak bohong kan?” katanya antusias, “Gue kasih id Line elo ya?“ Sisil yang sedang berjalan guntai hanya mengedikkan bahunya tidak peduli, “Terserah lo Nab, gue males nyesek lagi. Capek di tilak di saat gue belum confess sama sekali,” Omel gadis itu pada diri sendiri. Nabil berdesis, sedikit tidak suka dengan respon Sisil yang seperti itu. Menurutnya itu terlalu merendahkan diri gak sih? “Masih kesel juga Hari nolak lo karena alasan lo bukan tipe dia dan cuma nyaman temenan sama lo doang?” Gadis tersebut mendecakkan bibirnya kesal, “Udah lah Sil, cowok jelek aja. Ngapain sih lo bucin banget sama tuh cowok?“ Ucap Nabil gemas. “Udah jelek! Mana sok kegantengan. Sok-sokan bangga karena di deketin cewek cakep kaya lo,” Sisil memberhentikan langkahnya, menoleh ke arah sahabat kecilnya itu dengan malas, “Udah deh Nab, jangan kumat. Malu kalau orang-orang pada denger,” Kata Sisil dengan rasa risihnya. Nabil nih! Kalau ngomong gak pernah di filter, kadang malu-maluiin dan kadang..... ya seperti yang tadi dia sebutkan deh. Bisa nyakitin memang kalau orang baru di ajak ngobrol sama Nabil. Karena gadis itu tipikalnya kaya gitu! “Sil! C’mon! Look at you!! Muka lo udah kaya idol-idol korea tahu gak! Mata coklat! Rambut bagus! Kurang apa sih?“ Nabil sedikit berfikir sejenak. Akhirnya kedua kelopak matanya melebar, “AH! Iya gue tahu! Lo kurang pede aja! Terlalu introvert dan penyendiri. Mangkanya kecantikan lo tidak terlihat,” Jelas Nabil panjang lebar. Sedangkan Sisil yang sedari tadi diam sebari menahan rasa malumya akhirnya menghela nafas panjang. “Kok bisa gue betah sahabatan sama dia.” Celetuk Sisil dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN